Rivalitas 2 Jenderal Kepercayaan Presiden, Penuh Intrik dan Saling Jegal
Selasa, 15 Februari 2022 - 05:23 WIB
JAKARTA - Rivalitas dua jenderal kepercayaan orang nomor satu RI pernah mewarnai di awal kekuasaan Orde Baru . Jenderal Soemitro menjabat Panglima Kokamtib merangkap Wakil Panglima ABRI di satu sisi dan Mayjen Ali Moertopo sebagai Ketua Opsus merangkap Asisten Pribadi (Aspri) Presiden Soeharto di sisi lain.
Dalam strata yang tercipta dalam pemerintahan Orde Baru, orang "dalam" atau kelompok inti dan orang "luar" di sekeliling Soeharto selalu tercipta rivalitas yang "mungkin" sengaja dibiarkan atau dibuat seimbang untuk mengontrol dominasi antar satu kelompok dengan kelompok lain. Seperti yang terjadi antara kubu Jenderal Soemitro berhadapan dengan Ali Moertopo.
Dikutip dari Buku Ali Moertopo dan Dunia Intelijen Indonesia yang ditulis M Aref Rahmat, Jenderal Soemitro adalah perwira dengan kekuasaan tertinggi saat itu. Ia menjabat Pangkopkamtib merangkap Wakil Panglima ABRI. Panglima ABRI yang saat itu dijabat Jenderal M Panggabean hanya bertugas sebagai pembina pasukan. Sedangkan Pangkopkamtib memegang kendali operasi.
Di sisi lain, ada lembaga Asisten Presiden (Aspri/Spri) yang lebih powerful karena akses langsungnya kepada Presiden Soeharto. Selain Soedjono Hoemardani, Ali Moertopo adalah Aspri yang paling berpengaruh.
Di kubu Soemitro terdapat Kepala Bakin Sutopo Juwono dan Wakil Kepala Staf Angkatan Darat (Wakasad) Sajidiman. Jenderal Soemitro sebagai mantan perwira Brawijaya dan Sajiman yang dahulu di divisi Siliwangi memiliki dukungan dari pelbagai unsur termasuk para perwira lapangan yang tidak Terima atas sepak terjang kelompok Aspri yang dianggap terlalu mendominasi dan berlebihan dalam sistem hierarki militer maupun pemerintahan.
Sebaliknya Panglima Angkatan Bersenjata Jenderal Panggabean lebih cenderung kepada kelompok Aspri. Jika dilihat ada korelasi pertentangan yang muncul dari dua pihak yang bersaing. Satu sisi Soemitro dari Brawijaya dan Sajiman dari Siliwangi, di pihak lain yaitu Ali Moertopo dan Soedjono Hoemardani yang sama pada posisi Aspri berasal dari divisi Diponegoro, seperti halnya Soeharto sendiri.
Kelompok Ali Moertopo (Aspri) dalam setiap tindakannya kerap mengatasnamakan Presiden, tetapi karena itu justru dimusuhi oleh institusi-institusi yang ada. Dari pihak Ali menyebutkan, Soemitro kerap dianggap telah melampaui kewenangan dan tugas yang seharusnya.
Banyak tugas yang dilakukan Soemitro sebenarnya tugas Perdana Menteri yang dirangkap oleh Presiden menurut Undang-Undang 1945 yang menganut sistem presidensil. Tugas yang sebenarnya bukan wewenang Soemitro itu diambil alih melalui keputusan Pangkopkamtib, pimpinan SKOGAR, Staf Komando Garnisun yang bertanggung jawab atas keamanan Ibu kota yang biasanya berada di tangan Pangdam Jaya.
Dalam suatu wawancara, Kepala Bakin Jenderal Sutopo Juwono di tahun 1989 mengungkapkan pada 1973 menjelang pembentukan Kabinet Pembangunan II ia pernah mengusulkan kepada Soeharto agar orang seperti Ali Moeropo diberi jabatan dan tanggung jawab yang jelas.
Dalam strata yang tercipta dalam pemerintahan Orde Baru, orang "dalam" atau kelompok inti dan orang "luar" di sekeliling Soeharto selalu tercipta rivalitas yang "mungkin" sengaja dibiarkan atau dibuat seimbang untuk mengontrol dominasi antar satu kelompok dengan kelompok lain. Seperti yang terjadi antara kubu Jenderal Soemitro berhadapan dengan Ali Moertopo.
Baca Juga
Dikutip dari Buku Ali Moertopo dan Dunia Intelijen Indonesia yang ditulis M Aref Rahmat, Jenderal Soemitro adalah perwira dengan kekuasaan tertinggi saat itu. Ia menjabat Pangkopkamtib merangkap Wakil Panglima ABRI. Panglima ABRI yang saat itu dijabat Jenderal M Panggabean hanya bertugas sebagai pembina pasukan. Sedangkan Pangkopkamtib memegang kendali operasi.
Di sisi lain, ada lembaga Asisten Presiden (Aspri/Spri) yang lebih powerful karena akses langsungnya kepada Presiden Soeharto. Selain Soedjono Hoemardani, Ali Moertopo adalah Aspri yang paling berpengaruh.
Di kubu Soemitro terdapat Kepala Bakin Sutopo Juwono dan Wakil Kepala Staf Angkatan Darat (Wakasad) Sajidiman. Jenderal Soemitro sebagai mantan perwira Brawijaya dan Sajiman yang dahulu di divisi Siliwangi memiliki dukungan dari pelbagai unsur termasuk para perwira lapangan yang tidak Terima atas sepak terjang kelompok Aspri yang dianggap terlalu mendominasi dan berlebihan dalam sistem hierarki militer maupun pemerintahan.
Sebaliknya Panglima Angkatan Bersenjata Jenderal Panggabean lebih cenderung kepada kelompok Aspri. Jika dilihat ada korelasi pertentangan yang muncul dari dua pihak yang bersaing. Satu sisi Soemitro dari Brawijaya dan Sajiman dari Siliwangi, di pihak lain yaitu Ali Moertopo dan Soedjono Hoemardani yang sama pada posisi Aspri berasal dari divisi Diponegoro, seperti halnya Soeharto sendiri.
Kelompok Ali Moertopo (Aspri) dalam setiap tindakannya kerap mengatasnamakan Presiden, tetapi karena itu justru dimusuhi oleh institusi-institusi yang ada. Dari pihak Ali menyebutkan, Soemitro kerap dianggap telah melampaui kewenangan dan tugas yang seharusnya.
Banyak tugas yang dilakukan Soemitro sebenarnya tugas Perdana Menteri yang dirangkap oleh Presiden menurut Undang-Undang 1945 yang menganut sistem presidensil. Tugas yang sebenarnya bukan wewenang Soemitro itu diambil alih melalui keputusan Pangkopkamtib, pimpinan SKOGAR, Staf Komando Garnisun yang bertanggung jawab atas keamanan Ibu kota yang biasanya berada di tangan Pangdam Jaya.
Dalam suatu wawancara, Kepala Bakin Jenderal Sutopo Juwono di tahun 1989 mengungkapkan pada 1973 menjelang pembentukan Kabinet Pembangunan II ia pernah mengusulkan kepada Soeharto agar orang seperti Ali Moeropo diberi jabatan dan tanggung jawab yang jelas.
tulis komentar anda