24 Napiter Ikrar Setia NKRI, BNPT Minta Ajaran Kekerasan Ditinggalkan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Sebanyak 24 narapidana terorisme (napiter) di Lembaga Pemasyarakatan Khusus Terorisme (Lapsuster) Kelas II B Sentul, Bogor, Jawa Barat mengucapkan ikrar setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pengucapan ikrar setia dilaksanakan di Balai Latihan Kerja (BLK) Lapsuster, Kompleks Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Sentul, Rabu (3/5/2023).
Kepala BNPT Komjen Pol Rycko Amelza Dahniel berharap pengucapan ikrar setiap benar-benar dilakukan sebagai titik balik meninggalkan ajaran-ajaran kekerasan.
"Kita berharap bahwa saudara-saudara kita (napiter) yang mengikuti ajaran-ajaran tentang kekerasan dilakukan pembinaan dalam bentuk program deradikalisasi, sebagai upaya untuk mulai meninggalkan cara-cara kekerasan dalam menjalankan kehidupannya. Itu yang paling penting," kata Rycko Amelza Dahniel dalam keterangan tertulis, Kamis (4/5/2023).
Ia menjelaskan, Indonesia adalah negeri yang dibangun dari berbagai perbedaan yang kemudian bersatu dalam NKRI. Menurutnya, peberdaan adalah suatu keniscayaan dan bisa menjadi kekuatan jika dipersatukan tanpa menggunakan kekerasan.
"Karena ideologi terorisme ini menggajarkan kekerasan, menebarkan rasa takut seperti di sebuah penyakit dalam kehidupan sosial kita, penyakit sosial. Undang-undang mengatakan sebagai sebuah kejahatan serius, bahkan beberapa konvensi-konvensi internasional mengataka bahwa kejahatan ini menyebabkan penderitaan yang luar biasa, extraordinary crime," katan mantan Kepala Lembaga Pendidikan dan Lathan (Kalemdiklat) Polri ini.
Kejahatan atau ideologi kekerasan, menurut alumnus Akpol 1988 ini, telah merusak rasa kemanusiaan. Sebab, tidak bisa menerima perbedaan, menyebarkan rasa takut kepada seluruh umat manusia, mau menang sendiri dengan menggunakan berbagai cara-cara kekerasan untuk mencapai tujuannya.
Ideologi kekerasan ini juga tidak sesuai dengan Pancasila. "Ideologi Pancasila ini dibangun atas unity of diversity, kita bisa bersatu dari berbagai perbedaan. Karena negeri Indonesia ini dibangun dari berbagai perbedaan untuk membentuk suatu negara. Itulah yang disebut dengan nilai-nilai kebangsaan," kata mantan Kepala Badan Intelijen dan Keamanan (Kabaintelkam) Polri ini.
Menurutnya, pembekalan materi wawasan kebangsaan, wawasan keagamaan, dan wawasan kewirausahaan turut diberikan kepada para napiter di BLK. Setelah keluar dari Lapsuster Kelas II B Sentul, diharapkan mereka bisa berkarya, sehingga bisa menyejahterakan keluarganya.
"Karena ini adalah usaha bangsa kita di bawah arahan bapak Presiden (Joko Widodo) bahwa kita ingin meningkatkan kualitas hidup mereka semuanya. Bukan sekedar dilakukan pemberian hukuman vonis, akan tetapi lebih daripada itu, kita juga ingin meningkatkan kesejahteraan mereka dan meningkatkan kualitas hidup mereka," kata Rycko.
Perwira Tinggi yang pernah menjabat sebagai Gubernur Akademi Kepolisian (Akpol) ini berharap agar para napiter yang telah melepas baiatnya benar-benar dilepas dari hati, bukan karena mengharapkan remisi atau pembebasan bersyarat (PB).
"Mari kita jaga kehidupan yang damai, kehidupan Indonesia damai, saling menyayangi antara satu dengan yang lainnya. Manusia menyayangi manusia yang lainnya, manusia menghormati manusia yang lain, dan manusia yang melindungi serta menjaga manusia yang lain," kata Rycko.
Pada acara yang sama, Kepala Divisi Pemasyarakatan Kanwil Kemenkum HAM Jawa Barat, Kusnali megungkapkan, pengucapan Ikrar Setia NKRI 24 napiter sebagai wujud keberhasilan program pembinaan yang dilakukan lapas, serta dukungan kolaborasi dari BNPT, Densus 88/Antiteror Polri, Kesbangpol, dan Forkopimda. Semuanya ikut andil, sehingga program pembinaan ini bisa berjalan.
"Ada tiga kata kunci program keberhasilan dalam program pembinaan. Pertama, narapidana, kedua, petugas dan yang ketiga adalah masyarakat atau stakeholder. Kalau ketiga komponen ini ikut bekerjasama dan berkolaborasi satu tujuan Insya Allah program pembinaan akan berjalan dengan maksimal," katanya.
