Fenomena Paradoks, Enam Poin Ini Dinilai Jadi Faktor Keberhasilan Pemimpin
loading...
A
A
A
JAKARTA - Setelah dikukuhkan menjadi Guru Besar Tetap Bidang Ilmu Manajemen Stratejik, Prof Mohammad Hamsal mengungkap tentang fenomena paradoks dan enam faktor penting keberhasilan seorang pemimpin. Pandangan ini disampaikan Prof Hamsal dalam orasi ilmiahnya di Binus University, Jakarta.
Paradoks sendiri merupakan sebuah pernyataan yang seolah-olah berlawanan atau bertentangan dengan asumsi umum, namun di dalam kenyataannya pernyataan tersebut mengandung sebuah kebenaran.
Faktor pertama keberhasilan seorang pemimpin kata Hamsal adalah, globally minded localist yang merupakan Pemimpin harus bisa berkiprah secara efektif di pasar lokal dan terhubung dengan baik di seluruh dunia pada saat yang bersamaan.
"Ini membutuhkan pemimpin yang tidak terpaku pada sistem kepercayaan dan struktur pasar, dan mampu mengenali bias dan melihat dunia tanpa kehilangan integritas dan sukses pasar lain," kata Hamsal dalam keterangannya, Selasa (14/2/2023).
Baca juga: Menunggu Bukti Pemimpin Muda
Kedua yakni high integrity versus hypocrisy politicia. Paradoksnya dalam lingkungan politis, pemimpin bisa kehilangan integritasnya karena fokus pada memenuhi kebutuhan orang lain dan manajemen politik.
"Namun, integritas sangat penting bagi keberlangsungan perubahan dan keterlibatan insan dalam organisasi," ujarnya.
Ketiga kata Hamsal, humble versus arrogant hero. Paradoksnya dalam situasi kritis, pemimpin harus tampil seperti pahlawan, namun juga harus menerima saran dan meminta bantuan.
"Memiliki kemampuan mengelola paradoks penting untuk membuat keputusan cerdas dan melewati kegagalan, sehingga membuat bawahan menghargai pemimpin sebagai atasan yang baik," tuturnya.
Keempat, strategic executor. Paradoksnya orang cenderung lebih memperhatikan strategi atau eksekusi. Pemimpin harus mampu mengartikulasikan strategi, memahami bagaimana pengembangannya, dan melaksanakan dengan baik.
"Ini membutuhkan kemampuan untuk menentukan saat strategis dan memecahkan masalah hari ini dengan memikirkan hari esok," kata Hamsal.
Kelima kata dia adalah tech savvy humanist. Paradoksnya keterampilan teknis dan pemahaman aspek kemanusiaan seringkali bertentangan.
Menurutnya, banyak orang yang kuat dalam teknologi tidak memahami dampak manusianya, dan sebaliknya, pemimpin juga harus memahami dampak teknologi pada bisnis dan tenaga kerja.
"Peran pemimpin adalah menyeimbangkan kedua hal tersebut untuk memastikan keberhasilan bisnis dan masa depan yang lebih baik bagi bawahannya," ungkapnya.
Keenam adalah traditioned innovator dengan paradoks pemimpin harus menemukan keseimbangan antara mempertahankan hal-hal yang sudah baik dalam bisnis dan membuka peluang untuk inovasi baru yang relevan.
Ini kata Hamsal, membutuhkan kemampuan untuk menghargai masa lalu dan memutuskan apa yang perlu dibawa ke depan, serta keberanian untuk mencoba hal-hal baru.
"Pemimpin harus bisa menentukan kapan harus melestarikan masa lalu dan kapan harus mengembangkan inovasi baru yang sesuai dengan zaman," tutupnya.
Paradoks sendiri merupakan sebuah pernyataan yang seolah-olah berlawanan atau bertentangan dengan asumsi umum, namun di dalam kenyataannya pernyataan tersebut mengandung sebuah kebenaran.
Faktor pertama keberhasilan seorang pemimpin kata Hamsal adalah, globally minded localist yang merupakan Pemimpin harus bisa berkiprah secara efektif di pasar lokal dan terhubung dengan baik di seluruh dunia pada saat yang bersamaan.
"Ini membutuhkan pemimpin yang tidak terpaku pada sistem kepercayaan dan struktur pasar, dan mampu mengenali bias dan melihat dunia tanpa kehilangan integritas dan sukses pasar lain," kata Hamsal dalam keterangannya, Selasa (14/2/2023).
Baca juga: Menunggu Bukti Pemimpin Muda
Kedua yakni high integrity versus hypocrisy politicia. Paradoksnya dalam lingkungan politis, pemimpin bisa kehilangan integritasnya karena fokus pada memenuhi kebutuhan orang lain dan manajemen politik.
"Namun, integritas sangat penting bagi keberlangsungan perubahan dan keterlibatan insan dalam organisasi," ujarnya.
Ketiga kata Hamsal, humble versus arrogant hero. Paradoksnya dalam situasi kritis, pemimpin harus tampil seperti pahlawan, namun juga harus menerima saran dan meminta bantuan.
"Memiliki kemampuan mengelola paradoks penting untuk membuat keputusan cerdas dan melewati kegagalan, sehingga membuat bawahan menghargai pemimpin sebagai atasan yang baik," tuturnya.
Keempat, strategic executor. Paradoksnya orang cenderung lebih memperhatikan strategi atau eksekusi. Pemimpin harus mampu mengartikulasikan strategi, memahami bagaimana pengembangannya, dan melaksanakan dengan baik.
"Ini membutuhkan kemampuan untuk menentukan saat strategis dan memecahkan masalah hari ini dengan memikirkan hari esok," kata Hamsal.
Kelima kata dia adalah tech savvy humanist. Paradoksnya keterampilan teknis dan pemahaman aspek kemanusiaan seringkali bertentangan.
Menurutnya, banyak orang yang kuat dalam teknologi tidak memahami dampak manusianya, dan sebaliknya, pemimpin juga harus memahami dampak teknologi pada bisnis dan tenaga kerja.
"Peran pemimpin adalah menyeimbangkan kedua hal tersebut untuk memastikan keberhasilan bisnis dan masa depan yang lebih baik bagi bawahannya," ungkapnya.
Keenam adalah traditioned innovator dengan paradoks pemimpin harus menemukan keseimbangan antara mempertahankan hal-hal yang sudah baik dalam bisnis dan membuka peluang untuk inovasi baru yang relevan.
Ini kata Hamsal, membutuhkan kemampuan untuk menghargai masa lalu dan memutuskan apa yang perlu dibawa ke depan, serta keberanian untuk mencoba hal-hal baru.
"Pemimpin harus bisa menentukan kapan harus melestarikan masa lalu dan kapan harus mengembangkan inovasi baru yang sesuai dengan zaman," tutupnya.
(maf)