E-rekap dalam Pilkada, Siapkah?
loading...
A
A
A
Ferry Kurnia Rizkiyansyah
Direktur Eksekutif NETGRIT (Network for Democracy and Electoral Integrity), Pengajar Ilmu Politik Unpad dan Unikom, serta Anggota KPU RI 2012-2017
TAHAPAN paling krusial dalam mengawal suara pemilih dan kerap kali mendatangkan sejumlah problematika serta polemik adalah tahapan pemungutan, penghitungan, serta rekapitulasi suara. Untuk mencegah manipulasi dan kecurangan dalam tahapan tersebut; meningkatkan partisipasi publik, meningkatkan kepercayaan masyarakat, kontestan pemilu, serta pemangku kepentingan lainnya, penguatan teknologi dalam pilkada dan pemilu menjadi suatu keniscayaan. Hal ini bertujuan agar proses dan hasil pemilu bisa berlangsung lebih cepat, efektif, efisien, akurat, transparan, dan akuntabel. Meski bukan hal baru bagi KPU, karena sudah diawali penerapan sistem informasi penghitungan suara (situng), tapi KPU perlu melakukan kajian mendalam terkait gagasan penggunaan teknologi dalam pemilu dan pilkada.
Untuk itu, setidaknya ada beberapa hal dalam penerapan e-rekap pada pilkada yang perlu mendapat perhatian serius. Pertama, identifikasi infrastruktur teknologi apa yang dibutuhkan ketika sudah diputuskan jenis teknologi e-rekap yang akan digunakan. Kedua, memetakan kesiapan kelembagaan KPU, terutama sumber daya manusianya dalam mempersiapkan dan menggunakan e-rekap, termasuk kesiapan Bawaslu sebagai pengawas pilkada. Ketiga, mengidentifikasi manajemen standar operasional prosedur yang diperlukan dalam penerapan e-rekap, termasuk antisipasi keamanan teknologi yang diperlukan. Pilihan Model E-rekap Terdapat tiga model e-rekap yang diujicobakan dengan menggunakan Formulir C1 Plano sebagai basis data utama untuk dilakukan e-rekap (rekapitulasi elektronik/rekap-el). Ketiga model ini sama-sama menggunakan teknik memfoto C1 Plano yang sudah didesain khusus dengan kode berbeda di setiap TPS untuk dimasukkan dalam sistem e-rekap. Adapun ketiga model tersebut, antara lain sebagai berikut. Pertama, model rekap-el optical character recognition (OCR). Pada model ini Formulir C1 Plano menyediakan dua kolom utama, yakni kolom tally untuk menulis hasil hitung satu per satu dari surat suara dan kolom jumlah akhir dari hasil penjumlah di kolom tally . E-rekap dilakukan dengan cara memfoto kedua kolom ini yang kemudian mesin akan membaca hasil penghitungan di TPS tersebut.
Kedua, model e-rekap optical mark recgnition (OMR). Pada model ini formulir C1 Plano menyediakan tiga kolom berbeda; (1) kolom tally untuk menulis hasil hitung satu per satu dari surat suara, (2) kolom jumlah akhir dari hasil penjumlah di kolom tally, (3) kolom jumlah akhir dari perolehan suara dari masing-masing pasangan calon yang ditulis dengan cara melingkari angka yang sudah disediakan dari Formulir C1 Plano tersebut. Kolom ketiga dengan melingkari ini kemudian difoto dan akan dibaca sistem.
Ketiga, penggabungan model OCR dan OMR. Pada model ini Formulir C1 Plano terdiri dari gabungan kolom yang ada di sistem OCR dan OMR. Sistem akan membaca hasil perolehan suara berdasarkan kolom akhir dari model C1 Plano OCR yang ditulis dalam angka dan OMR yang ditulis dengan cara melingkari. E-rekap Sebagai Solusi E-rekap merupakan jawaban atas persoalan tahapan rekapitulasi berjenjang yang memakan waktu lama dan berpotensi terjadi kekeliruan pada prosesnya. Dengan memanfaatkan e-rekap, persoalan klasik dalam rekapitulasi manual dari empat dekade pemilu bisa diselesaikan. Setelah Pemilu 2019 selesai, KPU harus sudah mulai bekerja mempersiapkan penggunaan e-rekap dengan tiga tahapan utama, yakni evaluasi, persiapan, dan pelaksanaan. Evaluasi dilakukan dengan mengundang berbagai pihak dari kalangan masyarakat sipil dan KPU daerah untuk mengevaluasi penggunaan situng pada Pemilu 2019 dan pilkada-pilkada sebelumnya. Pada tahapan persiapan, salah satu kegiatan yang dilakukan ialah melakukan kajian dari tiga aspek, yakni hukum, teknis, dan teknologi.
