Hasto Bicara Nilai Kemanusiaan dari Peristiwa Tsunami hingga Keterbukaan Aceh
Sabtu, 24 September 2022 - 09:07 WIB
SABANG - Sekretaris Jenderal DPP PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan pihaknya akan mewajibkan para kader partainya yang menjabat sebagai kepala daerah untuk menginjakkan kaki di Kilometer Nol di Sabang, Provinsi Aceh .
Hasto mengatakan itu usai meninggalkan Tugu Kilometer Nol, berbelanja di sana, dan lalu bersilaturahmi dengan kader PDIP di Sabang serta tokoh masyarakat setempat di Kota Sabang, Jumat (23/9/2022) malam.
"Dari Kilometer Nol inilah kita merasakan langsung Indonesia Raya kita. Banyak pejabat dan elite yang melihat Indonesia hanya dari peta saja. Tanpa merasakan langsung wilayah Indonesia kita yang luar biasa. Belum lagi sejarah peradabannya, karya kebudayaannya. Maka Indonesia adalah satu kesatuan kebudayaan yang satu jiwa. Makanya Bung Karno menyebut Indonesia adalah dari Sabang sampai Merauke, yang mencerminkan tekad dan satu kesadaran sosial bagi kepeloporan Indonesia bagi dunia," ujar Hasto.
"Maka itu kami akan wajibkan kepala daerah dari PDI Perjuangan harus menginjakkan kaki ke titik Kilometer Nol di Sabang ini dan juga di Merauke, Papua," tambahnya.
Hasto juga berbicara mengenai kesadaran yang muncul dari peristiwa tsunami Aceh di tahun 2004. Saat itu, hampir seluruh negara di dunia datang dan memberikan bantuan ke Aceh. Bahkan saat itu Aceh terlihat menjadi bukan hanya milik Indonesia, namun milik dunia. Karena mengalir bantuan dari seluruh dunia.
"Semua membantu tanpa membedakan di Aceh ini apa suku dan agamanya tapi murni karena kemanusiaan. Begitupun Aceh menerima bantuan itu tanpa melihat apa agama dan suku bangsa yang memberikan bantuan. Maka tsunami membuka pemahaman bahwa nilai kemanusiaan bekerja. Ini harus membuka kesadaran bahwa kita harus membuka diri. Tentu yang datang harus sesuaikan dengan kebiasaan sini, kultur di sini? tapi dari kita juga harus membuka diri," tutur Hasto.
Hasto lalu memberi contoh bagaimana Jepang membangun sebuah universitas dan memberikan beasiswa bagi warga negara yang membantu mereka saat terjadi bencana akibat tsunami yang ikut merusakkan reaktor nuklir Fukushima.
"Maka Aceh dengan relijiusitasnya yang tinggi, kita harus gelorakan semangat terbuka dengan membuka diri. Sehingga orang datang ke Aceh dan melihat bahwa Aceh adalah bagian dari Indonesia yang memiliki daya survival yang tinggi dengan budaya termasuk kulinernya yang luar biasa," terangnya.
Hasto juga mengatakan pihaknya mendorong agar aparat pemerintahan setempat mendorong keterbukaan Aceh tersebut lewat cara-cara kreatif. Misalnya dengan membuat channel di sosial media seperti YouTube yang menunjukkan apa yang terjadi di Aceh, masyarakatnya, tradisi minum kopi dan main caturnya. Juga mengenai tradisi kulinernya yang luar biasa.
Hasto mengatakan itu usai meninggalkan Tugu Kilometer Nol, berbelanja di sana, dan lalu bersilaturahmi dengan kader PDIP di Sabang serta tokoh masyarakat setempat di Kota Sabang, Jumat (23/9/2022) malam.
"Dari Kilometer Nol inilah kita merasakan langsung Indonesia Raya kita. Banyak pejabat dan elite yang melihat Indonesia hanya dari peta saja. Tanpa merasakan langsung wilayah Indonesia kita yang luar biasa. Belum lagi sejarah peradabannya, karya kebudayaannya. Maka Indonesia adalah satu kesatuan kebudayaan yang satu jiwa. Makanya Bung Karno menyebut Indonesia adalah dari Sabang sampai Merauke, yang mencerminkan tekad dan satu kesadaran sosial bagi kepeloporan Indonesia bagi dunia," ujar Hasto.
"Maka itu kami akan wajibkan kepala daerah dari PDI Perjuangan harus menginjakkan kaki ke titik Kilometer Nol di Sabang ini dan juga di Merauke, Papua," tambahnya.
Hasto juga berbicara mengenai kesadaran yang muncul dari peristiwa tsunami Aceh di tahun 2004. Saat itu, hampir seluruh negara di dunia datang dan memberikan bantuan ke Aceh. Bahkan saat itu Aceh terlihat menjadi bukan hanya milik Indonesia, namun milik dunia. Karena mengalir bantuan dari seluruh dunia.
"Semua membantu tanpa membedakan di Aceh ini apa suku dan agamanya tapi murni karena kemanusiaan. Begitupun Aceh menerima bantuan itu tanpa melihat apa agama dan suku bangsa yang memberikan bantuan. Maka tsunami membuka pemahaman bahwa nilai kemanusiaan bekerja. Ini harus membuka kesadaran bahwa kita harus membuka diri. Tentu yang datang harus sesuaikan dengan kebiasaan sini, kultur di sini? tapi dari kita juga harus membuka diri," tutur Hasto.
Hasto lalu memberi contoh bagaimana Jepang membangun sebuah universitas dan memberikan beasiswa bagi warga negara yang membantu mereka saat terjadi bencana akibat tsunami yang ikut merusakkan reaktor nuklir Fukushima.
"Maka Aceh dengan relijiusitasnya yang tinggi, kita harus gelorakan semangat terbuka dengan membuka diri. Sehingga orang datang ke Aceh dan melihat bahwa Aceh adalah bagian dari Indonesia yang memiliki daya survival yang tinggi dengan budaya termasuk kulinernya yang luar biasa," terangnya.
Hasto juga mengatakan pihaknya mendorong agar aparat pemerintahan setempat mendorong keterbukaan Aceh tersebut lewat cara-cara kreatif. Misalnya dengan membuat channel di sosial media seperti YouTube yang menunjukkan apa yang terjadi di Aceh, masyarakatnya, tradisi minum kopi dan main caturnya. Juga mengenai tradisi kulinernya yang luar biasa.
Lihat Juga :
tulis komentar anda