Anggota DPR Minta Pemerintah Tunjukkan Kemampuan Bayar Utang
Rabu, 31 Agustus 2022 - 21:33 WIB
JAKARTA - Anggota Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun meminta Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menjelaskan kepada publik soal kemampuan pemerintah membayar utang . Menurut dia, hal itu penting untuk membangun kepercayaan terhadap pemerintah.
"Kita juga harus mulai membangun confidence (kepercayaan diri) kepada masyarakat bahwa pemerintah yang berutang itu mempunyai ability to pay, kemampuan untuk membayar," kata Misbakhun dalam rapat kerja Komisi XI DPR dengan pemerintah di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (31/8/2022).
Wakil pemerintah dalam raker itu adalah Menkeu Sri Mulyani, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar, dan Kepala Badan Pusat Statistik Margo Yuwono.
Baca juga: Dunia Hadapi Risiko Stagflasi hingga Krisis Utang, Sri Mulyani: Kombinasi Berbahaya dan Rumit
Misbakhun menegaskan, penjelasan soal rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) belum cukup bagi publik. Legislator Golkar itu beralasan masih ada rasio lain, misalnya besar penerimaan pajak berbanding jumlah utang.
Lulusan Jurusan Perpajakan Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) itu mengatakan, semestinya pemerintah juga menjelaskan besaran penerimaan pajak yang dipakai untuk membayar utang negara. Harapannya ada kepastian bahwa pemasukan dari perpajakan mencerminkan kemampuan pemerintah membayar utang, sehingga tidak ada kesan gali lubang tutup lubang.
"Ada fundamental data yang di-share untuk membangun confidence bahwa apa yang disampaikan tidak hanya sebuah peyampaian yang bersifat persuasif," kata Misbakhun.
Mantan pegawai Direktorat Jenderal Pajak itu juga merujuk paparan Menkeu Seri Mulyani soal utang pemerintah mencapai Rp7.123,62 triliun per Juni 2022. Angka itu setara 37,9% dari PDB 2022. "Yang menjadi pertanyaan ialah berapa sebenarnya volume PDB kita pada 2022 yang menjadi baseline perhitungan di angka 37,91% tersebut?" katanya.
Misbakhun menjelaskan, data BPS memperlihatkan PDB pada 2020 mencapai Rp15.434,2 triliun. Adapun PDB 2021 sebesat Rp16.970,8 triliun.
Wakil rakyat asal Pasuruan, Jawa Timur itu mengaku tidak pernah mempermasalahkan jumlah utang pemerintah. Alasannya, utang merupakan keniscayaan dalam mengelola negara. Namun, Misbakhun juga ingin tahu soal pemegang Surat Berharga Negara (SBN).
"Siapa sih, di dalam negeri yang menjadi pemegang SBN ini, karena biasanya negara-negara yang mulai kuat pertumbuhan ekonominya, utangnya diserap di dalam negeri, sehingga circle (perputaran) bisnisnya berjalan antara negara dan sektor keuangannya," katanya.
"Kita juga harus mulai membangun confidence (kepercayaan diri) kepada masyarakat bahwa pemerintah yang berutang itu mempunyai ability to pay, kemampuan untuk membayar," kata Misbakhun dalam rapat kerja Komisi XI DPR dengan pemerintah di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (31/8/2022).
Wakil pemerintah dalam raker itu adalah Menkeu Sri Mulyani, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar, dan Kepala Badan Pusat Statistik Margo Yuwono.
Baca juga: Dunia Hadapi Risiko Stagflasi hingga Krisis Utang, Sri Mulyani: Kombinasi Berbahaya dan Rumit
Misbakhun menegaskan, penjelasan soal rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) belum cukup bagi publik. Legislator Golkar itu beralasan masih ada rasio lain, misalnya besar penerimaan pajak berbanding jumlah utang.
Lulusan Jurusan Perpajakan Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) itu mengatakan, semestinya pemerintah juga menjelaskan besaran penerimaan pajak yang dipakai untuk membayar utang negara. Harapannya ada kepastian bahwa pemasukan dari perpajakan mencerminkan kemampuan pemerintah membayar utang, sehingga tidak ada kesan gali lubang tutup lubang.
"Ada fundamental data yang di-share untuk membangun confidence bahwa apa yang disampaikan tidak hanya sebuah peyampaian yang bersifat persuasif," kata Misbakhun.
Mantan pegawai Direktorat Jenderal Pajak itu juga merujuk paparan Menkeu Seri Mulyani soal utang pemerintah mencapai Rp7.123,62 triliun per Juni 2022. Angka itu setara 37,9% dari PDB 2022. "Yang menjadi pertanyaan ialah berapa sebenarnya volume PDB kita pada 2022 yang menjadi baseline perhitungan di angka 37,91% tersebut?" katanya.
Misbakhun menjelaskan, data BPS memperlihatkan PDB pada 2020 mencapai Rp15.434,2 triliun. Adapun PDB 2021 sebesat Rp16.970,8 triliun.
Wakil rakyat asal Pasuruan, Jawa Timur itu mengaku tidak pernah mempermasalahkan jumlah utang pemerintah. Alasannya, utang merupakan keniscayaan dalam mengelola negara. Namun, Misbakhun juga ingin tahu soal pemegang Surat Berharga Negara (SBN).
"Siapa sih, di dalam negeri yang menjadi pemegang SBN ini, karena biasanya negara-negara yang mulai kuat pertumbuhan ekonominya, utangnya diserap di dalam negeri, sehingga circle (perputaran) bisnisnya berjalan antara negara dan sektor keuangannya," katanya.
(abd)
tulis komentar anda