Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Bambang Soesatyo meminta, para advokat dapat menjaga integritas dan profesionalisme saat menjalankan profesinya. Foto/SINDOnews
JAKARTA - Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Bambang Soesatyo meminta, agar para advokat dapat menjaga integritas dan profesionalisme saat menjalankan profesinya.
Dalam kesempatan itu, Bamsoet mengapresiasi kesuksesan Ujian Profesi Advokat yang diselenggarakan DPN Indonesia. Dari sekitar 1.100 pendaftar, sekitar 650 orang lolos mengikuti ujian secara daring. Meskipun DPN Indonesia baru dideklarasikan pada 30 November 2020, namun terbukti bahwa usia muda tidak menjadi kendala bagi DPNI untuk menunjukkan kerja nyata.
"Banyaknya advokat yang lulus menjalani ujian profesi harus disambut hangat. Mengingat hingga saat ini jumlah profesi advokat di Indonesia masih terbatas. Hingga pertengahan 2019, diperkirakan jumlah advokat baru sekitar 50.000. Jumlah yang sangat kecil, terutama jika dibandingkan jumlah penduduk Indonesia yang saat ini diperkirakan sebanyak 270 juta jiwa," ujarnya.
Bamsoet mengingatkan, walaupun sudah lulus ujian profesi, kualitas profesionalisme dan integritas menjaga marwah advokat sebagai profesi yang terhormat masih akan terus diuji dan ditempa seiring perjalanan waktu. Hal lain yang perlu diingat, menyandang profesi advokat tidak serta merta menjadikan seseorang kebal hukum.
"Sudah ada puluhan advokat yang tersandung kasus pidana. Berdasarkan data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), hingga tahun 2020 tercatat 12 pengacara yang terjerat tindak pidana korupsi. Sebagai konsekuensinya, advokat juga dianggap turut bertanggung jawab dan mempunyai andil dalam membentuk persepsi negatif terhadap citra lembaga peradilan di Indonesia," tutur Bamsoet.
Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini menambahkan, advokat juga memiliki tantangan meluruskan stigma atau persepsi yang keliru dari masyarakat. Salah satunya pandangan yang mengidentikkan advokat dengan klien yang dibelanya. Misalnya, ketika advokat menjadi pembela seorang koruptor, seakan-akan menjadikan advokat tersebut sama buruknya dengan koruptor.
"Stigma dari masyarakat tersebut tak lepas karena adanya beberapa pelanggaran kode etik yang dilakukan advokat dalam menjalankan profesinya. Yang tidak kalah penting, adalah teguh pendirian dalam memperjuangkan dan membantu masyarakat untuk mendapatkan akses keadilan hukum," pungkas Bamsoet.