Perjuangan Nasib Pegawai KPK Nonaktif Tersisa 2 Argumen

Rabu, 15 September 2021 - 22:47 WIB
Ada 2 argumen untuk membela nasib pegawai non aktif KPK. Uji materi keterbukaan informasi publik KPK dan sikap Presiden Jokowi terhadap keputusan final nasib pegawai nonaktif. FOTO/DOK.SINDOnews
JAKARTA - Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Sigit Riyanto berpandangan, saat ini tersisa dua argumen untuk membela nasib pegawai non aktif Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ).Pertama, uji materi keterbukaan informasi publik KPK dan kedua, sikap Presiden Jokowi terhadap keputusan final nasib pegawai nonaktif.

Argumen Sigit didasarkan pada temuan Ombudsman RI dan Komnas HAM yang masing-masing menemutwkkan malaadministrasi dan pelanggaran HAM dalam TWK (tes wawasan kebangsaan). Meskipun, temuan kedua lembaga tersebut sudah tertolak di hadapan MK, tapi argumen masing-masing lembaga tersebut menunjukkan triangulasi terhadap alih status pegawai KPK melalui asesmen TWK tidak relevan, tidak kredibel dan tidak adil.

"Presiden Jokowi punya kesempatan untuk menunjukkan komitmennya pada aspirasi publik dan menentukan sikap yang jelas bagi masa depan pemberantasan korupsi di Indonesia," ujar Sigit dalam keterangannya dikutip, Rabu (15/9/2021).

Baca juga: Hargai Dedikasi 57 Pegawai, Firli: KPK Tidak Akan Berdiri Tanpa Sebutir Pasir





Terkait keterbukaan informasi publik, tiga pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos TWK dalam proses alih status pegawai KPK, yakni Hotman Tambunan, Ita Khoiriyah, dan Iguh Sipurba tercatat menempuh gugatan keterbukaan informasi TWK KPK kepada Komisi Informasi Pusat (KIP).

"Para pegawai KPK telah mengajukan permohonan melalui mekanisme PPID sesuai dengan undang-undang, tapi KPK tetap tidak memberikan informasi hasil TWK," kata Hotman di Jakarta, Senin (13/9/2021).

Dalam sidang perdana Komisi Informasi, Ketua Majelis Komisioner KIP, Gede Narayana menyebutkan, gugatan yang diajukan tiga pegawai KPK tersebut berupa: (1) landasan hukum penentuan unsur-unsur yang diukur dalam asesmen TWK; (2) landasan hukum penentuan kriteria memenuhi syarat (MS) dan tidak memenuhi syarat (TMS) dalam asesmen TWK; (3) nama dan sertifikat asesor atau pewawancara serta lembaga atau institusi asal asesor atau pewawancara; (4) kertas kerja asesor atau pewawancara; (5) berita acara penentuan lulus dan tak lulus oleh asesor; dan (6) hasil asesmen TWK.

Baca juga: Diberhentikan KPK, Novel Baswedan: sebagai Penegak Hukum Saya Sedih
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :