Perlu Reorientasi Program untuk Percepatan Pencegahan Stunting di Tengah Pandemi
Selasa, 03 Agustus 2021 - 20:12 WIB
JAKARTA - Pencegahan stunting adalah agenda besar pemerintah di bidang kesehatan dalam beberapa tahun terakhir. Namun, pandemi COVID-19 menyebabkan laju penurunan stunting melambat. Untuk mengejar target prevalensi sebesar 14% pada 2024, maka diperlukan reorientasi program yang lebih nyata dan terarah di lapangan, dengan penekanan pada intervensi spesifik pemenuhan nutrisi anak, dan diprioritaskan kepada kelompok miskin yang mengalami pukulan terberat di masa pandemi ini.
Demikianbenang merah Focus Group Discussion (FGD) yang diadakan The Habibie Center (THC) bertema 'Studi Kebijakan Pencegahan Stunting di Era Pandemi' pada 28 Juli 2021 lalu. FDG yang dipandu Tono Rustiano (pemerhati stunting dan anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional) ini dihadiri narasumber dari Sekretariat Wakil Presiden, Kemenko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Bappenas, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Kesehatan, ahli gizi, akademisi, organisasi sosial dan keagamaan, serta wakil dari dunia industri.
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo memaparkan, pihaknya melakukan sejumlah strategi untuk mencapai target RPJMN 2020-2024, yakni prevalensi stunting sebesar 14% pada 2024. Di antaranya melakukan intervensi spesifik yang meliputi pemberian makanan pendamping ASI, makanan tambahan ibu hamil dan balita kurus, imunisasi, konseling dan pendidikan gizi serta intervensi sensitif yakni penyediaan air bersih, sanitasi, perlindungan sosial, stimulasi dini, PAUD, dan bantuan pangan.
Baca juga: Cegah Stunting, Kemkominfo Ajak Remaja Wujudkan Generasi Bebas Anemia
"Saat ini strategi nasional (stranas) percepatan pencegahan stunting telah disusun dan dikoordinasikan secara komprehensif, di antaranya dituangkan dalam delapan Aksi Konvergensi Percepatan Penurunan Stunting," katanya.
Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Pembangunan Manusia dan Pemerataan Pembangunan Setwapres, Suprayoga Hadi mengungkapkan, sejumlah tantangan dalam pelaksanaan stranas stunting. Di antaranya belum efektif dan efisiennya pengalokasian dan penggunaan sumber daya serta keterbatasan kapasitas penyelenggaraan program.
"Selain itu, istilah stunting ternyata belum terlalu dikenal di kalangan masyarakat. Sedangkan upaya perubahan perilaku untuk mencegah stunting juga akan memerlukan waktu," katanya.
Direktur Kesehatan dan Gizi Masyarakat Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Pungkas Bahjuri Ali memaparkan bahwa pandemi juga menyebabkan dampak terhadap penanganan stunting. Antara lain terhambatnya pelayanan kesehatan karena penutupan posyandu sebagai fasilitas pemantauan stunting dan penurunan daya beli masyarakat. Ditambah lagi adanya pengalihan anggaran yang semula dialokasikan untuk program penurunan stunting kepada program penanganan COVID-19, baik di tingkat pusat, kota/habupaten hingga tingkat desa.
Demikianbenang merah Focus Group Discussion (FGD) yang diadakan The Habibie Center (THC) bertema 'Studi Kebijakan Pencegahan Stunting di Era Pandemi' pada 28 Juli 2021 lalu. FDG yang dipandu Tono Rustiano (pemerhati stunting dan anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional) ini dihadiri narasumber dari Sekretariat Wakil Presiden, Kemenko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Bappenas, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Kesehatan, ahli gizi, akademisi, organisasi sosial dan keagamaan, serta wakil dari dunia industri.
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo memaparkan, pihaknya melakukan sejumlah strategi untuk mencapai target RPJMN 2020-2024, yakni prevalensi stunting sebesar 14% pada 2024. Di antaranya melakukan intervensi spesifik yang meliputi pemberian makanan pendamping ASI, makanan tambahan ibu hamil dan balita kurus, imunisasi, konseling dan pendidikan gizi serta intervensi sensitif yakni penyediaan air bersih, sanitasi, perlindungan sosial, stimulasi dini, PAUD, dan bantuan pangan.
Baca juga: Cegah Stunting, Kemkominfo Ajak Remaja Wujudkan Generasi Bebas Anemia
"Saat ini strategi nasional (stranas) percepatan pencegahan stunting telah disusun dan dikoordinasikan secara komprehensif, di antaranya dituangkan dalam delapan Aksi Konvergensi Percepatan Penurunan Stunting," katanya.
Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Pembangunan Manusia dan Pemerataan Pembangunan Setwapres, Suprayoga Hadi mengungkapkan, sejumlah tantangan dalam pelaksanaan stranas stunting. Di antaranya belum efektif dan efisiennya pengalokasian dan penggunaan sumber daya serta keterbatasan kapasitas penyelenggaraan program.
"Selain itu, istilah stunting ternyata belum terlalu dikenal di kalangan masyarakat. Sedangkan upaya perubahan perilaku untuk mencegah stunting juga akan memerlukan waktu," katanya.
Direktur Kesehatan dan Gizi Masyarakat Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Pungkas Bahjuri Ali memaparkan bahwa pandemi juga menyebabkan dampak terhadap penanganan stunting. Antara lain terhambatnya pelayanan kesehatan karena penutupan posyandu sebagai fasilitas pemantauan stunting dan penurunan daya beli masyarakat. Ditambah lagi adanya pengalihan anggaran yang semula dialokasikan untuk program penurunan stunting kepada program penanganan COVID-19, baik di tingkat pusat, kota/habupaten hingga tingkat desa.
tulis komentar anda