Menakar Kans Kader Parpol dan Tokoh Nonparpol di Pilpres 2024
Rabu, 16 Februari 2022 - 15:26 WIB
Emrus menyebutkan, capres kemungkinan besar datang dari partai politik, sedangkan untuk cawapres barulah kemungkinan bisa dari tokoh nonparpol.
"Bisa saja wakil dari nonparpol jika memiliki popularitas tinggi di akar rumput, di grass root. Prabowo Subianto misalkan elektabilitas menggembirakan, bisa mengambil dari sosok nonparpol. Hal serupa juga dapat dilakukan kandidat lainnya seperti Airlangga Hartarto ataupun Muhaimin Iskandar," terangnya.
Emrus melihat terkait elektabilitas tokoh parpol dan nonparpol relatif sama. Namun ia menyoroti pentingnya kualitas dibandingkan popularitas. "Acap kali pembicaraan pada popularitas dan elektabilitas. Ini perbincangan kurang produktif. Orang yang memiliki popularitas dan elektabilitas itu hanya kuantitatif, tidak dibicarakan terkait kualitas calon tersebut. Pergerakan dukung mendukung, dibicarakan di ruang publik. Dibicarakan di sosial media. Padahal seharusnya kualitas sosok harus lebih dibicarakan."
Emrus menyebutkan dirinya kurang setuju dengan anggapan partai politik tidak memiliki kader tokoh nasional sehingga disebut gagal. "Karena yang dicari masyarakat tidak hanya sekadar yang populer mau itu dari partai politik ataupun non parpol. Melainkan mereka yang benar-benar dapat membawa bangsa ini lebih maju, bisa mempersatukan semua lapisan masyarakat Indonesia yang majemuk, dan menghadapi berbagai tantangan bangsa ke depan," pungkasnya.
Tika Vidya Utami/Litbang MPI, Carlos Roy Fajarta
"Bisa saja wakil dari nonparpol jika memiliki popularitas tinggi di akar rumput, di grass root. Prabowo Subianto misalkan elektabilitas menggembirakan, bisa mengambil dari sosok nonparpol. Hal serupa juga dapat dilakukan kandidat lainnya seperti Airlangga Hartarto ataupun Muhaimin Iskandar," terangnya.
Emrus melihat terkait elektabilitas tokoh parpol dan nonparpol relatif sama. Namun ia menyoroti pentingnya kualitas dibandingkan popularitas. "Acap kali pembicaraan pada popularitas dan elektabilitas. Ini perbincangan kurang produktif. Orang yang memiliki popularitas dan elektabilitas itu hanya kuantitatif, tidak dibicarakan terkait kualitas calon tersebut. Pergerakan dukung mendukung, dibicarakan di ruang publik. Dibicarakan di sosial media. Padahal seharusnya kualitas sosok harus lebih dibicarakan."
Emrus menyebutkan dirinya kurang setuju dengan anggapan partai politik tidak memiliki kader tokoh nasional sehingga disebut gagal. "Karena yang dicari masyarakat tidak hanya sekadar yang populer mau itu dari partai politik ataupun non parpol. Melainkan mereka yang benar-benar dapat membawa bangsa ini lebih maju, bisa mempersatukan semua lapisan masyarakat Indonesia yang majemuk, dan menghadapi berbagai tantangan bangsa ke depan," pungkasnya.
Tika Vidya Utami/Litbang MPI, Carlos Roy Fajarta
(zik)
tulis komentar anda