Tutup Sespimti Polri Dikreg ke-30, Kapolri: Jadilah Pemimpin yang Layani Warga dan Anggota
Rabu, 27 Oktober 2021 - 18:37 WIB
JAKARTA - Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo menekankan kepada seluruh perwira lulusan pendidikan Sespimti Polri untuk bisa menjadi pemimpin yang mengayomi dan melayani bagi warga dan anggotanya.
Hal itu disampaikan Kapolri bersama Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto dan Kapolri saat menutup pendidikan Sespimti Polri Dikreg ke-30, Sespimen Polri Dikreg ke-61 dan Sespimma Polri Angkatan ke-66, di Lembang, Jawa Barat, Rabu (27/10/2021).
"Jadilah pemimpin yang melayani. Pemimpin yang bisa melayani dan menempatkan anggota dan masyarakat sebagai prioritas. Jangan hanya memerintah tapi tidak tahu kesulitan. Ini menjadi masalah," kata Sigit.
Menjadi seorang pemimpin, kata Sigit, harus memiliki sifat dan sikap yang kuat, menguasai lapangan, bergerak cepat, responsif, peka terhadap perubahan dan berani keluar dari zona nyaman. Tak hanya itu, mantan Kapolda Banten ini menegaskan, seorang pemimpin harus mau turun ke bawah untuk mendengarkan secara langsung aspirasi dari masyarakat dan anggotanya. Pemimpin yang kuat akan mampu menciptakan rasa saling menghormati antara pimpinan dan jajarannya.
Sigit menekankan, dalam menjalankan tugas, pemimpin tidak boleh mudah terpancing emosinya. Hal itu, sambung Sigit, dapat berpengaruh pada tindakan yang tidak diinginkan oleh masyarakat. "Turun langsung ke lapangan agar tahu apa yang dirasakan masyarakat dan anak buah. Jaga emosi, jangan terpancing. Emosi mudah meledak akan akibatkan perbuatan yang tidak terukur. Apalagi diberikan kewenangan oleh undang undang maka tindakan tidak tersebut akan berpotensi menjadi masalah," ujar eks Kabareskrim Polri ini.
Menurut Sigit, pemimpin harus mampu menjadi teladan bagi semua pihak. Sebagaimana, semangat dari lahirnya konsep Presisi (Prediktif, Responsibilitas, dan Transparansi Berkeadilan). Sigit menyatakan, konsep Presisi akan bisa dirasakan oleh masyarakat dan internal kepolisian, apabila benar-benar diimplementasikan dengan baik. Dengan melaksanakan gagasan itu, maka Polri akan menjadi institusi yang semakin diharapkan oleh masyarakat Indonesia.
"Itu yang saya tuangkan dalam konsep Presisi. Bagaimana kita menghadirkan pemolisian yang prediktif, responsibilitas dan mampu melaksanakan semua secara transparan dan memenuhi rasa keadilan. Ini menjadi harapan masyarakat dan tugas rekan-rekan untuk mampu mewujudkan semua ini dari level pemimpin sampai dengan pelaksana," kata Sigit.
Dalam perjalanannya, konsep Presisi telah melahirkan tingkat kepercayaan masyarakat yang meningkat berdasarkan survei di pertengahan tahun. Namun, Sigit mengakui, belakangan ini tren positif kepercayaan itu mengalami penurunan karena adanya beberapa perbuatan oknum.
Namun, Sigit percaya bahwa, institusi Polri jauh lebih banyak diisi oleh orang-orang yang baik dan memiliki semangat perubahan untuk mewujudkan semangat dari Presisi. "Kemudian survei di awal Oktober kita turun, karena adanya penyimpangan anggota yang viral dengan cepat dengan didukung perkembangan teknologi informasi dalam dunia media. Ketika banyak anggota yg viral, maka itu menjadi koreksi bagi kita masyarakat. Maka dari itu, perbuatan yang dilakukan oleh personel bila bersifat positif maka dampaknya secara organisasi akan positif. Begitupun sebaliknya. Jadi persepsi itu muncul menjadi generalisasi. Masih sangat banyak polisi yang baik dibanding oknum sehingga manfaatkan perkembangan teknologi untuk memunculkan terobosan kreatif dan positif yang ada." ujar Sigit.