Selain persoalan payung hukum, aspek lain perlu diperhatikan dalam tahapan penerapan e-rekap ialah kesiapan teknis dan nonteknis, baik sumber daya manusia sampai dengan ketersediaan waktu yang cukup di tengah keterbatasan waktu menuju pilkada serentak. Untuk itu, sebagai sebuah ide sekaligus pilihan solusi, penerapan e-rekap secara fundamental didukung bersama berbagai kalangan dan stakeholders, namun pada tahapan implementasinya memerlukan pendekatan dan tahapan terukur. Jangan sampai e-rekap menjadi paradoks, alih-alih menjawab persoalan justru menghadirkan persoalan baru ketika tidak dipersiapkan dengan baik pada tahapan penerapannya.
Karena itu, pada tahapan penerapan e-rekap terdapat beberapa hal perlu diperhatikan secara saksama oleh penyelenggara pemilu di antaranya sebagai berikut. Pertama, penerapan e-rekap di pilkada tidak hanya cukup diatur dalam PKPU, namun perlu ditegaskan dalam undang-undang yang tidak hanya mengatur pada bab rekapitulasi, melainkan juga standar penggunaan, mekanisme audit, kewenangan penyelenggara ad-hoc dalam tahapan rekapitulasi, mekanisme pleno penentuan hasil pemilu, mekanisme keberatan, sampai dengan mekanisme perselisihan hasil pemilu. Kedua, uji coba yang dilakukan KPU perlu dilakukan terbuka dengan melibatkan publik. Komunikasi KPU terhadap rencana penerapan e-rekap perlu dilakukan secara komprehensif, intens, dan terbuka, dalam meminimalisasikan adanya upaya spin issues terhadap e-rekap.
Ketiga, perlu dipertegas apakah e-rekap di pilkada serentak terdekat bersifat uji coba di mana e-rekap tetap dilakukan, tetapi hasil resmi merujuk pada rekapitulasi manual atau e-rekap sebagai pilot project, ketika e-rekap dilakukan dan hasil resmi serta penentuan calon terpilih berdasarkan e-rekap. Di tengah kerangka hukum belum memadai dan ketersediaan waktu terbatas, alangkah jauh lebih baik e-rekap diterapkan pada posisi uji coba. Selain itu, di tengah adanya upaya penataan ulang jadwal pilkada yang disuarakan oleh kalangan masyarakat sipil, uji coba e-rekap bisa dilakukan kembali pada pilkada berikutnya jika terjadi penyesuaian jadwal. Dengan begitu, tahapan uji coba yang memadai bisa menyiapkan teknis dan nonteknis e-rekap bertujuan membangun kepercayaan publik dan dukungan publik terhadap e-rekap sebagai sebuah solusi persoalan rekapitulasi pemilu di Indonesia.
Keempat, ke depan karena e-rekap kebutuhannya tidak hanya untuk pilkada, tetapi pemilu legislatif dan presiden. Maka dari itu, penting membuat timeline khusus untuk pilkada dan timeline umum untuk rencana penerapan e-rekap pada pemilu legislatif mendatang. Kelima, perlunya sinergitas dan kesepahaman antara lembaga penyelenggara pemilu, dengan secara teknis KPU menyiapkan berbagai perangkat dan implementasinya, namun juga perlu didukung Bawaslu dan jajarannya sehingga tidak ada problem prinsip dan teknis dalam pelaksanaannya.
Keenam, antisipasi terhadap dua ancaman siber yang dihadapi, yakni berbasis teknologi dan nonteknologi. Ancaman siber berbasis teknologi terdiri dari Ddos, Hacking, SQL Injection, dan Deface. Sedangkan ancaman siber berbasis nonteknologi ialah disinformasi dalam hal ini adanya pihak melakukan spin informasi terhadap keberadaan situng sebagai portal informasi dan bukan hasil resmi menjadi seakan-akan hasil resmi.
Semoga penerapan e-rekap dalam pemilu atau pilkada ke depan semakin menunjukkan kredibilitas pemilu Indonesia yang semakin baik, transparan, dan berkualitas.
