Anggota Komisi VI DPR Beberkan Sengkarut Masalah Minyak Goreng
Jum'at, 25 Maret 2022 - 19:44 WIB
JAKARTA - Anggota Komisi VI DPR Deddy Yevri Sitorus menilai tiga paket kebijakan pemerintah tidak akan efektif menyelesaikan masalah kelangkaan dan tingginya harga minyak goreng di pasaran. Semestinya pemerintah hanya perlu memastikan pasokan bahan baku yang cukup dan rantai pasok atau sistem distribusi tidak bocor.
Deddy menjelaskan, paket kebijakan pertama pemerintah dalam mengatasi persoalan minyak goreng adalah mencabut mekanisme Domestic Market Obligation (DOM), Domestic Price Obligation (DOM), dan Harga Eceran Tertinggi (HET). DMO dan DPO berfungsi mengatur penyebaran minyak goreng (migor) di pasaran.
DMO mewajibkan seluruh produsen minyak goreng yang akan melakukan ekspor untuk mengalokasikan 30% dari volume produksinya bagi kebutuhan dalam negeri. Sementara DPO mengatur harga minyak sawit mentah (CPO) di Tanah Air.
"Kebijakan demikian yang terburu-buru menyebabkan pasokan semu yang tidak berkelanjutan serta harga minyak goreng kemasan yang tidak terkendali," katanya, Jumat (25/3/2022).
Kebijakan selanjutnya adalah pemberian subsidi untuk minyak goreng curah melalui skema Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Politikus PDIP ini menganggap kebijakan itu sangat rentan terhadap penyimpangan dalam bentuk migrasi konsumen, penimbunan, dan penyeludupan serta pengalihan minyak goreng curah ke industri dan ke luar negeri.
Demikian pula kebijakan menaikkan pungutan ekspor (levy). Baginya, hal ini tidak akan efektif jika disparitas harga pasar internasional dengan domestik masih cukup lebar.
Menurut Deddy, mengatasi kelangkaan minyak goreng sebenarnya tidak terlalu sulit. Sebab fundamentalnya adalah memastikan adanya pasokan bahan baku yang cukup dan rantai pasok/sistem distribusinya tidak bocor.
"Masalah fundamental tersebut hanya bisa diatasi jika ada pengaturan tata niaga yang baik, adil dan transparan serta pengawasan, penegakan hukum yang konsisten dan efektif," kata politikus kelahiran Pematang Siantar ini.
Baca juga: Minyak Goreng Kemasan 1 Liter Dijual Rp14 Ribu di Jakarta, Ini Lokasinya
Deddy menjelaskan, paket kebijakan pertama pemerintah dalam mengatasi persoalan minyak goreng adalah mencabut mekanisme Domestic Market Obligation (DOM), Domestic Price Obligation (DOM), dan Harga Eceran Tertinggi (HET). DMO dan DPO berfungsi mengatur penyebaran minyak goreng (migor) di pasaran.
DMO mewajibkan seluruh produsen minyak goreng yang akan melakukan ekspor untuk mengalokasikan 30% dari volume produksinya bagi kebutuhan dalam negeri. Sementara DPO mengatur harga minyak sawit mentah (CPO) di Tanah Air.
"Kebijakan demikian yang terburu-buru menyebabkan pasokan semu yang tidak berkelanjutan serta harga minyak goreng kemasan yang tidak terkendali," katanya, Jumat (25/3/2022).
Kebijakan selanjutnya adalah pemberian subsidi untuk minyak goreng curah melalui skema Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Politikus PDIP ini menganggap kebijakan itu sangat rentan terhadap penyimpangan dalam bentuk migrasi konsumen, penimbunan, dan penyeludupan serta pengalihan minyak goreng curah ke industri dan ke luar negeri.
Demikian pula kebijakan menaikkan pungutan ekspor (levy). Baginya, hal ini tidak akan efektif jika disparitas harga pasar internasional dengan domestik masih cukup lebar.
Menurut Deddy, mengatasi kelangkaan minyak goreng sebenarnya tidak terlalu sulit. Sebab fundamentalnya adalah memastikan adanya pasokan bahan baku yang cukup dan rantai pasok/sistem distribusinya tidak bocor.
"Masalah fundamental tersebut hanya bisa diatasi jika ada pengaturan tata niaga yang baik, adil dan transparan serta pengawasan, penegakan hukum yang konsisten dan efektif," kata politikus kelahiran Pematang Siantar ini.
Baca juga: Minyak Goreng Kemasan 1 Liter Dijual Rp14 Ribu di Jakarta, Ini Lokasinya
Lihat Juga :
tulis komentar anda