6 Penyebab Jatuhnya Sriwijaya Air SJ 182 di Perairan Kepulauan Seribu
Kamis, 10 November 2022 - 16:50 WIB
JAKARTA - Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) menyelesaikan investigasinya soal kecelakaan pesawat Sriwijaya Air SJ-182 yang jatuh di perairan Kepulauan Seribu, DKI Jakarta, pada Sabtu (9/1/2021) silam. Dalam kecelakaan ini menewaskan 62 orang, terdiri atas 50 penumpang dan 12 awak.
Ketua Sub Komite Investigasi Kecelakaan Penerbangan, Kapten Nurcahyo Utomo mengatakan ada enam penyebab pesawat yang membawa 62 penumpang itu jatuh. Pertama, tahapan perbaikan sistem autofhrottle yang telah dilakukan belum mencapai bagian mekanikal.
Kedua, dorongan level kanan tidak mundur sesuai permintaan autopilot karena hambatan pada sistem mekanikal sehingga thrust lever kiri mengkompensasi dengan terus bergerak mundur sehingga terjadi asymmetry.
"Ketiga, keterlambatan Cruise Thrust Split Monitor (CTSM) untuk menonaktifkan autothrottle pada saat asymmetry disebabkan karena flight spoiler memberikan nilai yang lebih rendah. Hal ini mengakibatkan pada asymmetry yang semakin besar," ujarnya dalam konferensi pers laporan hasil investigasi tersebut di kantor KNKT, Jakarta Pusat, Kamis, (10/11/2022).
Keempat, kepercayaan atau complacency pada otomatisasi dan konfirmasi bias mungkin telah berakibat kurangnya monitoring sehingga tidak disadan adanya asymmetry dan penyimpangan arah penerbangan.
Kelima, pesawat berbelok ke kiri dari yang seharusnya ke kanan, sementara itu kemudi miring ke kanan dan kurangnya monitoring mungkin telah menimbulkan asumsi pesawat berbelok ke kanan sehingga tindakan pemulihan tidak sesuai.
"Belum adanya aturan dan panduan tentang Upset Prevention and Recovery Training (UPRT) memengaruhi proses pelatihan oleh maskapai untuk menjamin kemampuan dan pengetahuan pilot dalam mencegah dan memulihkan (recovery) kondisi upset secara efektif dan tepat waktu," jelasnya.
Ketua Sub Komite Investigasi Kecelakaan Penerbangan, Kapten Nurcahyo Utomo mengatakan ada enam penyebab pesawat yang membawa 62 penumpang itu jatuh. Pertama, tahapan perbaikan sistem autofhrottle yang telah dilakukan belum mencapai bagian mekanikal.
Kedua, dorongan level kanan tidak mundur sesuai permintaan autopilot karena hambatan pada sistem mekanikal sehingga thrust lever kiri mengkompensasi dengan terus bergerak mundur sehingga terjadi asymmetry.
"Ketiga, keterlambatan Cruise Thrust Split Monitor (CTSM) untuk menonaktifkan autothrottle pada saat asymmetry disebabkan karena flight spoiler memberikan nilai yang lebih rendah. Hal ini mengakibatkan pada asymmetry yang semakin besar," ujarnya dalam konferensi pers laporan hasil investigasi tersebut di kantor KNKT, Jakarta Pusat, Kamis, (10/11/2022).
Keempat, kepercayaan atau complacency pada otomatisasi dan konfirmasi bias mungkin telah berakibat kurangnya monitoring sehingga tidak disadan adanya asymmetry dan penyimpangan arah penerbangan.
Kelima, pesawat berbelok ke kiri dari yang seharusnya ke kanan, sementara itu kemudi miring ke kanan dan kurangnya monitoring mungkin telah menimbulkan asumsi pesawat berbelok ke kanan sehingga tindakan pemulihan tidak sesuai.
"Belum adanya aturan dan panduan tentang Upset Prevention and Recovery Training (UPRT) memengaruhi proses pelatihan oleh maskapai untuk menjamin kemampuan dan pengetahuan pilot dalam mencegah dan memulihkan (recovery) kondisi upset secara efektif dan tepat waktu," jelasnya.
(muh)
Lihat Juga :
tulis komentar anda