Direktur Eksekutif NETGRIT (Network for Democracy and Electoral Integrity), Pengajar Ilmu Politik Unpad dan Unikom, serta Anggota KPU RI 2012-2017
TAHAPAN paling krusial dalam mengawal suara pemilih dan kerap kali mendatangkan sejumlah problematika serta polemik adalah tahapan pemungutan, penghitungan, serta rekapitulasi suara. Untuk mencegah manipulasi dan kecurangan dalam tahapan tersebut; meningkatkan partisipasi publik, meningkatkan kepercayaan masyarakat, kontestan pemilu, serta pemangku kepentingan lainnya, penguatan teknologi dalam pilkada dan pemilu menjadi suatu keniscayaan. Hal ini bertujuan agar proses dan hasil pemilu bisa berlangsung lebih cepat, efektif, efisien, akurat, transparan, dan akuntabel. Meski bukan hal baru bagi KPU, karena sudah diawali penerapan sistem informasi penghitungan suara (situng), tapi KPU perlu melakukan kajian mendalam terkait gagasan penggunaan teknologi dalam pemilu dan pilkada.
Untuk itu, setidaknya ada beberapa hal dalam penerapan e-rekap pada pilkada yang perlu mendapat perhatian serius. Pertama, identifikasi infrastruktur teknologi apa yang dibutuhkan ketika sudah diputuskan jenis teknologi e-rekap yang akan digunakan. Kedua, memetakan kesiapan kelembagaan KPU, terutama sumber daya manusianya dalam mempersiapkan dan menggunakan e-rekap, termasuk kesiapan Bawaslu sebagai pengawas pilkada. Ketiga, mengidentifikasi manajemen standar operasional prosedur yang diperlukan dalam penerapan e-rekap, termasuk antisipasi keamanan teknologi yang diperlukan. Pilihan Model E-rekap Terdapat tiga model e-rekap yang diujicobakan dengan menggunakan Formulir C1 Plano sebagai basis data utama untuk dilakukan e-rekap (rekapitulasi elektronik/rekap-el). Ketiga model ini sama-sama menggunakan teknik memfoto C1 Plano yang sudah didesain khusus dengan kode berbeda di setiap TPS untuk dimasukkan dalam sistem e-rekap. Adapun ketiga model tersebut, antara lain sebagai berikut. Pertama, model rekap-el optical character recognition (OCR). Pada model ini Formulir C1 Plano menyediakan dua kolom utama, yakni kolom tally untuk menulis hasil hitung satu per satu dari surat suara dan kolom jumlah akhir dari hasil penjumlah di kolom tally . E-rekap dilakukan dengan cara memfoto kedua kolom ini yang kemudian mesin akan membaca hasil penghitungan di TPS tersebut.
Kedua, model e-rekap optical mark recgnition (OMR). Pada model ini formulir C1 Plano menyediakan tiga kolom berbeda; (1) kolom tally untuk menulis hasil hitung satu per satu dari surat suara, (2) kolom jumlah akhir dari hasil penjumlah di kolom tally, (3) kolom jumlah akhir dari perolehan suara dari masing-masing pasangan calon yang ditulis dengan cara melingkari angka yang sudah disediakan dari Formulir C1 Plano tersebut. Kolom ketiga dengan melingkari ini kemudian difoto dan akan dibaca sistem.
Ketiga, penggabungan model OCR dan OMR. Pada model ini Formulir C1 Plano terdiri dari gabungan kolom yang ada di sistem OCR dan OMR. Sistem akan membaca hasil perolehan suara berdasarkan kolom akhir dari model C1 Plano OCR yang ditulis dalam angka dan OMR yang ditulis dengan cara melingkari. E-rekap Sebagai Solusi E-rekap merupakan jawaban atas persoalan tahapan rekapitulasi berjenjang yang memakan waktu lama dan berpotensi terjadi kekeliruan pada prosesnya. Dengan memanfaatkan e-rekap, persoalan klasik dalam rekapitulasi manual dari empat dekade pemilu bisa diselesaikan. Setelah Pemilu 2019 selesai, KPU harus sudah mulai bekerja mempersiapkan penggunaan e-rekap dengan tiga tahapan utama, yakni evaluasi, persiapan, dan pelaksanaan. Evaluasi dilakukan dengan mengundang berbagai pihak dari kalangan masyarakat sipil dan KPU daerah untuk mengevaluasi penggunaan situng pada Pemilu 2019 dan pilkada-pilkada sebelumnya. Pada tahapan persiapan, salah satu kegiatan yang dilakukan ialah melakukan kajian dari tiga aspek, yakni hukum, teknis, dan teknologi.