Menurut Kusnali, ikrar setia kepada NKRI yang disampaikan 24 napi terorisme ini keluar dari hati sanubari tulus bukan atas paksaan. "Jadi tidak semata-mata agar dapat terpenuhinya hak-hak integrasi, baik itu remisi, pembebasan bersyarat, dan sebagainya, tapi betul-betul karena kesadaran dan keikhlasan yang keluar dari lubuk hati dari warga binaan itu sendiri," katanya.
Salah satu napiter yang turut mengucapkan Ikrar Setia NKRI, Dudi Iskandar mengatakan, selama menghuni Lapas Kelas II B Sentul seperti berada di rumah sendiri. Dirinya mendapatkan petugas yang sangat rendah hati dan memanusiakan dirinya sebagai warga negara.
"Selama di sini saya diberikan pembinaan baik dari sisi keagamaan yang disampaikan oleh para alim ulama di Kota Bogor ini. Kemudian juga diberikan wawasan kebangsaan yang menyadarkan saya betapa pentingnya untuk menjaga kesatuan dan kesatuan RI di tengah keberagaman yang sebetulnya sangat rentan terjadinya perpecahan," ujar Dudi.
Hal tersebut, menurutnya, sebagai upaya mengingatkan dirinya betapa susah payah menjaga kesatuan dan keharmonisan di Indonesia. Untuk itu Dudi mengaku jika sudah bebas nantinya akan terlibat dan berperan aktif untuk terus menjaga kedamaian keamanan dan keharmonisan di Indonesia ini.
"Saya melepaskan baiat dan meninggalkan jaringan kelompok saya yaitu Jamaah Islamiyah. Ini berangkat dari kesadaran dari pembinaan yang saya dapatkan di Lapas Sentul ini. Saya menyatakan Ikrar Setia NKRI tidak semata-mata ingin mendapatkan remisi ataupun pembebasan bersyarat tetapi lahir dari lubuk hati kami yang terdalam bahwa kami kembali menjadi warga negara Republik Indonesia. InsyaAllah akan menjadi warga yang baik, taat hukum, bertanggung jawab dan berperan aktif untuk pembangunan Republik Indonesia ini," katanya.
Pembacaaan Ikrar Setia NKRI 24 napiter dipandu langsung Direktur Deradikalisasi BNPT Brigjen Pol R Ahmad Nurwakhid. Tampak jadir Sekretaris Utama (Sestama) BNPT Bangbang Surono; Deputi bidang Pencegahan, Perlindungan, dan Deradikalisasi BNPT Mayjen TNI Nisan Setiadi; Kepala Biro Umum Marsma TNI Fanfan Infansyah; Kepala Biro Perencanaan, Hukum dan Humas Brigjen TNI Roedy Widodo; Kasubdit Binad Lapsuster Kolonel Inf Kurniawan; Kabag Hukum dan Humas Kombes Pol Astuti Idris; dan tamu undangan lainnya dari stakeholder terkait.
Kepala BNPT Komjen Pol Rycko Amelza Dahniel berharap pengucapan ikrar setiap benar-benar dilakukan sebagai titik balik meninggalkan ajaran-ajaran kekerasan.
"Kita berharap bahwa saudara-saudara kita (napiter) yang mengikuti ajaran-ajaran tentang kekerasan dilakukan pembinaan dalam bentuk program deradikalisasi, sebagai upaya untuk mulai meninggalkan cara-cara kekerasan dalam menjalankan kehidupannya. Itu yang paling penting," kata Rycko Amelza Dahniel dalam keterangan tertulis, Kamis (4/5/2023).
Ia menjelaskan, Indonesia adalah negeri yang dibangun dari berbagai perbedaan yang kemudian bersatu dalam NKRI. Menurutnya, peberdaan adalah suatu keniscayaan dan bisa menjadi kekuatan jika dipersatukan tanpa menggunakan kekerasan.
"Karena ideologi terorisme ini menggajarkan kekerasan, menebarkan rasa takut seperti di sebuah penyakit dalam kehidupan sosial kita, penyakit sosial. Undang-undang mengatakan sebagai sebuah kejahatan serius, bahkan beberapa konvensi-konvensi internasional mengataka bahwa kejahatan ini menyebabkan penderitaan yang luar biasa, extraordinary crime," katan mantan Kepala Lembaga Pendidikan dan Lathan (Kalemdiklat) Polri ini.
Kejahatan atau ideologi kekerasan, menurut alumnus Akpol 1988 ini, telah merusak rasa kemanusiaan. Sebab, tidak bisa menerima perbedaan, menyebarkan rasa takut kepada seluruh umat manusia, mau menang sendiri dengan menggunakan berbagai cara-cara kekerasan untuk mencapai tujuannya.
Ideologi kekerasan ini juga tidak sesuai dengan Pancasila. "Ideologi Pancasila ini dibangun atas unity of diversity, kita bisa bersatu dari berbagai perbedaan. Karena negeri Indonesia ini dibangun dari berbagai perbedaan untuk membentuk suatu negara. Itulah yang disebut dengan nilai-nilai kebangsaan," kata mantan Kepala Badan Intelijen dan Keamanan (Kabaintelkam) Polri ini.
