LSI Denny JA: Posisi Airlangga Menguat Jika Koalisi Perubahan Gagal Terbentuk
loading...
A
A
A
JAKARTA - Apa yang terjadi jika calon presiden (capres) dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) Anies Baswedan dikalahkan dalam Pilpres 2024 justru sebelum masa kampanye dimulai? Namun, yang mengalahkan Anies Baswedan bukan suara rakyat di Tempat Pemungutan Suara (TPS) tapi ketuk palu Mahkamah Agung (MA).
Dalam kasus ini, Anies Baswedan tersisih bukan karena kalah suara di hari pemungutan suara tapi karena mantan Gubernur DKI Jakarta itu gagal mendapatkan tiket capres 2024. Hal ini bisa terjadi jika Partai Demokrat pimpinan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) bermasalah secara hukum karena MA memenangkan gugatan Peninjauan Kembali (PK) Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko.
“Kemungkinan kalahnya Demokrat versi AHY di Mahkamah Agung belum pasti. Tapi kemungkinan itu tak bisa sama sekali diabaikan. Tanpa kehadiran Anies Baswedan sebagai capres, maka Pilpres 2024 hanya diikuti oleh All The President’s Men: Prabowo versus Ganjar,” ujar Peneliti LSI Denny JA Ade Mulyana dalam keterangannya, Senin (5/6/2023).
Menurut Ade Mulyana, jika Anies Baswedan gagal mendapatkan tiket capres, maka Pilpres 2024 hanya diikuti oleh calon presiden dari dua partai besar, yakni Ganjar Pranowo dari PDIP melawan Prabowo Subianto dari Partai Gerindra.
Namun yang menjadi pertanyaan, bagaimana dengan partai besar lainnya, seperti Partai Golkar? Jika Anies gagal mendapatkan tiket capres dari Koalisi Perubahan, peluang Partai Golkar justru lebih hidup.
Ade mengatakan Partai Golkar dapat membuat Anies Baswedan memperoleh tiket capres cukup dengan berkoalisi dengan salah satu partai apa saja agar mendapatkan tiket minimum 20% kursi DPR, di luar PPP yang sudah mendukung Ganjar Pranowo.
Golkar juga akan memiliki daya tawar lebih kuat lagi karena dapat menggertak jika Airlangga Hartarto tak menjadi cawapres terpilih, baik oleh Ganjar Pranowo atau Prabowo Subianto. Partai Golkar bersama partai politik lain dapat menghidupkan kembali tiket capres Anies Baswedan di Pilpres 2024.
“Tapi, tentu itu bergantung pula pada kenekatan Airlangga Hartarto. Dia akan berhitung apa yang akan menimpa dirinya dan Partai Golkar jika berani mencalonkan Anies Baswedan sebagai capres. Airlangga akan berkaca dari apa yang dialami Surya Paloh,” jelas Ade.
Selain itu, kata Ade, jika pada akhirnya Anies Baswedan juga tidak mendapatkan tiket capres dari Partai Golkar maka bursa cawapres di Pilpres 2024 akan bertambah. Peringkat pertama Cawapres 2024 akan mengerucut kepada Anies Baswedan versus Airlangga Hartarto karena masing-masing memiliki kekuatan dan kelemahannya.
Anies Baswedan dinilai bisa menambah elektabilitas capres, berbeda dengan cawapres lain. Namun, Anies Baswedan tidak membawa partai besar, sumber dana, dan pengalaman di pemerintah pusat. Apalagi, Anies Baswedan dapat menjadi ancaman bagi sang capres karena bisa menjadi matahari kembar bagi presiden terpilih nanti.
“Sebaliknya, Airlangga Hartarto memang tidak menambah elektabilitas capres secara langsung melalui personal dirinya sendiri. Tapi, Airlangga bisa mempengaruhi elektabilitas capres secara tidak langsung. Itu karena Airlangga membawa mesin partai besar, sumber dana, dan pengalaman di pemerintah pusat untuk isu ekonomi,” terang Ade.
Dia mengungkapkan di luar Anies Baswedan dalam bursa cawapres yang mampu mendongkrak elektabilitas capres, Airlangga Hartarto tetap memperoleh indeks cawapres tertinggi. Index cawapres ini merupakan variabel yang menjadi pertimbangan penentuan cawapres, yakni elektabilitas, ketua umum partai politik, tokoh dari ormas besar, pengalaman pemerintahan, dan jaringan sumber dana.