Hal itu disampaikan Kapolri bersama Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto dan Kapolri saat menutup pendidikan Sespimti Polri Dikreg ke-30, Sespimen Polri Dikreg ke-61 dan Sespimma Polri Angkatan ke-66, di Lembang, Jawa Barat, Rabu (27/10/2021).
"Jadilah pemimpin yang melayani. Pemimpin yang bisa melayani dan menempatkan anggota dan masyarakat sebagai prioritas. Jangan hanya memerintah tapi tidak tahu kesulitan. Ini menjadi masalah," kata Sigit.
Menjadi seorang pemimpin, kata Sigit, harus memiliki sifat dan sikap yang kuat, menguasai lapangan, bergerak cepat, responsif, peka terhadap perubahan dan berani keluar dari zona nyaman. Tak hanya itu, mantan Kapolda Banten ini menegaskan, seorang pemimpin harus mau turun ke bawah untuk mendengarkan secara langsung aspirasi dari masyarakat dan anggotanya. Pemimpin yang kuat akan mampu menciptakan rasa saling menghormati antara pimpinan dan jajarannya.
Sigit menekankan, dalam menjalankan tugas, pemimpin tidak boleh mudah terpancing emosinya. Hal itu, sambung Sigit, dapat berpengaruh pada tindakan yang tidak diinginkan oleh masyarakat. "Turun langsung ke lapangan agar tahu apa yang dirasakan masyarakat dan anak buah. Jaga emosi, jangan terpancing. Emosi mudah meledak akan akibatkan perbuatan yang tidak terukur. Apalagi diberikan kewenangan oleh undang undang maka tindakan tidak tersebut akan berpotensi menjadi masalah," ujar eks Kabareskrim Polri ini.
Menurut Sigit, pemimpin harus mampu menjadi teladan bagi semua pihak. Sebagaimana, semangat dari lahirnya konsep Presisi (Prediktif, Responsibilitas, dan Transparansi Berkeadilan). Sigit menyatakan, konsep Presisi akan bisa dirasakan oleh masyarakat dan internal kepolisian, apabila benar-benar diimplementasikan dengan baik. Dengan melaksanakan gagasan itu, maka Polri akan menjadi institusi yang semakin diharapkan oleh masyarakat Indonesia.
Baca Juga
"Itu yang saya tuangkan dalam konsep Presisi. Bagaimana kita menghadirkan pemolisian yang prediktif, responsibilitas dan mampu melaksanakan semua secara transparan dan memenuhi rasa keadilan. Ini menjadi harapan masyarakat dan tugas rekan-rekan untuk mampu mewujudkan semua ini dari level pemimpin sampai dengan pelaksana," kata Sigit.
Dalam perjalanannya, konsep Presisi telah melahirkan tingkat kepercayaan masyarakat yang meningkat berdasarkan survei di pertengahan tahun. Namun, Sigit mengakui, belakangan ini tren positif kepercayaan itu mengalami penurunan karena adanya beberapa perbuatan oknum.
Namun, Sigit percaya bahwa, institusi Polri jauh lebih banyak diisi oleh orang-orang yang baik dan memiliki semangat perubahan untuk mewujudkan semangat dari Presisi. "Kemudian survei di awal Oktober kita turun, karena adanya penyimpangan anggota yang viral dengan cepat dengan didukung perkembangan teknologi informasi dalam dunia media. Ketika banyak anggota yg viral, maka itu menjadi koreksi bagi kita masyarakat. Maka dari itu, perbuatan yang dilakukan oleh personel bila bersifat positif maka dampaknya secara organisasi akan positif. Begitupun sebaliknya. Jadi persepsi itu muncul menjadi generalisasi. Masih sangat banyak polisi yang baik dibanding oknum sehingga manfaatkan perkembangan teknologi untuk memunculkan terobosan kreatif dan positif yang ada." ujar Sigit.
tulis komentar anda