Goresan Sajak Cak Imin dalam Antologi Puisi Darah Juang
Kamis, 11 November 2021 - 18:10 WIB
JAKARTA - Ketua Umum PKB A. Muhaimin Iskandar (Cak Imin) turut menyumbangkan karya puisinya dalam sebuah buku berjudul Darah Juang Antologi Puisi. Buku yang berisi ratusan puisi mantan aktivis itu baru diluncurkan pada Hari Sumpah Pemuda 28 Oktober 2021 lalu di Yogyakarta.
Koordinator aksi puisi FX Rudy Gunawan menjelaskan antologi puisi ini merupakan karya mantan aktivis yang tergabung dalam Paguyuban Darah Juang (PDJ). PDJ sendiri lahir pada 2016 Sukma di Kampus Fisipol Universitas Gadjah Mada (UGM). Menurut Rudy, selain Muhaimin Iskandar yang ikut membuat puisi di buku itu, ada juga Mensesneg Pratikno, dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Ketua Komisi VI DPR RI Faisol Riza serta alumni UGM lainnya.
"Jadi kami meminta semua teman-teman aktivis dan alumni UGM era Reformasi untuk membuat puisi. Ada Muhaimin Iskandar (Ketum PKB), Pratikno (Mensesneg RI), Ganjar Pranowo (Gubernur Jateng), Faisol Riza (Ketua Komisi VI DPR RI). Ternyata respons teman2 ini baik. Sehingga kami buat bukunya," kata Rudy.
Menurut Rudy, penerbitan buku oleh PDJ sendiri sebagai wadah menyampaikan aspirasi mantan aktivis melalui tulisan. "Jadi ini aksi konkret kami untuk menyampaikan segala unek-unek kami. Apalagi kondisi Covid-19 saat ini banyak yang perlu disampaikan," ucap Rudy yang juga sebagai penulis itu.
Di samping itu, terbitnya buku Darah Juang Antologi Puisi ini bertujuan mengingatkan masyarakat untuk saling peduli. Warga diajak untuk berkontribusi dengan cara yang mereka kuasai untuk kepentingan bangsa. "Ini sebagai pengingat agar kita jangan pernah berhenti peduli dengan bangsa. Ikut berkontribusi dengan skala masing-masing, itu yang perlu di high light," katanya.
Rudy tak menampik banyak hal, terutama di pemerintahan yang berubah di situasi seperti ini. Adanya sekat-sekat di pemerintah, perpecahan, dan friksi yang ada di masyarakat harus diakhiri. "Kita menghadapi perubahan lalu ada bencana dunia (Covid-19) yang harus kita atasi sendiri sebagai bangsa. Nah, kebersamaan ini yang penting, mari kembalikan lagi persatuan kita," ujar aktivis 1980 itu.
Membandingkan saat era Reformasi, lanjut Rudy aktivis memang sulit berpendapat. Saat ini ruang berpendapat lebih terbuka dan bisa melalui platform digital. Pihaknya berharap pada generasi muda untuk lebih produktif dan cerdas dalam memenuhi ruang berpendapat itu. "Termasuk memanfaatkan digitalisasi untuk pemberdayaan misalnya, seperti ekonomi mungkin. Termasuk juga yang muda ini yang saat ini menguasai," katanya.
Lihat Juga: Nawawi Pomolango: KPK Bukan Bayi Kandung Pemerintahan Megawati tapi Lahir Tuntutan Reformasi
Koordinator aksi puisi FX Rudy Gunawan menjelaskan antologi puisi ini merupakan karya mantan aktivis yang tergabung dalam Paguyuban Darah Juang (PDJ). PDJ sendiri lahir pada 2016 Sukma di Kampus Fisipol Universitas Gadjah Mada (UGM). Menurut Rudy, selain Muhaimin Iskandar yang ikut membuat puisi di buku itu, ada juga Mensesneg Pratikno, dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Ketua Komisi VI DPR RI Faisol Riza serta alumni UGM lainnya.
"Jadi kami meminta semua teman-teman aktivis dan alumni UGM era Reformasi untuk membuat puisi. Ada Muhaimin Iskandar (Ketum PKB), Pratikno (Mensesneg RI), Ganjar Pranowo (Gubernur Jateng), Faisol Riza (Ketua Komisi VI DPR RI). Ternyata respons teman2 ini baik. Sehingga kami buat bukunya," kata Rudy.
Menurut Rudy, penerbitan buku oleh PDJ sendiri sebagai wadah menyampaikan aspirasi mantan aktivis melalui tulisan. "Jadi ini aksi konkret kami untuk menyampaikan segala unek-unek kami. Apalagi kondisi Covid-19 saat ini banyak yang perlu disampaikan," ucap Rudy yang juga sebagai penulis itu.
Di samping itu, terbitnya buku Darah Juang Antologi Puisi ini bertujuan mengingatkan masyarakat untuk saling peduli. Warga diajak untuk berkontribusi dengan cara yang mereka kuasai untuk kepentingan bangsa. "Ini sebagai pengingat agar kita jangan pernah berhenti peduli dengan bangsa. Ikut berkontribusi dengan skala masing-masing, itu yang perlu di high light," katanya.
Rudy tak menampik banyak hal, terutama di pemerintahan yang berubah di situasi seperti ini. Adanya sekat-sekat di pemerintah, perpecahan, dan friksi yang ada di masyarakat harus diakhiri. "Kita menghadapi perubahan lalu ada bencana dunia (Covid-19) yang harus kita atasi sendiri sebagai bangsa. Nah, kebersamaan ini yang penting, mari kembalikan lagi persatuan kita," ujar aktivis 1980 itu.
Membandingkan saat era Reformasi, lanjut Rudy aktivis memang sulit berpendapat. Saat ini ruang berpendapat lebih terbuka dan bisa melalui platform digital. Pihaknya berharap pada generasi muda untuk lebih produktif dan cerdas dalam memenuhi ruang berpendapat itu. "Termasuk memanfaatkan digitalisasi untuk pemberdayaan misalnya, seperti ekonomi mungkin. Termasuk juga yang muda ini yang saat ini menguasai," katanya.
Lihat Juga: Nawawi Pomolango: KPK Bukan Bayi Kandung Pemerintahan Megawati tapi Lahir Tuntutan Reformasi
(cip)
tulis komentar anda