Ponpes dan Sekolah NU Dukung PTM Terbatas Dilaksanakan dengan Prokes Ketat
Kamis, 30 September 2021 - 23:59 WIB
JAKARTA - Penyelenggara sekolah dan pesantren yang bernaung di Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mendukung proses pembelajaran tatap muka (PTM) secara terbatas. Sekolah dan pesantren siap menerapkan protokol kesehatan secara ketat untuk mendukung metode belajar itu.
Dukungan disampaikan oleh Ketua Rabithah Ma'ahid Islamiyah (RMI) Nahdlatul Ulama KH Abdul Ghaffar Rozin dan Sekretaris Jenderal LPI Ma'arif NU Harianto Oghie. RMI NU sendiri beranggotakan hampir 24.000 persantren, sementara LPI Ma'arif menaungi hampir 22.000 sekolah. Gus Rozin dan Harianto mengungkap dukungan itu dalam Istighosah dan doa bersama, Rabu (29/9) malam, yang diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kemendikbudristek, KPCPEN, PB IDI, dan PBNU.
Gus Rozin mengatakan RMI bersama seluruh elemen NU terus berusaha menerapkan protokol kesehatan untuk mendukung PTM secara terbatas di lingkungan pesantren. RMI NU tidak ingin pesantren menjadi pusat penyebaran baru Covid-19.
Dia menuturkan tradisi pesantren selama ratusan tahun menggelar pendidikan secara tatap muka dan berkelompok. "Hampir seluruh kegiatan santri sejak bangun tidur dilakukan secara berkelompok," ujar Gus Rozin.
Pandemi membuat hampir 24.000 pesantren yang dinaungi RMI NU mengubah tradisi berabad-abad itu. Sebagian santri terpaksa diliburkan sehingga proses pendidikan tidak berjalan baik. Sebab, proses pendidikan di pesantren, terutama soal akhlak dan budi pekerti, dilakukan lewat pembiasaan sehari-hari di lingkungan pesantren.
Pendidikan akhlak dan budi pekerti memerlukan proses PTM agar optimal. Proses belajar dengan interaksi langsung guru dan murid juga akan lebih meningkatkan pemahaman murid.
Kepatuhan pada protokol kesehatan juga diterapkan di hampir 22.000 LPI Ma'arif, jaringan sekolah yang berafiliasi dengan NU. "Mencegah kemudaratan diutamakan daripada mengambil manfaat," kata Sekretaris Jenderal LPI Ma'arif NU Harianto Oghie.
Penerapan protokol kesehatan di pesantren memang punya peluang dan tantangan. "Pesantren lingkungan terbatas. Jadi, perlu membatasi interaksi dengan orang di luar dan di dalam pondok," kata Prof. Dr. dr. Soedjatmiko Sp.A(K), Msi, Guru Besar Fakultas Kedokteran UI.
Ia mengingatkan virus Covid-19 hanya butuh 10 detik untuk masuk ke saluran pernafasan lalu berkembang biak dan menginfeksi organ tubuh lebih luas. Infeksi bisa terjadi kala orang berkumpul dan tidak memakai masker dengan benar.
Sementara itu, Direktur Sekolah Dasar Dirjen PAUD Kemendikbudristek Dr Sri Wahyuningsih mengatakan PTM secara terbatas sudah diizinkan secara selektif. "Hanya di zona hijau boleh tatap muka secara terbatas," ujarnya. Baca juga: Jelang PTM Tahap II, 72.500 Siswa di Jakbar Sudah Divaksin Covid-19
Sri mengatakan sudah ada sejumlah panduan pelaksanaan PTM secara terbatas. Salah satunya adalah sekolah bisa memakai dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk membeli peralatan yang dibutuhkan dalam penerapan protokol kesehatan. Orangtua juga berhak memilih metode pembelajaran bagi anaknya, apakah tetap metode jarak jauh (PJJ) atau tatap muka (PTM).
"Hal yang harus diingat, keamanan proses PTM adalah tanggung jawab semua pihak. Orangtua juga berperan dalam proses itu," tutupnya.
Dukungan disampaikan oleh Ketua Rabithah Ma'ahid Islamiyah (RMI) Nahdlatul Ulama KH Abdul Ghaffar Rozin dan Sekretaris Jenderal LPI Ma'arif NU Harianto Oghie. RMI NU sendiri beranggotakan hampir 24.000 persantren, sementara LPI Ma'arif menaungi hampir 22.000 sekolah. Gus Rozin dan Harianto mengungkap dukungan itu dalam Istighosah dan doa bersama, Rabu (29/9) malam, yang diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kemendikbudristek, KPCPEN, PB IDI, dan PBNU.
Gus Rozin mengatakan RMI bersama seluruh elemen NU terus berusaha menerapkan protokol kesehatan untuk mendukung PTM secara terbatas di lingkungan pesantren. RMI NU tidak ingin pesantren menjadi pusat penyebaran baru Covid-19.
Dia menuturkan tradisi pesantren selama ratusan tahun menggelar pendidikan secara tatap muka dan berkelompok. "Hampir seluruh kegiatan santri sejak bangun tidur dilakukan secara berkelompok," ujar Gus Rozin.
Pandemi membuat hampir 24.000 pesantren yang dinaungi RMI NU mengubah tradisi berabad-abad itu. Sebagian santri terpaksa diliburkan sehingga proses pendidikan tidak berjalan baik. Sebab, proses pendidikan di pesantren, terutama soal akhlak dan budi pekerti, dilakukan lewat pembiasaan sehari-hari di lingkungan pesantren.
Pendidikan akhlak dan budi pekerti memerlukan proses PTM agar optimal. Proses belajar dengan interaksi langsung guru dan murid juga akan lebih meningkatkan pemahaman murid.
Kepatuhan pada protokol kesehatan juga diterapkan di hampir 22.000 LPI Ma'arif, jaringan sekolah yang berafiliasi dengan NU. "Mencegah kemudaratan diutamakan daripada mengambil manfaat," kata Sekretaris Jenderal LPI Ma'arif NU Harianto Oghie.
Penerapan protokol kesehatan di pesantren memang punya peluang dan tantangan. "Pesantren lingkungan terbatas. Jadi, perlu membatasi interaksi dengan orang di luar dan di dalam pondok," kata Prof. Dr. dr. Soedjatmiko Sp.A(K), Msi, Guru Besar Fakultas Kedokteran UI.
Ia mengingatkan virus Covid-19 hanya butuh 10 detik untuk masuk ke saluran pernafasan lalu berkembang biak dan menginfeksi organ tubuh lebih luas. Infeksi bisa terjadi kala orang berkumpul dan tidak memakai masker dengan benar.
Sementara itu, Direktur Sekolah Dasar Dirjen PAUD Kemendikbudristek Dr Sri Wahyuningsih mengatakan PTM secara terbatas sudah diizinkan secara selektif. "Hanya di zona hijau boleh tatap muka secara terbatas," ujarnya. Baca juga: Jelang PTM Tahap II, 72.500 Siswa di Jakbar Sudah Divaksin Covid-19
Sri mengatakan sudah ada sejumlah panduan pelaksanaan PTM secara terbatas. Salah satunya adalah sekolah bisa memakai dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk membeli peralatan yang dibutuhkan dalam penerapan protokol kesehatan. Orangtua juga berhak memilih metode pembelajaran bagi anaknya, apakah tetap metode jarak jauh (PJJ) atau tatap muka (PTM).
"Hal yang harus diingat, keamanan proses PTM adalah tanggung jawab semua pihak. Orangtua juga berperan dalam proses itu," tutupnya.
(kri)
tulis komentar anda