Diputuskan Hari Ini, Kapolri Baru Harus Jadi Teladan 400.000 Anggotanya
Rabu, 13 Januari 2021 - 07:34 WIB
JAKARTA - Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane menyatakan, Kapolri baru pengganti Jenderal Idham Azis diharapkan bisa senantiasa bersikap satu kata dengan perbuatan, sehingga bisa menjadi teladan bagi 400.000 anggota kepolisian. Neta sebelumnya mengatakan, Surpres dari Presiden Jokowi untuk menentukan calon Kapolri baru dikirimkan ke DPR hari ini.
Neta mengaku pihaknya melihat tantangan yang dihadapi Polri ke depan cukup berat, mengingat dampak pandemi COVID-19 sudah menimbulkan banyak persoalan baru, baik di bidang sosial, ekonomi, budaya maupun politik. "Sementara Polri sendiri harus menghadapi berbagai persoalan internal yang tak kalah berat. Misalnya adanya sejumlah ketentuan yang diskriminatif," katanya kepada SINDOnews, Rabu (13/1/2021).
Untuk itu, kata Neta, Kapolri baru harus segera menghilangkan semua ketentuan yang diskriminatif di tubuh Polri, misalnya ketentuan non Akpol dilarang mengikuti Sespimen, perwira LAN 1 tidak boleh menjadi Kapolda, tidak adanya Kapolda perempuan dan ketentuan lain. ( )
Selain itu, Kapolri baru perlu konsisten dalam menegakkan sikap Promoter Polri dan konsisten menerapkan kontrol terhadap bawahan langsung oleh masing-masing atasan, sehingga semua jajaran kepolisian terkendali kinerja, mentalitas maupun moralitasnya.
Di eksternal, menurutnya, jajaran kepolisian harus menghadapi kian meluasnya narkoba yang meracuni generasi muda. Ini patut menjadi prioritas. Lalu berkembangnya radikalisme, masih bercokolnya potensi terorisme, dan kondisi sosial ekonomi yang memicu berbagai aksi kriminal juga perlu menjadi fokus perhatian agar tidak meresahkan masyarakat.
"Sepintas terlihat sederhana tapi permasalahan yang dihadapi Polri bukan permasalahan sederhana. Sebab itu berbagai masalah yg dihadapi harus dapat diidentifikasi Kapolri baru dan jajarannya dengan tiga pendekatan, yakni what, why dan how, sehingga strategi penyelesaian masalah bisa tepat dan cepat," kata Neta.
Lebih lanjut Neta mengatakan, dalam pendekatan what, kapolri baru dapat melihat tantangan yang akan dihadapi Polri bahwa masalah menjadi kompleks karena adanya masalah internal yang serius disamping masalah eksternal yang amat berat. Dengan pendekatan why, bisa ditelaah kenapa hal itu terjadi dan kenapa harus cepat ditangani dengan tepat. Dengan pendekatan how, bisa ditelaah bagaimana menghadapi tantangan yang ada dan bisa memberi jawaban kepada jajarannya kenapa masalah itu harus ditangani dengan cepat dan tepat. ( )
"Dengan ketiga pendekatan tadi, strategi apa yg harus dilakukan untuk menghadapi tantangan atau masalah akan bisa dilakukan tanpa harus melanggar HAM. Jangan sampai terjadi, penugasannya cuma membuntuti tapi orang yang dibuntuti malam dieksekusi mati, sehingga terjadi masalah berkepanjangan dan ruwet," paparnya.
Neta melihat, masalah yang dihadapi Polri sekarang ini tidak bisa disamakan dengan era kapolri kapolri sebelumnya, apalagi disamakan dengan era Kapolri Widodo Budidarmo di tahun 1974-1978. Saat ini, bangsa Indonesia sangat berat menghadapi isu ideologi, agama, radikalisme, sparatisme, dan terorisme. Artinya, sikap, prilaku, kinerja, dan strategi jajaran kepolisian jangan sampai menimbulkan masalah baru, yang bisa menjadi penghambat kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Untuk itu pihaknya berharap, siapa pun Kapolri baru yang menjadi pilihan presiden harus mampu menjawab what, why, how, dan menerapkan strategi terbaik dalam memimpin 400.000 personel Polri dan meredam isu pertentangan agama, radikalisme, sparatisme, dan terorisme.