Menurutnya, pembekalan materi wawasan kebangsaan, wawasan keagamaan, dan wawasan kewirausahaan turut diberikan kepada para napiter di BLK. Setelah keluar dari Lapsuster Kelas II B Sentul, diharapkan mereka bisa berkarya, sehingga bisa menyejahterakan keluarganya.
"Karena ini adalah usaha bangsa kita di bawah arahan bapak Presiden (Joko Widodo) bahwa kita ingin meningkatkan kualitas hidup mereka semuanya. Bukan sekedar dilakukan pemberian hukuman vonis, akan tetapi lebih daripada itu, kita juga ingin meningkatkan kesejahteraan mereka dan meningkatkan kualitas hidup mereka," kata Rycko.
Perwira Tinggi yang pernah menjabat sebagai Gubernur Akademi Kepolisian (Akpol) ini berharap agar para napiter yang telah melepas baiatnya benar-benar dilepas dari hati, bukan karena mengharapkan remisi atau pembebasan bersyarat (PB).
"Mari kita jaga kehidupan yang damai, kehidupan Indonesia damai, saling menyayangi antara satu dengan yang lainnya. Manusia menyayangi manusia yang lainnya, manusia menghormati manusia yang lain, dan manusia yang melindungi serta menjaga manusia yang lain," kata Rycko.
Pada acara yang sama, Kepala Divisi Pemasyarakatan Kanwil Kemenkum HAM Jawa Barat, Kusnali megungkapkan, pengucapan Ikrar Setia NKRI 24 napiter sebagai wujud keberhasilan program pembinaan yang dilakukan lapas, serta dukungan kolaborasi dari BNPT, Densus 88/Antiteror Polri, Kesbangpol, dan Forkopimda. Semuanya ikut andil, sehingga program pembinaan ini bisa berjalan.
"Ada tiga kata kunci program keberhasilan dalam program pembinaan. Pertama, narapidana, kedua, petugas dan yang ketiga adalah masyarakat atau stakeholder. Kalau ketiga komponen ini ikut bekerjasama dan berkolaborasi satu tujuan Insya Allah program pembinaan akan berjalan dengan maksimal," katanya.
Menurut Kusnali, ikrar setia kepada NKRI yang disampaikan 24 napi terorisme ini keluar dari hati sanubari tulus bukan atas paksaan. "Jadi tidak semata-mata agar dapat terpenuhinya hak-hak integrasi, baik itu remisi, pembebasan bersyarat, dan sebagainya, tapi betul-betul karena kesadaran dan keikhlasan yang keluar dari lubuk hati dari warga binaan itu sendiri," katanya.
Salah satu napiter yang turut mengucapkan Ikrar Setia NKRI, Dudi Iskandar mengatakan, selama menghuni Lapas Kelas II B Sentul seperti berada di rumah sendiri. Dirinya mendapatkan petugas yang sangat rendah hati dan memanusiakan dirinya sebagai warga negara.
"Selama di sini saya diberikan pembinaan baik dari sisi keagamaan yang disampaikan oleh para alim ulama di Kota Bogor ini. Kemudian juga diberikan wawasan kebangsaan yang menyadarkan saya betapa pentingnya untuk menjaga kesatuan dan kesatuan RI di tengah keberagaman yang sebetulnya sangat rentan terjadinya perpecahan," ujar Dudi.
Hal tersebut, menurutnya, sebagai upaya mengingatkan dirinya betapa susah payah menjaga kesatuan dan keharmonisan di Indonesia. Untuk itu Dudi mengaku jika sudah bebas nantinya akan terlibat dan berperan aktif untuk terus menjaga kedamaian keamanan dan keharmonisan di Indonesia ini.
"Saya melepaskan baiat dan meninggalkan jaringan kelompok saya yaitu Jamaah Islamiyah. Ini berangkat dari kesadaran dari pembinaan yang saya dapatkan di Lapas Sentul ini. Saya menyatakan Ikrar Setia NKRI tidak semata-mata ingin mendapatkan remisi ataupun pembebasan bersyarat tetapi lahir dari lubuk hati kami yang terdalam bahwa kami kembali menjadi warga negara Republik Indonesia. InsyaAllah akan menjadi warga yang baik, taat hukum, bertanggung jawab dan berperan aktif untuk pembangunan Republik Indonesia ini," katanya.
Pembacaaan Ikrar Setia NKRI 24 napiter dipandu langsung Direktur Deradikalisasi BNPT Brigjen Pol R Ahmad Nurwakhid. Tampak jadir Sekretaris Utama (Sestama) BNPT Bangbang Surono; Deputi bidang Pencegahan, Perlindungan, dan Deradikalisasi BNPT Mayjen TNI Nisan Setiadi; Kepala Biro Umum Marsma TNI Fanfan Infansyah; Kepala Biro Perencanaan, Hukum dan Humas Brigjen TNI Roedy Widodo; Kasubdit Binad Lapsuster Kolonel Inf Kurniawan; Kabag Hukum dan Humas Kombes Pol Astuti Idris; dan tamu undangan lainnya dari stakeholder terkait.
(abd)