Batas Waktu Anak Perkawinan Campur Menjadi WNI Tinggal Setahun Lagi

Sabtu, 03 Juni 2023 - 23:27 WIB
loading...
Batas Waktu Anak Perkawinan...
Direktur Tata Negara Ditjen AHU Kemenkumham Baroto. FOTO/DOK.DITJEN AHU KEMENKUMHAM
A A A
JAKARTA - Anak-anak hasil perkawinan campur yang belum mendaftar atau sudah mendaftar tetapi terlambat memilih diminta segera mengajukan permohonan jika ingin menjadi warga negara Indonesia (WNI). Sebab, batas waktu pengajuan dibatasi hingga 31 Mei 2024.

Hal ini disampaikan Direktur Tata Negara Ditjen Administrasi Hukum Umum (AHU) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), Baroto dalam Online Talkshow berjudul 'Satu Tahun Lagi! Kesempatan Menjadi WNI Bagi Anak Berkewarganegaraan Ganda yang Terlambat Memilih. Memahami PP Nomor 21 Tahun 2022', Sabtu (3/6/2023).

Hadir narasumber lain yakni Ketua Djokosoetono Research Center & Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia Patricia Rinwigati, Dosen Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran dan PhD Candidate di VVI-Leiden University Bilal Dewansyah, public figure bagian dari keluarga perkawinan campur Richard Kyle.

Sebagai moderator adalah Ketua Aliansi Pelangi Antar Bangsa (APAB) Nia Schumacher. Untuk diketahui, Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan RI, Indonesia hanya mengenal kewarganegaraan tunggal dan kewarganegaraan ganda terbatas.



WNI yang memiliki kewarganegaraan ganda terbatas adalah anak hasil perkawinan campuran antara WNI dan Warga Negara Asing (WNA). Dikatakan terbatas karena ketika berusia 18 tahun, atau paling lambat 21 tahun, anak yang memiliki kewarganegaraan ganda tersebut harus memilih apakah akan menjadi WNI atau WNA.

Hingga saat ini masih terdapat anak hasil perkawinan campur yang tidak didaftarkan orang tuanya atau sudah mendaftar tetapi terlambat melakukan pilihan. Sesuai ketentuan undang-undang, anak tersebut akan terancam menjadi orang asing atau WNA.

Hal ini tentunya akan menjadi permasalahan yang kompleks dan tidak sesuai dengan semangat perlindungan dan kepastian hukum.

Baroto mengatakan, Kemenkumham berkomitmen memberikan perlindungan dan kepastian hukum terhadap anak-anak hasil perkawinan campur melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2022 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 2 tahun 2007 tentang Tata Cara Memperoleh, Kehilangan, Pembatalan, dan Memperoleh Kembali Kewarganegaraan RI.

”Terhadap anak-anak tersebut diberikan kemudahan persyaratan dan diberikan perpanjangan waktu untuk mengajukan permohonan menjadi WNI dalam jangka waktu 2 tahun (sejak tanggal 31 Mei 2022 sampai dengan 31 Mei 2024),” kata Baroto dalam keterangan tertulis, Sabtu (3/6/2023).

Ia berharap talkshow ini dapat menjadi media sosialisasi penerapan PP Nomor 21 Tahun 2022, sehingga anak-anak hasil perkawinan campur yang belum mendaftar atau sudah mendaftar tetapi belum memilih kewarganegaraan Indonesia segera mengajukan permohonan untuk menjadi WNI kepada Presiden melalui Menkumham.

Permohonan diajukan melalui Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM sesuai dengan tempat tinggal pemohon. "Mohon diingat bahwa kesempatan ini hanya sampai 31 Mei 2024, satu tahun lagi," kata Baroto.

Sementara itu, Bilal Dewansyah menilai PP Nomor 21 Tahun 2022 bukan skema ideal untuk melindungi status kewarganegaraan keluarga perkawinan campuran. Negara tetangga, Thailand dan Filipina, bahkan membolehkan dwi kewarganegaraan secara permanen, bukan hanya bagi anak, tetapi juga orang tuanya.

"Namun untuk saat ini, PP 21/2022 setidaknya telah memberikan alternatif perlindungan bagi anak dari perkawinan campuran untuk mendapatkan haknya kembali menjadi WNI berdasarkan Undang-Undang Kewarganegaraan 2006," ujarnya.

Patricia Rinwigati menyampaikan apresiasinya terhadap terobosan ini sebagai salah satu langkah yang berani dari AHU. Namun dia khawatir dengan terbatasnya waktu yang diberikan. Sebab, kelengkapan persyaratan untuk mengajukan kewarganegaraan sangat beragam serta belum mengakomodasi anak di luar negeri yang ingin kembali menjadi WNI.

Dosen FHUI ini mengatakan, setelah hampir 20 tahun, sudah waktunya untuk merevisi UU Nomor 12 Tahun 2006, setidaknya untuk mengakomodir dampak dari globalisasi. Dalam konteks tersebut, dia mengimbau agar dapat dipertimbangkan lagi kewarganegaraan ganda untuk mengakomodasi tuntutan masyarakat yang semakin mobile.

Pendapat menarik disampaikan Richard Kyle yang memiliki ibu WNI dan ayah WNA Australia. Sebagai anak dari keluarga perkawinan campuran, Richard merasakan keterbatasan peraturan, apalagi karena sekarang lebih banyak berada di Indonesia.

Richard menyadari dia tidak termasuk menjadi subjek PP 21/2022 karena usianya yang sudah melewati batas. Namun dia berharap pemerintah dapat memikirkan solusi terbaik dan terjangkau, terlebih dia yang lahir dari ibu WNI, agar tidak disamakan dengan WNA murni.

Richard yang menyelesaikan pendidikan dari RMIT University ini mengimbau kepada anak-anak berkewarganegaraan ganda lainnya untuk bisa memanfaatkan waktu setahun jika mereka ingin menjadi WNI.

Nia Schumacher mengapresiasi PP 21/2022 sebagai bagian dari upaya perlindungan pemerintah terhadap anak-anak dari keluarga perkawinan campuran. Namun ia melihat, sisa waktu yang tinggal setahun, mungkin tidak cukup, mengingat pemahaman terhadap PP ini belum begitu menyeluruh.

Di sisi lain, masih banyak anak-anak lain yang tidak termasuk dalam PP ini dan ketika mereka ingin memilih kewarganegaraan Indonesia, harus menempuh naturalisasi. Padahal mereka adalah bagian dari keluarga Indonesia, namun proses naturalisasinya disamakan dengan WNA murni. Bukan hanya prosesnya yang tidak mudah, namun biaya yang harus dikeluarkan pun tidak sedikit.

"Kami berharap pemerintah juga dapat memikirkan nasib anak-anak ini. Jika tidak, banyak potensi dari anak-anak tersebut bisa hilang dari negara ini," katanya.
(ams)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1435 seconds (0.1#10.140)