Komisi VI DPR Minta Kebijakan GPS Ayam Broiler Sesuai PP 5/2021

Jum'at, 19 Maret 2021 - 12:00 WIB
Anggota Komisi VI DPR RI, Singgih Januratmoko menilai Permentan Nomor 51 tahun 2011 dinilai sudah tidak relevan karena tidak sejalan dengan UU Cipta Kerja. Foto/dpr.go.id
JAKARTA - Permentan Nomor 51 tahun 2011 dinilai sudah tidak relevan karena tidak sejalan dengan Undang-undang ( UU) Cipta Kerja . Maka itu, DPR mendesak Kemendag dan BKPM serta Kemenko Perekonomian untuk menetapkan pemasukan atau sumber bibit ayam atau grand parent stock (GPS) yang mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021.

Anggota Komisi VI DPR RI, Singgih Januratmoko menuturkan pemerintah harus segera menata ulang kebijakan yang ada untuk menciptakan keadilan berusaha di perunggasan. “Untuk itu kami mendesak Kemendag dan BKPM segera memasukkan kebijakan impor sumber bibit atau GPS ayam broiler sesuai dengan PP 5 Tahun 2021,” katanya, Jumat (19/3/2021).

Singgih menilai PP Nomor 5 bagian dari pada undang-undang Cipta Kerja yang mengatur tentang norma standar prosedur dan kriteria dalam sistem pengolahan perizinan yang ada pada kementerian lembaga yang kesemuanya itu adalah berbasis Online Single Submission (OSS). "Dengan sistem OSS ini semua pengelolaan ada di BKPM seduai dengan PP tersebut,”ujar Singgih.

Dia melanjutkan, mengacu pada PP itu, maka perihal pemasukan atau impor sumber bibit ayam yang ada sekarang harus ditarik ke BKPM yang mengatur standar OSS. Karena daging ayam ras dan telur sudah menjadi bahan pokok penting (Bapokting) maka sepatutnya dimasukkan dalam Peraturan Presiden tentang Neraca Komoditi.



“Karena Peraturan Presidennya masih dibahas di Menko maka masih ada waktu utk memasukkan tentang impor GPS tersebut,” ujarnya.

Selain itu, dengan dimasukkan ayam yang disesuaikan pada PP Nomor 5 tahun 2021, maka memberi kesempatan berusaha yang fair kepada semua pihak. Untuk menyelaraskan ketentuan tersebut, Singgih juga minta Peraturan Menteri Pertanian No 51 tahun 2012 yang mengatur tentang Rekomendasi Persetujuan Pemasukan dan Pengeluaran Benih dan Bibit Ternak ditinjau ulang agar sesuai dengan UU Cipta Kerja.

“Dengan adanya UU Cipta Kerja maka Peraturan Menteri Pertanian itu sekarang sudah tidak sesuai,” tegasnya.

Contohnya, sekarang ini hanya beberapa perusahaan saja yang mendapat alokasi impor GPS dalam jumlah besar. Sedangkan yang lain, kata Singgih, justru diperlakukan tidak fair, dikurangi impor sumber bibitnya sehingga usahanya terhambat. “Ini kan tidak senafas sama UU Cipta Kerja.”
(kri)
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More