Airlangga Hartarto unggul karena ada tiga variabel yang dimiliki, yakni ketua umum partai politik, pengalaman pemerintahan, dan jaringan sumber dana. Sedangkan, cawapres lain hanya memiliki satu atau dua variabel saja adalah Erick Thohir, Muhaimin Iskandar, Sandiaga Uno, Mahfud MD, dan Khofifah Indar Parawansa.
Ade melanjutkan jika Anies Baswedan gagal mendapatkan tiket capres di Pilpres 2024, ada beberapa opsi yang bisa dipilihnya. Anies Baswedan bisa bertarung kembali di Pilkada DKI Jakarta 2024-2029 atau masuk dalam bursa cawapres.
“Apa pun yang dipilihnya, Anies tentu memilih membuatnya lebih mudah untuk mendapatkan tiket capres di 2029. Satu periode menjadi orang nomor satu di Jakarta tentu menjadi modal utama Anies untuk maju kembali di Pilkada DKI 2024,” papar Ade.
Jika lebih memilih masuk ke bursa cawapres, Anies Baswedan belum tentu akhirnya yang dipilih meski dapat menaikkan elektabilitas sang capres. Pasalnya, Anies Baswedan berpotensi menjadi matahari kembar bagi presiden terpilih nantinya.
“Di samping itu ada rasa khawatir presiden terpilih. Dengan menjadi wapres, bukankah itu membuat Anies menjadi capres yang lebih kuat lagi di 2029 untuk kelak menantang sang presiden itu sendiri?” ujarnya.
Jika Anies Baswedan gagal mendapatkan tiket capres, nasib partai politik Koalisi Perubahan kemungkinan bakal pecah. Melihat jejak panjang persaingan politik maka kecil kemungkinan Partai Demokrat dan Partai Nasdem bergabung dengan PDIP.
Sementara, karena alasan ideologi atau politik agama, kecil pula kemungkinan PKS berkumpul dengan PDIP untuk mendukung Ganjar Pranowo. “Jauh lebih besar kemungkinan semua partai Koalisi Perubahan, Nasdem, PKS, dan Demokrat bergabung dengan Prabowo,” pungkasya.
LSI Denny JA melakukan survei tatap muka (face to face interview) dengan menggunakan kuesioner kepada 1.200 responden di seluruh Indonesia pada 3-14 Mei 2023 dengan margin of error survei ini sebesar 2,9%.
Selain survei dengan metode kuantitatif, LSI Denny JA juga memperkaya informasi dan analisa atas isu paling mutakhir dengan metode kualitatif, seperti analisis media, in depth interview, expert judgement, dan focus group discussion.
Dalam kasus ini, Anies Baswedan tersisih bukan karena kalah suara di hari pemungutan suara tapi karena mantan Gubernur DKI Jakarta itu gagal mendapatkan tiket capres 2024. Hal ini bisa terjadi jika Partai Demokrat pimpinan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) bermasalah secara hukum karena MA memenangkan gugatan Peninjauan Kembali (PK) Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko.
“Kemungkinan kalahnya Demokrat versi AHY di Mahkamah Agung belum pasti. Tapi kemungkinan itu tak bisa sama sekali diabaikan. Tanpa kehadiran Anies Baswedan sebagai capres, maka Pilpres 2024 hanya diikuti oleh All The President’s Men: Prabowo versus Ganjar,” ujar Peneliti LSI Denny JA Ade Mulyana dalam keterangannya, Senin (5/6/2023).
Menurut Ade Mulyana, jika Anies Baswedan gagal mendapatkan tiket capres, maka Pilpres 2024 hanya diikuti oleh calon presiden dari dua partai besar, yakni Ganjar Pranowo dari PDIP melawan Prabowo Subianto dari Partai Gerindra.
Namun yang menjadi pertanyaan, bagaimana dengan partai besar lainnya, seperti Partai Golkar? Jika Anies gagal mendapatkan tiket capres dari Koalisi Perubahan, peluang Partai Golkar justru lebih hidup.
Ade mengatakan Partai Golkar dapat membuat Anies Baswedan memperoleh tiket capres cukup dengan berkoalisi dengan salah satu partai apa saja agar mendapatkan tiket minimum 20% kursi DPR, di luar PPP yang sudah mendukung Ganjar Pranowo.
Golkar juga akan memiliki daya tawar lebih kuat lagi karena dapat menggertak jika Airlangga Hartarto tak menjadi cawapres terpilih, baik oleh Ganjar Pranowo atau Prabowo Subianto. Partai Golkar bersama partai politik lain dapat menghidupkan kembali tiket capres Anies Baswedan di Pilpres 2024.
