Kasus Dihentikan, Satgas BLBI Diminta Segera Selamatkan Aset-aset Negara

Kamis, 24 Juni 2021 - 23:26 WIB
Talkshow bertajuk Satgas BLBI: Kapan Bertindak? yang digelar Lembaga Kajian dan Pemberdayaan Masyarakat bekerja sama dengan Radesa Institut di Kafe Upnormal, Raden Saleh, Jakarta, Kamis (24/6/2021). Foto: Istimewa
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ) telah memutuskan untuk menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan ( SP3 ) terkait kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) . Dengan keluarnya SP3, KPK menghentikan proses pengusutan perkara BLBI.

Pengamat kebijakan publik Abdul Fatah mengatakan, dengan telah dihentikannya proses pengusutan kasus BLBI, SatgasBLBI diminta lebih optimal dalam mengupayakan pengembalian kerugian negara atas kasus ini.

“Korupsi BLBI merupakan salah satu mega korupsi di Indonesia dengan kerugian negara mencapai Rp138 trilun lebih dari total Rp144,37 T dana yang dikucurkan,” ujar Fatah dalam Talkshow bertajuk Satgas BLBI: Kapan Bertindak? yang digelar Lembaga Kajian dan Pemberdayaan Masyarakat bekerja sama dengan Radesa Institut di Kafe Upnormal, Raden Saleh, Jakarta, Kamis (24/6/2021).

Dikatakan Fatah, ada 2 obligator terbesar dalam kasus BLBl ini,yaitu Samsul Nursalim yang sudah menerima kucuran dana BLBI sebesar Rp47 Triliun,yang sempat menjadi tersangka dalam kasus merugikan negarasaat pemulihan Bank Dagang Nasional Indonesia,

Menurut Fatah penghentian penyidikan kasus BLBI yang menjerat Sjamsul Nursalim membuat publik mulai bertanya-tanya, bagaimana nasib kasus-kasus lain yang terkait dengan BLBI di KPK.



Yang kedua Kasus perusahaan tekstil raksasa, Texmaco, kata Fatah, salah satu yang patut dipertanyakan. Kasus Texmaco bermula pada 1997, saat perusahaan milik Marimutu Sinivasan itu mengajukan permohonan bantuan likuiditas kepada Bank Indonesia melalui Bank Negara Indonesia (BNI) sebesar USD300 juta untuk menuntaskan kewajiban jangka pendek berupa pelunasan commercial paper yang sudah jatuh tempo. Tidak lama berselang, Texmaco kembali mengajukan Paket Analisa Kredit (PAK) atas fasilitas pre-shipment yang besarnya USD516 juta. Sehingga saat ini total tagihan atas kredit macet texmaco mencapai Rp 29 triliun, dan ini harus dikejar oleh Satgas BLBI.

”Berdasarkan informasi yang beredar saat ini banyak terjadi penjualan aset-aset Texmaco. Banyak karyawannya tidak mendapatkan gaji serta di-PHK secara sepihak. Selain itu banyak lahan yang disewakan atau dipindah tangankan kepada pihak ketiga. Hal ini terjadi karena status Texmaco yang belum jelas secara hukum,” tuturnya.

Fatah mengatakan, salah satu masalah yang berkaitan dengan penyitaan aset adalah perihal hukum yang menyangkut perburuhan. Jika pemerintah ingin melakukan penyitaan, harus melalui proses peradilan terlebih dahulu yang akan memakan waktu dan biaya. Selain itu, hambatan regulasi dan minimnya pengetahuan penegak hukum dapat menjadi batu sandungan pengembalian aset aset texmaco dalam skandal BLBI.

”Jika orientasinya adalah pengembalian aset, sebenarnya pemerintah dapat mengefektifkan peran lembaga Kejaksaan. Melalui Kejaksaan Bidang Tindak Pidana Khusus, pemerintah dapat menetapkan status pailit bagi perusahaan yang terlibat korupsi dan menggunakan delik perdata, bukan pidana. Hal ini akan dapat memastikan status hukum dan mempercepat pemulihan aset,” tuturnya.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More