Meluruskan Kesalahpahaman tentang Politik Identitas
Jum'at, 11 November 2022 - 19:56 WIB
M Arskal Salim GP
Kapuslitbang Lektur Khazanah Keagamaan Kemenag RI
DALAM beberapa waktu belakangan ini, jagat media daring maupun cetak di Indonesia kembali diramaikan oleh wacana politik identitas (identity politics). Wacana ini kemudian menggiring kontroversi mengenai boleh tidaknya sebuah kelompok menggunakan politik identitas, atau apa kaitan antara politik identitas dengan politik praktis
Kontroversi terkait politik identitas sebenarnya berawal dari perbedaan dalam memahami konsep dan menempatkan konteks. Konteks ini mencakup konteks ruang, waktu, dan kondisi yang melatari. Sebagai suatu konsep, politik identitas tidak bisa dilepaskan dari konteksnya, sebab kontekslah yang bisa menjadi acuan pemaknaan dan pemahaman atas suatu konsep. Dengan demikian, mengabaikan konteks dari konsep politik identitas sama saja dengan melahirkan pemahaman baru yang keliru dan sesat terhadap konsep tersebut.
Politik Identitas dalam Ilmu Sosial Humaniora
Dalam bidang ilmu sosial dan humaniora, politik identitas dimaknai sebagai kendaraan yang membawa aspirasi, tuntutan kepentingan politik dan ideologi politik. Ia menstimulasi bahkan menggerakkan aksi-aksi untuk meraih tujuan politik tertentu. Politik identitas mengapitalisasi ras, suku bangsa, bahasa, adat, gender maupun agama sebagai mereknya.
Politik identitas biasanya dimanfaatkan oleh kelompok minoritas maupun marjinal dalam upaya melawan ketidakadilan atau ketimpangan sistem. Dalam menyuarakan aspirasi kelompok pengusung politik identitas, distingsi seperti kesukuan, gender dan agama ditunjukkan secara eksplisit dan intensif.
Beberapa contoh politik identitas melalui gerakan sosial politik dapat ditemukan di dalam maupun luar negeri antara lain: gerakan Afro-Amerika yang mengklaim persamaan ras, gerakan lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) yang menuntut legalitas same sex marriage di beberapa negara Barat, gerakan kelompok adat yang memperjuangkan hak pengelolaan tanah ulayat, gerakan gender yang memperjuangkan kesetaraan dan keadilan dalam ketenagakerjaan, dan lain lain.
Dari ilustrasi di atas, dapat ditarik kesamaan bahwa: pertama, politik identitas memuat makna dan tujuannya masing-masing, sesuai konteks geografis, kultural, temporal, maupun sosialnya. Kedua, gerakan politik identitas diusung oleh kelompok yang termarjinalisasi atau tidak mendapatkan hak yang setara dengan kelompok mainstream.
Kapuslitbang Lektur Khazanah Keagamaan Kemenag RI
DALAM beberapa waktu belakangan ini, jagat media daring maupun cetak di Indonesia kembali diramaikan oleh wacana politik identitas (identity politics). Wacana ini kemudian menggiring kontroversi mengenai boleh tidaknya sebuah kelompok menggunakan politik identitas, atau apa kaitan antara politik identitas dengan politik praktis
Kontroversi terkait politik identitas sebenarnya berawal dari perbedaan dalam memahami konsep dan menempatkan konteks. Konteks ini mencakup konteks ruang, waktu, dan kondisi yang melatari. Sebagai suatu konsep, politik identitas tidak bisa dilepaskan dari konteksnya, sebab kontekslah yang bisa menjadi acuan pemaknaan dan pemahaman atas suatu konsep. Dengan demikian, mengabaikan konteks dari konsep politik identitas sama saja dengan melahirkan pemahaman baru yang keliru dan sesat terhadap konsep tersebut.
Politik Identitas dalam Ilmu Sosial Humaniora
Dalam bidang ilmu sosial dan humaniora, politik identitas dimaknai sebagai kendaraan yang membawa aspirasi, tuntutan kepentingan politik dan ideologi politik. Ia menstimulasi bahkan menggerakkan aksi-aksi untuk meraih tujuan politik tertentu. Politik identitas mengapitalisasi ras, suku bangsa, bahasa, adat, gender maupun agama sebagai mereknya.
Politik identitas biasanya dimanfaatkan oleh kelompok minoritas maupun marjinal dalam upaya melawan ketidakadilan atau ketimpangan sistem. Dalam menyuarakan aspirasi kelompok pengusung politik identitas, distingsi seperti kesukuan, gender dan agama ditunjukkan secara eksplisit dan intensif.
Beberapa contoh politik identitas melalui gerakan sosial politik dapat ditemukan di dalam maupun luar negeri antara lain: gerakan Afro-Amerika yang mengklaim persamaan ras, gerakan lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) yang menuntut legalitas same sex marriage di beberapa negara Barat, gerakan kelompok adat yang memperjuangkan hak pengelolaan tanah ulayat, gerakan gender yang memperjuangkan kesetaraan dan keadilan dalam ketenagakerjaan, dan lain lain.
Dari ilustrasi di atas, dapat ditarik kesamaan bahwa: pertama, politik identitas memuat makna dan tujuannya masing-masing, sesuai konteks geografis, kultural, temporal, maupun sosialnya. Kedua, gerakan politik identitas diusung oleh kelompok yang termarjinalisasi atau tidak mendapatkan hak yang setara dengan kelompok mainstream.
tulis komentar anda