“Tapi, tentu itu bergantung pula pada kenekatan Airlangga Hartarto. Dia akan berhitung apa yang akan menimpa dirinya dan Partai Golkar jika berani mencalonkan Anies Baswedan sebagai capres. Airlangga akan berkaca dari apa yang dialami Surya Paloh,” jelas Ade.
Selain itu, kata Ade, jika pada akhirnya Anies Baswedan juga tidak mendapatkan tiket capres dari Partai Golkar maka bursa cawapres di Pilpres 2024 akan bertambah. Peringkat pertama Cawapres 2024 akan mengerucut kepada Anies Baswedan versus Airlangga Hartarto karena masing-masing memiliki kekuatan dan kelemahannya.
Anies Baswedan dinilai bisa menambah elektabilitas capres, berbeda dengan cawapres lain. Namun, Anies Baswedan tidak membawa partai besar, sumber dana, dan pengalaman di pemerintah pusat. Apalagi, Anies Baswedan dapat menjadi ancaman bagi sang capres karena bisa menjadi matahari kembar bagi presiden terpilih nanti.
“Sebaliknya, Airlangga Hartarto memang tidak menambah elektabilitas capres secara langsung melalui personal dirinya sendiri. Tapi, Airlangga bisa mempengaruhi elektabilitas capres secara tidak langsung. Itu karena Airlangga membawa mesin partai besar, sumber dana, dan pengalaman di pemerintah pusat untuk isu ekonomi,” terang Ade.
Dia mengungkapkan di luar Anies Baswedan dalam bursa cawapres yang mampu mendongkrak elektabilitas capres, Airlangga Hartarto tetap memperoleh indeks cawapres tertinggi. Index cawapres ini merupakan variabel yang menjadi pertimbangan penentuan cawapres, yakni elektabilitas, ketua umum partai politik, tokoh dari ormas besar, pengalaman pemerintahan, dan jaringan sumber dana.
Airlangga Hartarto unggul karena ada tiga variabel yang dimiliki, yakni ketua umum partai politik, pengalaman pemerintahan, dan jaringan sumber dana. Sedangkan, cawapres lain hanya memiliki satu atau dua variabel saja adalah Erick Thohir, Muhaimin Iskandar, Sandiaga Uno, Mahfud MD, dan Khofifah Indar Parawansa.
Ade melanjutkan jika Anies Baswedan gagal mendapatkan tiket capres di Pilpres 2024, ada beberapa opsi yang bisa dipilihnya. Anies Baswedan bisa bertarung kembali di Pilkada DKI Jakarta 2024-2029 atau masuk dalam bursa cawapres.
“Apa pun yang dipilihnya, Anies tentu memilih membuatnya lebih mudah untuk mendapatkan tiket capres di 2029. Satu periode menjadi orang nomor satu di Jakarta tentu menjadi modal utama Anies untuk maju kembali di Pilkada DKI 2024,” papar Ade.
Jika lebih memilih masuk ke bursa cawapres, Anies Baswedan belum tentu akhirnya yang dipilih meski dapat menaikkan elektabilitas sang capres. Pasalnya, Anies Baswedan berpotensi menjadi matahari kembar bagi presiden terpilih nantinya.
“Di samping itu ada rasa khawatir presiden terpilih. Dengan menjadi wapres, bukankah itu membuat Anies menjadi capres yang lebih kuat lagi di 2029 untuk kelak menantang sang presiden itu sendiri?” ujarnya.
Jika Anies Baswedan gagal mendapatkan tiket capres, nasib partai politik Koalisi Perubahan kemungkinan bakal pecah. Melihat jejak panjang persaingan politik maka kecil kemungkinan Partai Demokrat dan Partai Nasdem bergabung dengan PDIP.
Sementara, karena alasan ideologi atau politik agama, kecil pula kemungkinan PKS berkumpul dengan PDIP untuk mendukung Ganjar Pranowo. “Jauh lebih besar kemungkinan semua partai Koalisi Perubahan, Nasdem, PKS, dan Demokrat bergabung dengan Prabowo,” pungkasya.
LSI Denny JA melakukan survei tatap muka (face to face interview) dengan menggunakan kuesioner kepada 1.200 responden di seluruh Indonesia pada 3-14 Mei 2023 dengan margin of error survei ini sebesar 2,9%.
Selain survei dengan metode kuantitatif, LSI Denny JA juga memperkaya informasi dan analisa atas isu paling mutakhir dengan metode kualitatif, seperti analisis media, in depth interview, expert judgement, dan focus group discussion.
(kri)