Berikut Provinsi dengan Prakiraan Hujan Lebat dan Esktrem Pada 23-26 Januari
Sabtu, 23 Januari 2021 - 21:28 WIB
JAKARTA - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika ( BMKG ) mencatat sebagian besar wilayah Indonesia yaitu 94% dari 342 zona musim saat ini telah memasuki puncak musim hujan seperti yang telah diprediksikan sejak Oktober 2020 lalu, di mana puncak musim hujan akan terjadi pada Januari dan Februari 2021, untuk itu perlu diwaspadai terjadinya cuaca ekstrem.
"Kami mengimbau masyarakat dan seluruh pihak untuk tetap terus mewaspadai potensi cuaca ekstrem yang cenderung meningkat di dalam periode Puncak Musim Hujan ini," ujar Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dalam konferensi pers secara daring yang disiarkan di akun YouTube BKMG, Sabtu (23/1/2021).
Rita menjelaskan sebagian besar wilayah yang berada pada puncak musim hujan tersebut terutama sebagian Sumatera bagian Selatan, sebagian besar Jawa, sebagian Kalimantan, Bali, Nusa Tenggara, sebagian Sulawesi, sebagian Maluku, sebagian Papua Barat dan bagian selatan Papua. Puncak musim hujan di wilayah tersebut diperkirakan akan berlangsung hingga Februari 2021.
"Pada periode musim hujan dan puncak musim hujan ini juga sering terjadi peristiwa cuaca ekstrem dengan curah hujan kategori tinggi dan sangat tinggi," katanya.
Kemudian, Deputi bidang Meteorologi Guswanto mengatakan peningkatan tren curah hujan ekstrem ini selain dipicu oleh fenomena dan/atau gangguan skala iklim, dikaitkan juga sebagai dampak perubahan iklim. Hasil kajian untuk wilayah Jakarta menunjukkan bahwa frekuensi kejadian hujan tinggi yang semakin meningkat.
"Dari pengamatan BMKG walaupun curah hujan berada pada tingkat sedang, namun masih berpotensi menimbulkan bencana hidrometeorologi. Hal ini tergantung pada daya dukung lingkungan dalam merespon kondisi curah hujan," kata Guswanto.
Guswanto mencontohkan jika terjadi banjir bandang dikarenakan adanya sisa-sisa penebangan pohon dibagian hulu yang dapat menahan air. Jika hujan terus berlangsung, kemudian akan hanyut dan mengakibatkan banjir bandang di bagian hilirnya.
"Demikian pula banjir dan genangan, selain akibat curah hujan tinggi juga dapat diakibatkan kondisi permukaan yang tidak mendukung air mengalir dengan cepat atau normal ke saluran-saluran yang semestinya," paparnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, kondisi dinamika atmosfer yang tidak stabil dalam beberapa hari ke depan dapat berpotensi meningkatkan pertumbuhan awan hujan di beberapa wilayah Indonesia. Ditambah kombinasi antara MJO, gelombang Rossby Ekuator, gelombang Kelvin, dan gelombang Low Frequency di wilayah dan periode yang sama yakni di Laut China Selatan, Samudera Pasifik utara Papua, Samudera Hindia barat Lampung hingga selatan NTT, sebagian besar Jawa, Bali, NTT bagian barat, Laut Bali, Laut Sumbawa, mampu meningkatkan aktivitas konvektif dan pembentukan pola sirkulasi siklonik di wilayah tersebut.
"Kami mengimbau masyarakat dan seluruh pihak untuk tetap terus mewaspadai potensi cuaca ekstrem yang cenderung meningkat di dalam periode Puncak Musim Hujan ini," ujar Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dalam konferensi pers secara daring yang disiarkan di akun YouTube BKMG, Sabtu (23/1/2021).
Rita menjelaskan sebagian besar wilayah yang berada pada puncak musim hujan tersebut terutama sebagian Sumatera bagian Selatan, sebagian besar Jawa, sebagian Kalimantan, Bali, Nusa Tenggara, sebagian Sulawesi, sebagian Maluku, sebagian Papua Barat dan bagian selatan Papua. Puncak musim hujan di wilayah tersebut diperkirakan akan berlangsung hingga Februari 2021.
"Pada periode musim hujan dan puncak musim hujan ini juga sering terjadi peristiwa cuaca ekstrem dengan curah hujan kategori tinggi dan sangat tinggi," katanya.
Kemudian, Deputi bidang Meteorologi Guswanto mengatakan peningkatan tren curah hujan ekstrem ini selain dipicu oleh fenomena dan/atau gangguan skala iklim, dikaitkan juga sebagai dampak perubahan iklim. Hasil kajian untuk wilayah Jakarta menunjukkan bahwa frekuensi kejadian hujan tinggi yang semakin meningkat.
"Dari pengamatan BMKG walaupun curah hujan berada pada tingkat sedang, namun masih berpotensi menimbulkan bencana hidrometeorologi. Hal ini tergantung pada daya dukung lingkungan dalam merespon kondisi curah hujan," kata Guswanto.
Guswanto mencontohkan jika terjadi banjir bandang dikarenakan adanya sisa-sisa penebangan pohon dibagian hulu yang dapat menahan air. Jika hujan terus berlangsung, kemudian akan hanyut dan mengakibatkan banjir bandang di bagian hilirnya.
"Demikian pula banjir dan genangan, selain akibat curah hujan tinggi juga dapat diakibatkan kondisi permukaan yang tidak mendukung air mengalir dengan cepat atau normal ke saluran-saluran yang semestinya," paparnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, kondisi dinamika atmosfer yang tidak stabil dalam beberapa hari ke depan dapat berpotensi meningkatkan pertumbuhan awan hujan di beberapa wilayah Indonesia. Ditambah kombinasi antara MJO, gelombang Rossby Ekuator, gelombang Kelvin, dan gelombang Low Frequency di wilayah dan periode yang sama yakni di Laut China Selatan, Samudera Pasifik utara Papua, Samudera Hindia barat Lampung hingga selatan NTT, sebagian besar Jawa, Bali, NTT bagian barat, Laut Bali, Laut Sumbawa, mampu meningkatkan aktivitas konvektif dan pembentukan pola sirkulasi siklonik di wilayah tersebut.
tulis komentar anda