Selain persoalan payung hukum, aspek lain perlu diperhatikan dalam tahapan penerapan e-rekap ialah kesiapan teknis dan nonteknis, baik sumber daya manusia sampai dengan ketersediaan waktu yang cukup di tengah keterbatasan waktu menuju pilkada serentak. Untuk itu, sebagai sebuah ide sekaligus pilihan solusi, penerapan e-rekap secara fundamental didukung bersama berbagai kalangan dan stakeholders, namun pada tahapan implementasinya memerlukan pendekatan dan tahapan terukur. Jangan sampai e-rekap menjadi paradoks, alih-alih menjawab persoalan justru menghadirkan persoalan baru ketika tidak dipersiapkan dengan baik pada tahapan penerapannya.
Karena itu, pada tahapan penerapan e-rekap terdapat beberapa hal perlu diperhatikan secara saksama oleh penyelenggara pemilu di antaranya sebagai berikut. Pertama, penerapan e-rekap di pilkada tidak hanya cukup diatur dalam PKPU, namun perlu ditegaskan dalam undang-undang yang tidak hanya mengatur pada bab rekapitulasi, melainkan juga standar penggunaan, mekanisme audit, kewenangan penyelenggara ad-hoc dalam tahapan rekapitulasi, mekanisme pleno penentuan hasil pemilu, mekanisme keberatan, sampai dengan mekanisme perselisihan hasil pemilu. Kedua, uji coba yang dilakukan KPU perlu dilakukan terbuka dengan melibatkan publik. Komunikasi KPU terhadap rencana penerapan e-rekap perlu dilakukan secara komprehensif, intens, dan terbuka, dalam meminimalisasikan adanya upaya spin issues terhadap e-rekap.
Ketiga, perlu dipertegas apakah e-rekap di pilkada serentak terdekat bersifat uji coba di mana e-rekap tetap dilakukan, tetapi hasil resmi merujuk pada rekapitulasi manual atau e-rekap sebagai pilot project, ketika e-rekap dilakukan dan hasil resmi serta penentuan calon terpilih berdasarkan e-rekap. Di tengah kerangka hukum belum memadai dan ketersediaan waktu terbatas, alangkah jauh lebih baik e-rekap diterapkan pada posisi uji coba. Selain itu, di tengah adanya upaya penataan ulang jadwal pilkada yang disuarakan oleh kalangan masyarakat sipil, uji coba e-rekap bisa dilakukan kembali pada pilkada berikutnya jika terjadi penyesuaian jadwal. Dengan begitu, tahapan uji coba yang memadai bisa menyiapkan teknis dan nonteknis e-rekap bertujuan membangun kepercayaan publik dan dukungan publik terhadap e-rekap sebagai sebuah solusi persoalan rekapitulasi pemilu di Indonesia.
Keempat, ke depan karena e-rekap kebutuhannya tidak hanya untuk pilkada, tetapi pemilu legislatif dan presiden. Maka dari itu, penting membuat timeline khusus untuk pilkada dan timeline umum untuk rencana penerapan e-rekap pada pemilu legislatif mendatang. Kelima, perlunya sinergitas dan kesepahaman antara lembaga penyelenggara pemilu, dengan secara teknis KPU menyiapkan berbagai perangkat dan implementasinya, namun juga perlu didukung Bawaslu dan jajarannya sehingga tidak ada problem prinsip dan teknis dalam pelaksanaannya.
Keenam, antisipasi terhadap dua ancaman siber yang dihadapi, yakni berbasis teknologi dan nonteknologi. Ancaman siber berbasis teknologi terdiri dari Ddos, Hacking, SQL Injection, dan Deface. Sedangkan ancaman siber berbasis nonteknologi ialah disinformasi dalam hal ini adanya pihak melakukan spin informasi terhadap keberadaan situng sebagai portal informasi dan bukan hasil resmi menjadi seakan-akan hasil resmi.
Semoga penerapan e-rekap dalam pemilu atau pilkada ke depan semakin menunjukkan kredibilitas pemilu Indonesia yang semakin baik, transparan, dan berkualitas.
(ras)