Kisah Heroik Hendropriyono Lolos dari Maut Meski Dikepung Musuh di Belantara Kalimantan
Jum'at, 07 Mei 2021 - 07:06 WIB
JAKARTA - Sepak terjang prajurit Kopassandha yang kini bernama Komando Pasukan Khusus (Kopassus) di setiap palagan selalu menorehkan kisah-kisah heroik. Kisah keberanian pasukan elite TNI AD kali ini datang dari Jenderal TNI (Purn) Hendropriyono saat menjalankan operasi di belantara Kalimantan Barat.
Dikutip dari buku “Sintong Panjaitan Perjalanan Prajurit Para Komando.” Sekitar 1972, Hendropriyono yang kala itu berpangkat Kapten mendapat tugas memburu gerombolan bersenjata komunis yakni Pasukan Gerilya Rakyat Serawak/Paraku yang bersembunyi di Kalimantan. Sayap bersenjata di bawah naungan North Kalimantan Communist Party (NKCP) di bawah pimpinan Wen Min Chyuan dari sebuah organisasi bernama Organisasi Komunis Sarawakdi Malaysia ini awalnya dibina oleh TNI saat konfrontasi dengan Malaysia. Namun seiring perubahan peta politik nasional, pascaperistiwa G30/S/PKI, kelompok ini menjadi lawan bagi TNI.
Di bawah pimpinan Komandan Satgas 42 Kopassandha Mayor Sintong Panjaitan, mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) itu dengan gagah berani menerobos masuk ke jantung pertahanan musuh untuk memburu gerombolan komunis bersenjata pimpinan Then Bu Ket yang telah menyerang bivak dan menewaskan Pratu Rukiat.
Sebagai Kasi 1/Intelijen Satgas 42 Hendropriyono langsung memimpin Tim Parako berkekuatan 16 orang memburu kelompok tersebut. Tim kemudian diterbangkan dengan Helikopter Sikorsky S 34 Twin Pac AURI menuju Kampung Aruk di daerah penyangga. Setibanya di kampung tersebut semua penduduk ternyata berpihak kepada gerombolan bersenjata. Penduduk tampak tidak suka dengan kedatangan orang asing. Tampaknya mereka merencanakan untuk menyerang Posko Tim Parako yang dipimpinnya. Menyadari hal itu, Hendropriyono kemudian menghubungi Komandan Satgas 42 Mayor Sintong Panjaitan minta angkutan helicopter untuk pengunduran.
Bahkan kalau perlu, dia akan masuk ke Malaysia kemudian kembali ke Kampung Aruk dengan membawa pasukan Malaysia. Namun permintaan itu ditolak Sintong.
“Kamu kan bisa keluar dari situ,” kata Sintong.
“Tidak bisa Pak. Pengunduran harus dengan helikopter. Saya terkepung,” jawab Hendropriyono.
“Pelurumu ada berapa?” Tanya Sintong.
“Masih penuh Pak,” jawabnya
Dikutip dari buku “Sintong Panjaitan Perjalanan Prajurit Para Komando.” Sekitar 1972, Hendropriyono yang kala itu berpangkat Kapten mendapat tugas memburu gerombolan bersenjata komunis yakni Pasukan Gerilya Rakyat Serawak/Paraku yang bersembunyi di Kalimantan. Sayap bersenjata di bawah naungan North Kalimantan Communist Party (NKCP) di bawah pimpinan Wen Min Chyuan dari sebuah organisasi bernama Organisasi Komunis Sarawakdi Malaysia ini awalnya dibina oleh TNI saat konfrontasi dengan Malaysia. Namun seiring perubahan peta politik nasional, pascaperistiwa G30/S/PKI, kelompok ini menjadi lawan bagi TNI.
Di bawah pimpinan Komandan Satgas 42 Kopassandha Mayor Sintong Panjaitan, mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) itu dengan gagah berani menerobos masuk ke jantung pertahanan musuh untuk memburu gerombolan komunis bersenjata pimpinan Then Bu Ket yang telah menyerang bivak dan menewaskan Pratu Rukiat.
Sebagai Kasi 1/Intelijen Satgas 42 Hendropriyono langsung memimpin Tim Parako berkekuatan 16 orang memburu kelompok tersebut. Tim kemudian diterbangkan dengan Helikopter Sikorsky S 34 Twin Pac AURI menuju Kampung Aruk di daerah penyangga. Setibanya di kampung tersebut semua penduduk ternyata berpihak kepada gerombolan bersenjata. Penduduk tampak tidak suka dengan kedatangan orang asing. Tampaknya mereka merencanakan untuk menyerang Posko Tim Parako yang dipimpinnya. Menyadari hal itu, Hendropriyono kemudian menghubungi Komandan Satgas 42 Mayor Sintong Panjaitan minta angkutan helicopter untuk pengunduran.
Bahkan kalau perlu, dia akan masuk ke Malaysia kemudian kembali ke Kampung Aruk dengan membawa pasukan Malaysia. Namun permintaan itu ditolak Sintong.
“Kamu kan bisa keluar dari situ,” kata Sintong.
“Tidak bisa Pak. Pengunduran harus dengan helikopter. Saya terkepung,” jawab Hendropriyono.
“Pelurumu ada berapa?” Tanya Sintong.
“Masih penuh Pak,” jawabnya
Lihat Juga :
tulis komentar anda