PKS Sebut Dua Juta Nelayan Bisa Menganggur Jika BBM Naik
Rabu, 24 Agustus 2022 - 15:49 WIB
JAKARTA - Rencana kenaikan harga BBM subsidi oleh pemerintah bakal semakin memukul kondisi nelayan kecil. Sebelumnya kenaikan harga solar nonsubsidi sudah memukul nelayan dan dunia perikanan.
Ketua DPP PKS Bidang Tani dan Nelayan Riyono menyebutkan, penderitaan nelayan dan dunia perikanan bertambah dengan harga solar yang mencapai 23.000.
"Kalau solar subsidi untuk nelayan dinaikkan, terus nelayan akan makan apa? Ada hampir 3.000 kapal tidak bisa melaut karena biaya BBM membengkak sampai 60% dari biasanya. Kenaikan BBM dan juga diiringi kenaikan perbekalan membuat sekarat nelayan," kata Riyono, Rabu (24/8/2022).
Menurut Riyono, kenaikan BBM ini berdampak sangat serius. Ada hampir 7.000 kapal di atas 30 GT izin pusat yang terancam bangkrut akibat kenaikan harga solar ini. Belum lagi jika solar subsidi dinaikkan, jumlah nelayan kecil yang terdampak akan sangat besar. "Visi poros maritim tidak mampu hadir disaat nelayan susah, negara tidak hadir saat kondisi susah," kata Riyono
Riyono memaparkan nelayan binaan PKS secara tegas menolak dan meminta dana pembangunan IKN dialihkan untuk subsidi solar bagi nelayan kecil. Bagi Riyono, rencana kenaikan BBM subsidi semakin memperberat kondisi sektor perikanan.
Harapan baru nelayan dan sektor perikanan mampu bangkit sebagai pengungkit ekonomi nasional terganjal oleh berbagai regulasi dan kondisi yang memberatkan nelayan dan pelaku usaha perikanan.
"Kontroversi PP 85, kenaikan PNBP, sistem penangkapan terukur membuat mandeknya sektor perikanan. Nampaknya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) belum memahami psikologi serta denyut nadi nelayan," ujarnya.
Setelah terbitnya PP 85 Tahun 2021 yang ditindaklanjuti dengan Permen KP menjadikan suasana dialog serta komunikasi menjadi kaku, di satu sisi KKP sudah pasang target Rp12 triliun untuk PNBP sampai 2024 dengan harapan di 2022 bisa naik menjadi Rp1 triliun. Kondisi pandemi nampaknya belum menjadi pertimbangan serius KKP, angka di atas kertas yang disodorkan BPK soal potensi transaksi perikanan yang mencapai Rp215 triliun per tahun menjadi acuan target.
"Berbagai sikap nelayan dari penolakan dan ribut soal PP 85 Tahun 2021 beserta turunannya dalam bentuk Permen KP No 85 dan 86 tentang Harga Patokan Ikan (HPI) dan Pungutan Hasil Perikanan (PHP) membuktikan bahwa KKP tidak memiliki sense of crisis sekaligus gagal berkomunikasi dengan nelayan," ucapnya.
Ketua DPP PKS Bidang Tani dan Nelayan Riyono menyebutkan, penderitaan nelayan dan dunia perikanan bertambah dengan harga solar yang mencapai 23.000.
"Kalau solar subsidi untuk nelayan dinaikkan, terus nelayan akan makan apa? Ada hampir 3.000 kapal tidak bisa melaut karena biaya BBM membengkak sampai 60% dari biasanya. Kenaikan BBM dan juga diiringi kenaikan perbekalan membuat sekarat nelayan," kata Riyono, Rabu (24/8/2022).
Menurut Riyono, kenaikan BBM ini berdampak sangat serius. Ada hampir 7.000 kapal di atas 30 GT izin pusat yang terancam bangkrut akibat kenaikan harga solar ini. Belum lagi jika solar subsidi dinaikkan, jumlah nelayan kecil yang terdampak akan sangat besar. "Visi poros maritim tidak mampu hadir disaat nelayan susah, negara tidak hadir saat kondisi susah," kata Riyono
Riyono memaparkan nelayan binaan PKS secara tegas menolak dan meminta dana pembangunan IKN dialihkan untuk subsidi solar bagi nelayan kecil. Bagi Riyono, rencana kenaikan BBM subsidi semakin memperberat kondisi sektor perikanan.
Harapan baru nelayan dan sektor perikanan mampu bangkit sebagai pengungkit ekonomi nasional terganjal oleh berbagai regulasi dan kondisi yang memberatkan nelayan dan pelaku usaha perikanan.
"Kontroversi PP 85, kenaikan PNBP, sistem penangkapan terukur membuat mandeknya sektor perikanan. Nampaknya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) belum memahami psikologi serta denyut nadi nelayan," ujarnya.
Setelah terbitnya PP 85 Tahun 2021 yang ditindaklanjuti dengan Permen KP menjadikan suasana dialog serta komunikasi menjadi kaku, di satu sisi KKP sudah pasang target Rp12 triliun untuk PNBP sampai 2024 dengan harapan di 2022 bisa naik menjadi Rp1 triliun. Kondisi pandemi nampaknya belum menjadi pertimbangan serius KKP, angka di atas kertas yang disodorkan BPK soal potensi transaksi perikanan yang mencapai Rp215 triliun per tahun menjadi acuan target.
"Berbagai sikap nelayan dari penolakan dan ribut soal PP 85 Tahun 2021 beserta turunannya dalam bentuk Permen KP No 85 dan 86 tentang Harga Patokan Ikan (HPI) dan Pungutan Hasil Perikanan (PHP) membuktikan bahwa KKP tidak memiliki sense of crisis sekaligus gagal berkomunikasi dengan nelayan," ucapnya.
(cip)
tulis komentar anda