Presiden Jokowi Kunjungi China, Ketua DPP Perindo Sarankan 4 Poin Penting Ini Dibahas

Selasa, 26 Juli 2022 - 06:19 WIB
Presiden Joko Widodo melakukan kunjungan kerja ke China.Foto/Istimewa/SETPRES
JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) melakukan kunjungan kerja ke China. Dalam lawatannya tersebut, Jokowi dijadwalkan bertemu dengan Perdana Menteri dan Presiden RRT.

Selain mengunjungi Negeri Tirai Bambu tersebut, Jokowi juga rencananya mengunjungi Jepang dan Korea Selatan (Korsel) untuk membahas sejumlah isu strategis.

Ketua DPP Partai Persatuan Indonesia ( Perindo ) Bidang Hankam dan Siber yang juga Pengamat Militer dan Intelijen Susaningtyas Kertopati mengatakan, ada sejumlah hal penting yang harus dibahas dalam kunjungan kerja Presiden Jokowi ke China, Jepang, dan Korsel.



Pertama, meyakinkan ketiga negara itu untuk hadir pada pertemuan G20. Kedua, pembicaraan terkait investasi di Ibu Kota Nusantara (IKN). Di mana dalam pembicaraan itu harus disertai juga dengan perjanjian yang tidak merugikan Indonesia di kemudian hari. Ketiga, Presiden Jokowi juga diharapkan meyakinkan ketiga negara tersebut terkait kerja sama pertahanan keamanan, termasuk alutsista dan transfer teknologinya.

"Industri pertahanan kita dapat dikerja samakan dengan industri pertahanan ketiga negara tersebut tanpa ada tekanan politik apa pun," ujar Nuning, sapaan akrab Susaningtyas Kertopati, Senin (25/7/2022). Baca: Kunjungan Kerja ke China, Presiden Jokowi dan Rombongan Tiba di Beijing

Seiring dengan perkembangan internet of things (IoT), kata Nuning, prioritas berikutnya adalah memperkuat pertahanan siber (cyber defence). Saat ini, peretasan infrastruktur sudah sangat kritis, pencurian data strategis, spionase, propaganda di media sosial, terorisme dan berbagai ancaman siber lainnya sudah berlangsung di berbagai belahan dunia. Oleh karena itu, banyak negara tengah merumuskan strategi untuk menghadapi ancaman siber.

"Kedua macam teknologi tersebut mendorong terjadinya Revolutionary in Military Affairs (RMA) gelombang kedua dengan fokus menghadapi ancaman Hybrid Warfare," ucapnya.

Nuning menjelaskan, karakteristik dan ciri utama dari ancaman ini adalah kombinasi strategi perang konvensional dan non-konvensional, termasuk serangan siber, tekanan ekonomi, tekanan diplomatik, penggunaan proxy non state actor, propaganda di media sosial hingga pemberontakan yang menyebabkan adanya kudeta terhadap suatu pemerintahan yang berdaulat. "Kepada China sangat baik bila dibicarakan terkait batas wilayah Laut China Selatan," ucapnya.

Mantan anggota Komisi l DPR ini menyebut, hal penting lainnya yang harus dibahas dalam pertemuan itu yakni membicarakan kawasan. Jika China dan AS terlibat dalam konflik di LCS, sambung Nuning, satu hal yang pasti, negara-negara ASEAN akan sulit mempertahankan netralitasnya.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More