Meski Jokowi Tak Selalu Setuju, Pemerintah dan DPR Wajib Taat Putusan MK
Kamis, 10 Februari 2022 - 19:16 WIB
JAKARTA - Presiden Joko Widodo ( Jokowi ) mengakui dirinya tidak selaku sepakat dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Direktur Pusat Studi Hukum dan Konstitusi Universitas Islam Indonesia (PSHK UII) Allan F.G. Wardhana mengingatkan bahwa putusan MK bersifat final dan mengikat.
Bukan hanya bagi DPR dan pemerintah sebagai pembuat undang-undang (UU) tetapi untuk seluruh pihak terkait. Karena itu, tidak ada upaya hukum lain untuk melawan apalagi mengingkarinya.
"Putusan MK bersifat final dan mengikat. Tidak hanya DPR dan Pemerintah yang terikat dengan putusan MK tapi semua pihak yg terkait dengan putusan harus mentaatinya. Tidak ada upaya lain lagi untuk melawan atau mengingkari putusan MK," kata Allan saat dihubungi, Kamis (10/2/2022).
Apakah pernyataan Jokowi berkaitan dengan UU Nomor 11/2020 tentang Cipta Kerja? Allan menyampaikan bahwa apa pun putusan MK, para pembentuk UU wajib untuk memperbaiki UU Cipta Kerja. Karena kalau tidak diperbaiki, UU tersebut akan inkonstitusional permanen. "Kalau pemerintah tidak mau menindaklanjuti putusan MK, sama saja dengan mengingkari dan mengabaikan konstitusi," ujarnya.
Allan menegaskan, perintah dari putusan MK adalah memperbaiki UU Cipta Kerja, bukan UU Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU P3). Karena itu, meskipun UU P3 diubah dan UU Cipta Kerja tidak diubah, maka implikasinya UU Cipta Kerja akan inkonstitusional permanen.
"Tidak ada alasan bagi DPR dan pemerintah untuk membangkang putusan MK. Karena sifat putusan MK adalah final dan mengikat," tegas Allan.
Dalam sambutan dalam Sidang Pleno Khusus Laporan Tahunan 2021, Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis (10/2/2022) pagi tadi, Jokowi mengatakan tidak selalu sepakat dengan putusan MK.
"Memang pemerintah tidak selamanya sependapat dengan MK dalam putusan-putusannya. Tapi pemerintah selalu menerima, menghormati, dan melaksanakan putusan-putusan MK karena demikianlah yang diatur dalam UUD 1945 yakni keputusan MK bersifat final dan mengikat," kata Jokowi.
Bukan hanya bagi DPR dan pemerintah sebagai pembuat undang-undang (UU) tetapi untuk seluruh pihak terkait. Karena itu, tidak ada upaya hukum lain untuk melawan apalagi mengingkarinya.
"Putusan MK bersifat final dan mengikat. Tidak hanya DPR dan Pemerintah yang terikat dengan putusan MK tapi semua pihak yg terkait dengan putusan harus mentaatinya. Tidak ada upaya lain lagi untuk melawan atau mengingkari putusan MK," kata Allan saat dihubungi, Kamis (10/2/2022).
Apakah pernyataan Jokowi berkaitan dengan UU Nomor 11/2020 tentang Cipta Kerja? Allan menyampaikan bahwa apa pun putusan MK, para pembentuk UU wajib untuk memperbaiki UU Cipta Kerja. Karena kalau tidak diperbaiki, UU tersebut akan inkonstitusional permanen. "Kalau pemerintah tidak mau menindaklanjuti putusan MK, sama saja dengan mengingkari dan mengabaikan konstitusi," ujarnya.
Allan menegaskan, perintah dari putusan MK adalah memperbaiki UU Cipta Kerja, bukan UU Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU P3). Karena itu, meskipun UU P3 diubah dan UU Cipta Kerja tidak diubah, maka implikasinya UU Cipta Kerja akan inkonstitusional permanen.
"Tidak ada alasan bagi DPR dan pemerintah untuk membangkang putusan MK. Karena sifat putusan MK adalah final dan mengikat," tegas Allan.
Dalam sambutan dalam Sidang Pleno Khusus Laporan Tahunan 2021, Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis (10/2/2022) pagi tadi, Jokowi mengatakan tidak selalu sepakat dengan putusan MK.
"Memang pemerintah tidak selamanya sependapat dengan MK dalam putusan-putusannya. Tapi pemerintah selalu menerima, menghormati, dan melaksanakan putusan-putusan MK karena demikianlah yang diatur dalam UUD 1945 yakni keputusan MK bersifat final dan mengikat," kata Jokowi.
(muh)
tulis komentar anda