Memilukan, Jenderal TNI Ini Kumpulkan Isi Kepala Prajuritnya yang Gugur Ditembak di Medan Operasi

Jum'at, 03 Maret 2023 - 07:10 WIB
loading...
Memilukan, Jenderal...
KSAD Jenderal TNI Dudung Abdurachman menerima tiga brevet dari Kopassus. Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Perang selalu meninggalkan kedukaan. Tidak hanya bagi keluarga yang ditinggalkan, tapi juga komandan yang memimpin pasukan di lapangan. Sebab, mereka harus kehilangan orang-orang yang dicintainya.

Peristiwa memilukan itu pernah dialami Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Dudung Abdurachman. Orang nomor satu di TNI AD saat ini harus kehilangan salah seorang prajurit terbaiknya di medan perang saat Operasi Seroja di Timor Timur (Timtim) kini bernama Timor Leste.

Operasi Seroja yang digelar TNI pada 7 Desember 1975 ini berawal dari keprihatinan pemerintah Indonesia terhadap situasi politik dan keamanan di Timtim yang semakin genting menyusul hengkangnya Portugis dari wilayah tersebut akibat Revolusi Bunga.



Sepeninggal Portugis, konflik bersenjata di antara faksi-faksi yang bertikai yakni Uniao Democratica de Timorense (UDT), kemudian Fretilin, dan Associacao Popular Democratica de Timor (Apodeti) membuat pengungsi dari Timor Leste membanjiri daerah perbatasan di Nusa Tenggara Timur (NTT) untuk meminta perlindungan pemerintah Indonesia.

Sementara itu, partai-partai politik yang saling berkonflik belum mendapatkan titik temu untuk mengatasi permasalahan yang ada. Bahkan, Pemerintah Portugis telah beberapa kali mengadakan perundingan dengan sejumlah partai politik seperti UDT, Fretilin dan Apodeti. Namun upaya tersebut tidak membuahkan hasil.



Melihat situasi Timtim yang semakin kacau dan pergerakan pasukan Fretilin yang berhaluan komunis serta keinginan masyarakat Timor Leste yang ingin bergabung dengan Indonesia, Menhankam/Panglima ABRI Jenderal TNI Maraden Panggabean kala itu mengeluarkan keputusan pada 4 Desember 1975 di Kupang, NTT untuk menggelar operasi militer.

Operasi militer berskala besar yang digelar TNI pun berhasil menguasai Timtim. Meski demikian, gangguan keamanan oleh kelompok bersenjata Fretilin tetap ada secara sporadis. Untuk itu, operasi pemulihan keamanan terus dilakukan. Seluruh prajurit TNI secara silih berganti diterjunkan ke Timtim. Termasuk Jenderal Dudung yang kala itu masih berpangkat Letnan Dua (Letda).

Memilukan, Jenderal TNI Ini Kumpulkan Isi Kepala Prajuritnya yang Gugur Ditembak di Medan Operasi


Dalam buku biografinya berjudul “Jenderal TNI Dudung Abdurachman: Pemimpin yang Berani Ambil Resiko” yang diterbitkan Dinas Sejarah Angkatan Darat (Disjarahad), Dudung yang baru menyelesaikan pendidikan di Akademi Militer (Akmil) pada 1988 ini mendapat tugas sebagai Komandan Peleton III, Kompi B Batalyon Infanteri 744/Satya Yudha Bakti di Dili, Timor Leste.

Sebagai prajurit TNI, penugasan tersebut merupakan sebuah kehormatan yang harus dijalankan dengan sebaik-baiknya. Apalagi tidak banyak prajurit muda lulusan Akmil yang langsung diterjunkan ke medan operasi saat itu. Tergabung dalam Timsus Kasador, Dudung mendapat tugas mengejar dan memburu pemberontak bersenjata yang berada di pegunungan Mappe.

Kepercayaan itu pun dibayar tuntas oleh Dudung. Saat penugasan di Timtim Dudung berhasil menunjukkan kemampuannya berperang di belantara hutan. Pria kelahiran Bandung, Jawa Barat, 19 November 1965 sukses menghancurkan dan mengobrak abrik kekuatan Fretilin.

Hal itu tidak lepas dari strategi Dudung yang selalu membawa tim khusus (timsus) beranggotakan prajurit-prajurit pilihan dan orang asli Timtim yang diberdayakan untuk membantu pasukannya. Kemampuan inilah yang membuat Dudung sangat menonjol dalam operasi tempur melawan Fretilin.

Meski begitu, keberhasilannya dalam menumpas pemberontak harus dibayar mahal. Salah seorang anggotanya bernama Prada Wayan Wadane gugur ditembak musuh. Peristiwa tragis itu bermula ketika Dudung bersama pasukannya yang tergabung dalam Tim Kasador menyisir pegunungan Mappe memburu para pemberontak.

Ketika sedang beristirahat, Prada Wayan Wadane yang bertugas menyiapkan logistik untuk pasukan bersiap untuk memasak. Nahas, saat tengah mendaki ketinggian untuk mengambil tiga batu yang akan digunakan sebagai tempat memasak, Prada Wayan Wadane ditembak musuh tepat di bagian kepala. Tembakan tersebut membuat otaknya pecah terburai. “Saya mengumpulkan dan memasukkan kembali ke dalam tengkorak kepalanya,“ kenang Dudung dikutip SINDOnews, Jumat (3/3/2023).

Jenazah Prada Wayan Wadane kemudian dibawa ke Kota Dili menggunakan helikopter. Setelah jenazah anggota pasukannya diterbangkan ke Dili, Dudung bersama pasukannya langsung memburu para pelaku penyerangan. Upaya pengejaran pun berhasil, Dudung bersama pasukannya berhasil menghabisi para penyerang.

Keberhasilan menantu Mayjen TNI (Purn) Cholid Chozali menjalankan tugas operasi di Timtim membuatnya kembali ditugaskan dalam Operasi di Aceh. Selain menghadapi Gerakan Aceh Merdeka (GAM), Dudung yang saat itu sudah berpangkat Letnan Kolonel (Letkol) Infanteri dan menjabat sebagai Danyon Inf 143/TWEJ juga memiliki tugas berat memulihkan nama baik kesatuan.

Setelah melakukan evaluasi atas kegagalan dalam operasi keamanan sebelumnya, Dudung kemudian melakukan perubahan strategi. Keberanian dan kemampuannya dalam memimpin pasukan membuahkan hasil. Setelah beberapa bulan bertugas, Dudung bersama pasukannya berhasil menangkap pemberontak dan merebut berbagai jenis pucuk senjata. Keberhasilan ini membuat Dudung mampu mengembalikan citra kesatuannya.

Kemampuannya dalam memimpin pasukan disertai dengan keberaniannya mengambil risiko membuat karier militer Dudung melesat. Berbagai jabatan strategis pun disandangnya. Di antaranya, Gubernur Akmil, Pangdam Jaya, Pangkostrad dan kini menjabat sebagai orang nomor satu di TNI AD sebagai Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD).
(cip)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0984 seconds (0.1#10.140)