Capres 2024 Harus Paham Politik Global, Pengamat: Ada di Prabowo-Airlangga
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kriteria Capres 2024 disebut harus memiliki pemahaman politik dan ekonomi global. Hal ini dinilai ada pada sosok Ketua Umum (Ketum) DPP Partai Gerindra Prabowo Subianto dan Ketum DPP Golkar, Airlangga Hartarto .
"Tentu saja dua tokoh itu, baik Prabowo dan Airlangga masuk kriteria tokoh politik yang memahami global," kata pengamat politik Ali Rifan, Kamis (15/6/2023).
"Keduanya punya background pengusaha dan punya jaringan internasional yang bagus. Kalau Airlangga kan Menko Perekonomian jadi kalau bicara bagaimana kemampuan memahami ekonomi global tentu sangat bagus," sambungnya.
Direktur Arus Survei Indonesia itu menjelaskan, tantangan politik dan ekonomi global ke depan, mengharuskan Indonesia memiliki pemimpin yang cakap dalam pergaulan internasional dan mampu menunjukkan eksistensi Indonesia di mata dunia.
"Karena harus diakui ke depan, Indonesia butuh pemimpin yang tidak hanya memahami situasi nasional dan lokal, tetapi juga situasi global. Baik dari sisi geopolitik, geoekonomi, termasuk geostrategi," jelas Ali.
Ia menilai, figur seperti Airlangga paling tidak punya dua kekuatan, yaitu kemampuan memahami geoekonomi karena seorang Menko Perekonomian dan juga memahami betul apa itu geopolitik, karena dia adalah seorang Ketua Umum parpol yang besar di Indonesia.
"Sebagai tokoh sekaligus Menko yang juga pengusaha, pasti beliau memahami situasi politik dan ekonomi global," ucapnya.
Ali menanggapi langkah Airlangga yang secara tegas menolak kebijakan peraturan baru European Union (EU) atau EU Deforestation Regulation (EUDR) yang ditujukan untuk mengekang deforestasi global.
Menurutnya, langkah Airlangga tersebut tepat untuk menyelamatkan petani sawit lokal. "Apa yang dilakukan Airlangga pasti dengan pertimbangan matang dan dengan pengalaman yang ada saya yakin apa yang diputuskan beliau akan memberi dampak positif bagi rakyat Indonesia," pungkasnya.
Sebelumnya, Airlangga bersama Deputi Perdana Menteri Malaysia Fadillah Yusof menyampaikan penolakannya kepada EU langsung di markas EU di Brussel.
Airlangga menilai, kebijakan tersebut merugikan negara produsen sawit serta sejumlah komoditas pangan atau hasil hutan, khususnya para petani kecil. Kebijakan ini juga dinilai sebagi neo imprealisme.
"Tentu saja dua tokoh itu, baik Prabowo dan Airlangga masuk kriteria tokoh politik yang memahami global," kata pengamat politik Ali Rifan, Kamis (15/6/2023).
"Keduanya punya background pengusaha dan punya jaringan internasional yang bagus. Kalau Airlangga kan Menko Perekonomian jadi kalau bicara bagaimana kemampuan memahami ekonomi global tentu sangat bagus," sambungnya.
Direktur Arus Survei Indonesia itu menjelaskan, tantangan politik dan ekonomi global ke depan, mengharuskan Indonesia memiliki pemimpin yang cakap dalam pergaulan internasional dan mampu menunjukkan eksistensi Indonesia di mata dunia.
"Karena harus diakui ke depan, Indonesia butuh pemimpin yang tidak hanya memahami situasi nasional dan lokal, tetapi juga situasi global. Baik dari sisi geopolitik, geoekonomi, termasuk geostrategi," jelas Ali.
Ia menilai, figur seperti Airlangga paling tidak punya dua kekuatan, yaitu kemampuan memahami geoekonomi karena seorang Menko Perekonomian dan juga memahami betul apa itu geopolitik, karena dia adalah seorang Ketua Umum parpol yang besar di Indonesia.
"Sebagai tokoh sekaligus Menko yang juga pengusaha, pasti beliau memahami situasi politik dan ekonomi global," ucapnya.
Ali menanggapi langkah Airlangga yang secara tegas menolak kebijakan peraturan baru European Union (EU) atau EU Deforestation Regulation (EUDR) yang ditujukan untuk mengekang deforestasi global.
Menurutnya, langkah Airlangga tersebut tepat untuk menyelamatkan petani sawit lokal. "Apa yang dilakukan Airlangga pasti dengan pertimbangan matang dan dengan pengalaman yang ada saya yakin apa yang diputuskan beliau akan memberi dampak positif bagi rakyat Indonesia," pungkasnya.
Sebelumnya, Airlangga bersama Deputi Perdana Menteri Malaysia Fadillah Yusof menyampaikan penolakannya kepada EU langsung di markas EU di Brussel.
Airlangga menilai, kebijakan tersebut merugikan negara produsen sawit serta sejumlah komoditas pangan atau hasil hutan, khususnya para petani kecil. Kebijakan ini juga dinilai sebagi neo imprealisme.
(maf)