Suami Istri Koruptor
loading...
A
A
A
PRAKTIK korupsi di kalangan penyelenggara negara di negeri kita memang sudah kelewatan. Sudah benar-benar di luar nalar manusia normal. Jika Indonesia dicap negeri korup oleh negara lain pasti banyak orang akan marah dengan tuduhan keji itu. Tapi jika direnungkan tuduhan orang luar bahwa Indonesia termasuk negeri korup tidak sepenuhnya keliru. Inilah salah satu yang menyebabkan investasi asing sulit masuk.
Betapa kerja keras Presiden Joko Widodo dan jajarannya yang mati-matian “jualan” proyek ke sana ke mari seolah terhalang tembok raksasa. Perusahaan asing dan korporasi besar begitu perhitungan untuk berinvestasi di sini.
Baca Juga: koran-sindo.com
Hal yang lebih menyesakkan dada, perusahaan asing itu justru memilih negeri tetangga yang menurut pandangan kita tidak lebih baik dan lebih seksi dari kondisi Indonesia. Tapi, memang demikianlah kenyataannya. Salah satu akibatnya, kendala mengajak negara lain untuk berinvestasi di Ibu Kota Nusantara (IKN) menjadi tidak mudah.
Mengapa orang lain menganggap kita sebagai negeri korup? Tentu mereka memiliki indikator dan ukuran sendiri. Hal yang paling kelihatan terlihat dari indeks korupsinya yang masih relatif kurang baik. Itu dikonfirmasi dengan makin seringnya berita penangkapan koruptor yang pelakunya para penyelenggara negara. Baik di level legislatif, eksekutif, maupun yudikatif. Dalam pemberantasan korupsi posisi Indonesia saat ini sedang sangat rentan dan rawan.
Terbaru adalah penahanan pasangan suami dan istri Bupati Kapuas, Kalimantan Tengah, Ben Brahim S Bahat dan istrinya anggota DPR Fraksi Nasdem Ary Egahni Ben Bahat oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Keduanya disangka melakukan tindak pidana korupsi dengan modus pemotongan gaji pegawai negeri sipil (PNS) di Kabupaten Kapuas.
Selain itu, pasangan Ben Bahat dan Ary juga diduga menerima suap dari berbagai pihak terkait jabatan mereka. Sungguh kejahatan yang paripurna dilakukan oleh pasangan suami istri. Kita mau bicara bagaimana lagi menyikapi korupsi yang sudah seperti ini?
Sebelumnya Kejaksaan Agung dan KPK pernah mengungkap kasus korupsi yang melibatkan bapak dan anak, yakni mantan gubernur Sumatera Selatan Alex Noerdin yang terlibat kasus pembelian gas bumi yang ditangani Kejaksaaan Agung pada 2021. Di samping itu, KPK melakukan operasi tangkap tangan terhadap Bupati Musi Banyuasin Dodi Reza Alex Noerdin, putra sulung Alex Noerdin yang juga terlibat kasus korupsi pada 2022 lalu. Keduanya kini sedang menjalani hukuman.
Kasus korupsi yang pelakunya memiliki hubungan keluarga yang menjadi pejabat atau kepala daerah juga pernah terjadi di wilayah lain. Fakta-fakta ini yang membuat nalar kita menjadi sulit menerima. Mengapa bangsa ini begitu mudah melakukan korupsi? Lantas darimana budaya korup itu tumbuh dan berasal? Apakah dalam diri setiap manusia terdapat sifat serakah? Bukankah Tuhan menciptakan manusia sebagai mahkluk yang paling sempurna?
Korupsi jelas menciptakan kerusakan serius. Bukan hanya merusak negara, tapi menghancurkan peradaban dan generasi masa depan. Sudah banyak cerita kehancuran suatu bangsa diawali dengan sikap korup para pemimpinnya, para pejabatnya.
Para koruptor ini tidak sadar bahwa mereka sebenarnya sedang merusak diri sendiri dan keluarganya. Menurut hitungan matematika, seorang koruptor yang berhasil menggarong uang negara Rp100 miliar akan tetap kaya setelah keluar dari penjara. Masa hukuman bisa diatur sehingga mendapatkan yang paling ringan. Setelah keluar penjara mereka bisa melakukan hal serupa, bahkan lebih nekat lagi.
Begitulah situasinya sehingga koruptor selalu bercokol dan terus meregenerasi diri dalam bentuk yang semakin pintar dengan tingkat kerusakan yang ditimbulkan berkali lipat.
Penangkapan suami-istri koruptor ini bukanlah akhir dari drama seri korupsi yang entah sekarang sudah memasuki episode ribuan kalinya. Kita khawatir jika tidak ada langkah pencegahan yang radikal dan fundamental, cepat atau lebih cepat peradaban bangsa yang berdasarkan Pancasila ini akan terkikis habis dan akhirnya hanya akan menjadi cerita sejarah kepunahan sebuah bangsa. Jika kita malu, jika kita cinta Tanah Air ini, korupsi harus menjadi musuh bersama dalam arti sesungguhnya. Bukan hanya jargon politik, dan jualan pada kampanye pemilu.
Betapa kerja keras Presiden Joko Widodo dan jajarannya yang mati-matian “jualan” proyek ke sana ke mari seolah terhalang tembok raksasa. Perusahaan asing dan korporasi besar begitu perhitungan untuk berinvestasi di sini.
Baca Juga: koran-sindo.com
Hal yang lebih menyesakkan dada, perusahaan asing itu justru memilih negeri tetangga yang menurut pandangan kita tidak lebih baik dan lebih seksi dari kondisi Indonesia. Tapi, memang demikianlah kenyataannya. Salah satu akibatnya, kendala mengajak negara lain untuk berinvestasi di Ibu Kota Nusantara (IKN) menjadi tidak mudah.
Mengapa orang lain menganggap kita sebagai negeri korup? Tentu mereka memiliki indikator dan ukuran sendiri. Hal yang paling kelihatan terlihat dari indeks korupsinya yang masih relatif kurang baik. Itu dikonfirmasi dengan makin seringnya berita penangkapan koruptor yang pelakunya para penyelenggara negara. Baik di level legislatif, eksekutif, maupun yudikatif. Dalam pemberantasan korupsi posisi Indonesia saat ini sedang sangat rentan dan rawan.
Terbaru adalah penahanan pasangan suami dan istri Bupati Kapuas, Kalimantan Tengah, Ben Brahim S Bahat dan istrinya anggota DPR Fraksi Nasdem Ary Egahni Ben Bahat oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Keduanya disangka melakukan tindak pidana korupsi dengan modus pemotongan gaji pegawai negeri sipil (PNS) di Kabupaten Kapuas.
Selain itu, pasangan Ben Bahat dan Ary juga diduga menerima suap dari berbagai pihak terkait jabatan mereka. Sungguh kejahatan yang paripurna dilakukan oleh pasangan suami istri. Kita mau bicara bagaimana lagi menyikapi korupsi yang sudah seperti ini?
Sebelumnya Kejaksaan Agung dan KPK pernah mengungkap kasus korupsi yang melibatkan bapak dan anak, yakni mantan gubernur Sumatera Selatan Alex Noerdin yang terlibat kasus pembelian gas bumi yang ditangani Kejaksaaan Agung pada 2021. Di samping itu, KPK melakukan operasi tangkap tangan terhadap Bupati Musi Banyuasin Dodi Reza Alex Noerdin, putra sulung Alex Noerdin yang juga terlibat kasus korupsi pada 2022 lalu. Keduanya kini sedang menjalani hukuman.
Kasus korupsi yang pelakunya memiliki hubungan keluarga yang menjadi pejabat atau kepala daerah juga pernah terjadi di wilayah lain. Fakta-fakta ini yang membuat nalar kita menjadi sulit menerima. Mengapa bangsa ini begitu mudah melakukan korupsi? Lantas darimana budaya korup itu tumbuh dan berasal? Apakah dalam diri setiap manusia terdapat sifat serakah? Bukankah Tuhan menciptakan manusia sebagai mahkluk yang paling sempurna?
Korupsi jelas menciptakan kerusakan serius. Bukan hanya merusak negara, tapi menghancurkan peradaban dan generasi masa depan. Sudah banyak cerita kehancuran suatu bangsa diawali dengan sikap korup para pemimpinnya, para pejabatnya.
Para koruptor ini tidak sadar bahwa mereka sebenarnya sedang merusak diri sendiri dan keluarganya. Menurut hitungan matematika, seorang koruptor yang berhasil menggarong uang negara Rp100 miliar akan tetap kaya setelah keluar dari penjara. Masa hukuman bisa diatur sehingga mendapatkan yang paling ringan. Setelah keluar penjara mereka bisa melakukan hal serupa, bahkan lebih nekat lagi.
Begitulah situasinya sehingga koruptor selalu bercokol dan terus meregenerasi diri dalam bentuk yang semakin pintar dengan tingkat kerusakan yang ditimbulkan berkali lipat.
Penangkapan suami-istri koruptor ini bukanlah akhir dari drama seri korupsi yang entah sekarang sudah memasuki episode ribuan kalinya. Kita khawatir jika tidak ada langkah pencegahan yang radikal dan fundamental, cepat atau lebih cepat peradaban bangsa yang berdasarkan Pancasila ini akan terkikis habis dan akhirnya hanya akan menjadi cerita sejarah kepunahan sebuah bangsa. Jika kita malu, jika kita cinta Tanah Air ini, korupsi harus menjadi musuh bersama dalam arti sesungguhnya. Bukan hanya jargon politik, dan jualan pada kampanye pemilu.
(bmm)