Prajurit Kopassus Ini Rebut 100 Senjata Musuh dan Penentu Keberhasilan Operasi Mapenduma

Minggu, 08 Agustus 2021 - 05:41 WIB
Prabowo Subianto bersama prajurit Kopassus Serka Bayani di Papua. Foto/Instagram
JAKARTA - Operasi pembebasan sandera di Mapenduma, Papua pada 8 Januari 1996 silam, masih melekat kuat dalam ingatan Prabowo Subianto . Sebagai pimpinan tertinggi dalam operasi tersebut, Prabowo Subianto yang saat itu menjabat sebagai Danjen Kopassus bertanggung jawab terhadap keselamatan 26 sandera yang kebanyakan Warga Negara Asing (WNA).

Operasi Mapenduma merupakan operasi militer untuk membebaskan peneliti dalam Ekspedisi Lorentz 95 yang disandera Organisasi Papua Merdeka (OPM) pimpinan Kelly Kwalik di Desa Mapenduma, Kecamatan Tiom, Jayawijaya.

Untuk membebaskan para sandera tersebut, Prabowo menerjunkan prajurit Komando Pasukan Khusus (Kopassus). Pasukan elite TNI AD inipun berhasil membebaskan sandera. Kesuksesan operasi pembebasan sandera yang menyedot perhatian dunia internasional ini tidak lepas dari peran pasukan di lapangan, salah satunya Serka Bayani, pimpinan Tim Kasuari. Kemampuan Serka Bayani dalam membaca jejak membuat Prabowo kagum.

Prabowo dalam bukunya berjudul, “Kepemimpinan Militer: Catatan dari Pengalaman Letjen TNI (Purn) Prabowo Subianto” menceritakan sosok Serka Bayani. Menurut Prabowo, Serka Bayani merupakan anggota Kopassus, putra asli Papua.

”Dia terkenal di Kopassus. Orangnya tenang, berani, memiliki kemampuan luar biasa dalam menembak dan memiliki kemampuan membaca jejak, dalam operasi di Papua Bayani biasanya tidak menggunakan sepatu. Dia juga memilih menggunakan celana pendek,” kenang Prabowo yang kini menjabat sebagai Menteri Pertahanan (Menhan).

Bahkan, Serka Bayani bisa masuk ke camp musuh karena mengira bagian dari mereka. Menurut Prabowo, dalam sekali operasi Bayani berhasil menewaskan beberapa musuh dan merebut 3-4 pucuk senjata. “Secara keseluruhan, Beliau berhasil merebut lebih dari 100 puncuk senjata dari tangan musuh,” ujar Prabowo.

Dalam Operasi Mapenduma, Prabowo membentuk tim inti pembaca jejak yang terdiri atas pasukan Kopassus dan Kodam Cenderawasih. Mereka semua putra daerah. Tim pembaca jejak ini kemudian dinamai Kasuari yang dipimpin langsung Serka Bayani. Tugasnya menembus ke daerah paling sulit.



Menurut Prabowo, Operasi Mapenduma sangat sulit karena lokasi penyanderaan di tengah hutan. Apalagi pada 1996, TNI belum memiliki satelit, drone dan pesawat pengintai yang baik sehingga sangat sulit mendapatkan data intelijen yang mutakhir. Bahkan, TNI juga tidak memiliki peta topografis skala 1:50.000. Yang ada hanya peta bagan yang terbuat dari tangan. Peta inilah yang akhirnya diperbanyak.

“Menjelang waktu akhir harus mengambil keputusan untuk menentukan sasaran, saya bertanya kepada tim intelijen di mana posisi komandan pasukan GPK Kelly Kwalik dan para sandera. Saat kita menentukan sasaran tidak ada alat bantu sama sekali. Analisis intelijen sangat menentukan sekali,” katanya.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Terpopuler
Berita Terkini More