Pengamat Terorisme UI: Politik Identitas Sudah Tidak Relevan untuk Pilpres 2024

Jum'at, 17 Juni 2022 - 11:07 WIB
Pengamat terorisme UI, Ridlwan Habib mengingatkan bahwa Indonesia memiliki pengalaman pahit dari kontestasi politik yang diwarnai politik identitas. FOTO/IST
JAKARTA - Pemilu 2024 masih lama tetapi nuansa kontestasi mulai terasa dari tingkat elite hingga masyarakat. Arus dukungan, afiliasi, dan deklarasi bermunculan di mana-mana. Permainan simbolisasi dan politisasi agama dalam ranah politik mulai terasa.

Pengamat terorisme dari Universitas Indonesia (UI), Ridlwan Habib mengingatkan bahwa Indonesia memiliki pengalaman pahit dari kontestasi politik yang diwarnai politik identitas . Menurutnya, strategi itu harus ditinggalkan.

"Sudah tidak relevan (politik identitas) untuk Pilpres 2024 nanti. Kenapa? Karena masyarakat sudah makin cerdas, literasi masyarakat tentang hoax, berita palsu, berita bohong itu sudah makin pintar. Mungkin di 2014, 2019 berita hoaks masih bisa dan banyak beredar di WA grup, tapi di 2024 saya tidak yakin," kata Ridlwan Habib dikutip dari keterangan tertulis, Jumat (17/6/2022).

Ia melanjutkan, hal ini juga terkait faktor banyaknya generasi Z atau milenial yang saat ini yang sudah melek digital dan unggul dalam literasi, sehingga generasi ini sudah memahami mana berita palsu, hoaks, dan bohong. Dengan demikian, menurutnya, maka narasi politik identitas yang negatif sudah harus ditinggalkan.



"Tapi sebenarnya berpolitik identitas itu boleh-boleh saja, misalnya kampanye dengan menggunakan jargon agama itu sah-sah saja, tapi yang tidak boleh adalah jika menggunakan politik identitas untuk menyalahkan pihak lain diluar kelompoknya bahkan mengampanyekan khilafah," katanya.

Termasuk mengampanyekan atau mempromosikan bahwa Indonesia harus menganut hukum agama tertentu, menurutnya, sudah menyalahi serta melanggar konsensus nasional yang telah disepakati para founding fathers bangsa.

"Jadi, politik identitas itu boleh saja asal yang positif, yang tidak bertentangan dengan agama, yang bertujuan memajukan bangsa, dan tidak mengganggu orang lain, itu positif. Jadi politik identitas jangan selalu dipahami negatif," kata pria yang meraih gelar Magister pada Kajian Stratejik Intelijen Universitas Indonesia ini.

Baca juga: Jelang Pemilu dan Pilpres 2024, Wakapolri Ingatkan Jangan Politik Identitas

Dirinya juga menyebut dalam perjalanan demokrasi di Indonesia, seringkali ditemui oknum kepentingan yang memanfaatkan isu sentimen agama yang justru menimbulkan reaksi balik dari segolongan masyarakat yang merasa terganggu dengan isu tersebut. Tentunya hal ini mengakibatkan kerukunan, persatuan, kemajemukan, tenggang rasa bangsa ini tercederai oleh narasi keagamaan yang dipaksakan dalam politik.
Halaman :
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More