Pengamat Puji Relasi Kuat Jokowi dan PDIP dalam Perayaan HUT ke-50
Jum'at, 13 Januari 2023 - 17:57 WIB
JAKARTA - Akademisi dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta Agus Riwanto memuji PDI Perjuangan (PDIP) dan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang terus mempertahankan relasi yang kuat. Hal itu dibuktikan dalam perayaan HUT ke-50 di Kemayoran, Jakarta beberapa waktu lalu.
Agus mengategorikan seorang Presiden adalah kader Parpol sejak pencalonan pilpres hingga menjabat sebagai Presiden. “Dalam perspektif UU Pemilu, sesungguhnya parpol mempunyai relasi yang sangat erat dengan calon presiden. Karena pascaamendemen UUD 1945 telah mengubah mekanisme pilpres bukan dipilih oleh MPR RI akan tetapi dipilih langsung oleh Rakyat sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 6A ayat (1) UUD 1945,” urai Agus, Jumat (13/1/2023).
Menurut Agus, UUD 1945 telah mengatur mekanisme pilpres harus melalui mekanisme Parpol. Pasal 6A ayat (1) dan ayat (2) itu merupakan dasar eksistensi fundamental parpol dalam konstitusi.
Selanjutnya menurut Agus, prosedur teknis Pilpres diatur dalam UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan PKPU No. 22 Tahun 2018 tentang Pencalonan Presiden dan Wakil Presiden yang mengatur tentang syarat pencalonan.
Adapun syarat pencalonan antara lain, menegaskan capres diusulkan dalam satu pasangan oleh parpol atau koalisi parpol yang memiliki visi yang sama. Koalisi dilakukan agar dapat memenuhi persyaratan ambang batas syarat pencalonan atau Presidential Threshold (PT) 20% perolehan kursi DPR atau 25% perolehan suara sah nasional pada pemilu sebelumnya.
Penentuan capres ditentukan sepenuhnya oleh mekanisme parpol atau koalisi parpol. Parpol pengusung dengan parpol pendukung berhak melakukan kesepakatan. Kesepakatan itu dibuat tertulis ditandatangai oleh pimpinan parpol di atas meterai yang cukup dan diserahkan kepada KPU. “Jika tak terpenuhi maka seseorang tak dapat mencalonkan diri sebagai capres,” imbuh Agus.
Agus menjelaskan, berdasarkan Putusan MK No. 007/ PUU-II/2004, ada pembedaan antara hak konstitusional warga negara dengan hak konstitusional partai politik. Di mana untuk menjadi capres adalah hak setiap warga negara namun hak tersebut tidak serta merta dapat dilaksanakan sendiri, melainkan harus melalui pencalonan oleh Parpol.
“Maka yang memiliki hak konstitusional dalam pencalonan Capres adalah Parpol bukan setiap warga negara. Capres adalah kader parpol bukan perorangan. Karenanya, relasinya harus kuat dengan parpol pengusung sejak pintu pencalonan sebagai seorang capres dalam ajang pilpres hingga menjabat sebagai presiden,” katanya.
Bahkan visi-misi dan program yang akan diusung capres dalam kampanye pilpres dan hendak dilaksanakan saat terpilih sebagai presiden adalah cerminan visi-misi dan program berdasarkan ideologi parpol pengusungnya saat pencalonan.
Dengan demikian, sebenarnya pernyataan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri pada HUT ke-50 PDIP yang menegaskan pentingnya hubungan yang kuat antara partai politik pengusung dengan presiden merupakan perintah konstitusi, UUD 1945.
Agus mengategorikan seorang Presiden adalah kader Parpol sejak pencalonan pilpres hingga menjabat sebagai Presiden. “Dalam perspektif UU Pemilu, sesungguhnya parpol mempunyai relasi yang sangat erat dengan calon presiden. Karena pascaamendemen UUD 1945 telah mengubah mekanisme pilpres bukan dipilih oleh MPR RI akan tetapi dipilih langsung oleh Rakyat sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 6A ayat (1) UUD 1945,” urai Agus, Jumat (13/1/2023).
Menurut Agus, UUD 1945 telah mengatur mekanisme pilpres harus melalui mekanisme Parpol. Pasal 6A ayat (1) dan ayat (2) itu merupakan dasar eksistensi fundamental parpol dalam konstitusi.
Baca Juga
Selanjutnya menurut Agus, prosedur teknis Pilpres diatur dalam UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan PKPU No. 22 Tahun 2018 tentang Pencalonan Presiden dan Wakil Presiden yang mengatur tentang syarat pencalonan.
Adapun syarat pencalonan antara lain, menegaskan capres diusulkan dalam satu pasangan oleh parpol atau koalisi parpol yang memiliki visi yang sama. Koalisi dilakukan agar dapat memenuhi persyaratan ambang batas syarat pencalonan atau Presidential Threshold (PT) 20% perolehan kursi DPR atau 25% perolehan suara sah nasional pada pemilu sebelumnya.
Penentuan capres ditentukan sepenuhnya oleh mekanisme parpol atau koalisi parpol. Parpol pengusung dengan parpol pendukung berhak melakukan kesepakatan. Kesepakatan itu dibuat tertulis ditandatangai oleh pimpinan parpol di atas meterai yang cukup dan diserahkan kepada KPU. “Jika tak terpenuhi maka seseorang tak dapat mencalonkan diri sebagai capres,” imbuh Agus.
Agus menjelaskan, berdasarkan Putusan MK No. 007/ PUU-II/2004, ada pembedaan antara hak konstitusional warga negara dengan hak konstitusional partai politik. Di mana untuk menjadi capres adalah hak setiap warga negara namun hak tersebut tidak serta merta dapat dilaksanakan sendiri, melainkan harus melalui pencalonan oleh Parpol.
“Maka yang memiliki hak konstitusional dalam pencalonan Capres adalah Parpol bukan setiap warga negara. Capres adalah kader parpol bukan perorangan. Karenanya, relasinya harus kuat dengan parpol pengusung sejak pintu pencalonan sebagai seorang capres dalam ajang pilpres hingga menjabat sebagai presiden,” katanya.
Bahkan visi-misi dan program yang akan diusung capres dalam kampanye pilpres dan hendak dilaksanakan saat terpilih sebagai presiden adalah cerminan visi-misi dan program berdasarkan ideologi parpol pengusungnya saat pencalonan.
Dengan demikian, sebenarnya pernyataan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri pada HUT ke-50 PDIP yang menegaskan pentingnya hubungan yang kuat antara partai politik pengusung dengan presiden merupakan perintah konstitusi, UUD 1945.
(cip)
tulis komentar anda