"Bagaimana pun bangsa ini memerlukan kapolri yang mampu wewujudkan harapan masyarakat dan bukan hanya mampu mewujudkan keinginan satu orang, satu golongan atau kelompok tertentu," katanya.
Neta mengaku pihaknya melihat tantangan yang dihadapi Polri ke depan cukup berat, mengingat dampak pandemi COVID-19 sudah menimbulkan banyak persoalan baru, baik di bidang sosial, ekonomi, budaya maupun politik. "Sementara Polri sendiri harus menghadapi berbagai persoalan internal yang tak kalah berat. Misalnya adanya sejumlah ketentuan yang diskriminatif," katanya kepada SINDOnews, Rabu (13/1/2021).
Untuk itu, kata Neta, Kapolri baru harus segera menghilangkan semua ketentuan yang diskriminatif di tubuh Polri, misalnya ketentuan non Akpol dilarang mengikuti Sespimen, perwira LAN 1 tidak boleh menjadi Kapolda, tidak adanya Kapolda perempuan dan ketentuan lain. ( )
Selain itu, Kapolri baru perlu konsisten dalam menegakkan sikap Promoter Polri dan konsisten menerapkan kontrol terhadap bawahan langsung oleh masing-masing atasan, sehingga semua jajaran kepolisian terkendali kinerja, mentalitas maupun moralitasnya.
Di eksternal, menurutnya, jajaran kepolisian harus menghadapi kian meluasnya narkoba yang meracuni generasi muda. Ini patut menjadi prioritas. Lalu berkembangnya radikalisme, masih bercokolnya potensi terorisme, dan kondisi sosial ekonomi yang memicu berbagai aksi kriminal juga perlu menjadi fokus perhatian agar tidak meresahkan masyarakat.
"Sepintas terlihat sederhana tapi permasalahan yang dihadapi Polri bukan permasalahan sederhana. Sebab itu berbagai masalah yg dihadapi harus dapat diidentifikasi Kapolri baru dan jajarannya dengan tiga pendekatan, yakni what, why dan how, sehingga strategi penyelesaian masalah bisa tepat dan cepat," kata Neta.
Lebih lanjut Neta mengatakan, dalam pendekatan what, kapolri baru dapat melihat tantangan yang akan dihadapi Polri bahwa masalah menjadi kompleks karena adanya masalah internal yang serius disamping masalah eksternal yang amat berat. Dengan pendekatan why, bisa ditelaah kenapa hal itu terjadi dan kenapa harus cepat ditangani dengan tepat. Dengan pendekatan how, bisa ditelaah bagaimana menghadapi tantangan yang ada dan bisa memberi jawaban kepada jajarannya kenapa masalah itu harus ditangani dengan cepat dan tepat. ( )
"Dengan ketiga pendekatan tadi, strategi apa yg harus dilakukan untuk menghadapi tantangan atau masalah akan bisa dilakukan tanpa harus melanggar HAM. Jangan sampai terjadi, penugasannya cuma membuntuti tapi orang yang dibuntuti malam dieksekusi mati, sehingga terjadi masalah berkepanjangan dan ruwet," paparnya.
Neta melihat, masalah yang dihadapi Polri sekarang ini tidak bisa disamakan dengan era kapolri kapolri sebelumnya, apalagi disamakan dengan era Kapolri Widodo Budidarmo di tahun 1974-1978. Saat ini, bangsa Indonesia sangat berat menghadapi isu ideologi, agama, radikalisme, sparatisme, dan terorisme. Artinya, sikap, prilaku, kinerja, dan strategi jajaran kepolisian jangan sampai menimbulkan masalah baru, yang bisa menjadi penghambat kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Untuk itu pihaknya berharap, siapa pun Kapolri baru yang menjadi pilihan presiden harus mampu menjawab what, why, how, dan menerapkan strategi terbaik dalam memimpin 400.000 personel Polri dan meredam isu pertentangan agama, radikalisme, sparatisme, dan terorisme.
"Bagaimana pun bangsa ini memerlukan kapolri yang mampu wewujudkan harapan masyarakat dan bukan hanya mampu mewujudkan keinginan satu orang, satu golongan atau kelompok tertentu," katanya.
(abd)
tulis komentar anda