Sekolah Dibuka Januari, Komisi X : Harus dengan Protokol Ketat
Jum'at, 20 November 2020 - 11:24 WIB
JAKARTA – Rencana pemerintah membuka sekolah untuk pembelajaran tatap muka di bulan Januari 2021 mendapatkan dukungan Komisi X DPR. Kendati demikian pembukaan sekolah ini harus disertai penerapan protokol Kesehatan secara ketat
“Kami mendukung pembukaan sekolah untuk pembelajaran tatap muka. Tetapi hal itu harus dilakukan dengan protokol Kesehatan ketat karena saat ini penularan wabah Covid-19 masih terus berlangsung. Bahkan menunjukkan tren peningkatan dalam minggu-minggu terakhir ini,” ujar Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda, Jumat (20/11/2020).
Dia menjelaskan pembukaan sekolah tatap muka memang menjadi kebutuhan, utamanya di daerah-daerah. Hal ini terjadi karena pola pembelajaran jarak jauh (PJJ) tidak bisa berjalan efektif karena minimnya sarana prasarana pendukung seperti tidak adanya gawai dari siswa dan akses internet yang tidak merata. Padahal di satu sisi, para siswa harus tetap mendapatkan materi pembelajaran. “Di beberapa daerah siswa selama pandemic Covid-19 benar-benar tidak bisa belajar karena sekolah ditutup. Kondisi ini sesuai dengan laporan terbaru World Bank (WB) terkait dunia Pendidikan Indonesia akan memunculkan ancaman loss learning atau kehilangan masa pembelajaran bagi sebagian besar peserta didik di Indonesia,” katanya. (
Pembukaan sekolah dengan pola tatap muka, kata Huda akan mengembalikan ekosistem pembelajaran bagi para peserta didik. Hampir satu tahun ini, sebagian peserta didik tidak merasakan hawa dan nuansa sekolah tatap muka. “Kondisi ini membuat mereka seolah terlepas dari rutinas dan kedisplinan pembelajaran. Pembukaan kembali sekolah tatap muka akan membuat mereka kembali pada rutinitas dan mindset untuk kembali belajar,” katanya.
Kendati demikian, Huda menegaskan jika pemerintah harus memastikan syarat-syarat pembukaan sekolah tatap muka terpenuhi. Di antaranya ketersediaan bilik disinfektan, sabun dan westafel untuk cuci tangan, hingga pola pembelajaran yang fleksibel. Penyelenggara sekolah juga harus memastikan jika physical distancing benar-benar diterapkan dengan mengatur letak duduk siswa dalam kelas. “Waktu belajar juga harus fleksibel, misalnya siswa cukup datang sekolah 2-3 seminggu dengan lama belajar 3-4 jam saja,” katanya.(baca juga :Banyak Persoalan, MPR Minta Kemendikbud Evaluasi Pelaksanaan PJJ)
Pemerintah, lanjut Huda juga harus menyiapkan anggaran khusus untuk memastikan prasyarat-prasyarat protokol Kesehatan benar-benar tersedia di sekolah-sekolah. Sesuai laporan WB, disebutkan jika 40% sekolah di Indonesia masih belum mempunyai toilet. Sedangkan 50% sekolah di Indonesia belum mempunyai westafel dengan air mengalir yang diperlukan saat pandemic ini. “Kami berharap ada alokasi anggaran khusus untuk memastikan sarana penting tersebut tersedia sebelum sekolah benar-benar dibuka,” tukasnya.
Politikus PKB ini menegaskan jika Kemendikbud dan pemerintah daerah harus benar-benar intensif melakukan koordinasi terkait pembukaan sekolah untuk pembelajaran tatap muka ini. Koordinasi ini untuk memastikan jika pola pembelajaran tatap muka dilakukan dengan protokol Kesehatan yang ketat dan menghindari kemungkinan munculnya kluster baru penularan Covid-19 di sekolah. “Sesuai dengan SKB 4 menteri bahwa pemerintah daerah melalui Satgas Covid-19, sekolah, dan orang tua siswa memegang peranan yang sama-sama penting dalam proses pembelajaran tatap muka. Elemen-elemen ini harus selalu berkoordinasi untuk mengambil keputusan secara cepat sesuai dinamika di lapangan termasuk segera menghentikan pembelajaran tatap muka di sekolah jika ada satu saja siswa atau guru yang reaktif Covid-19,” pungkasnya.
“Kami mendukung pembukaan sekolah untuk pembelajaran tatap muka. Tetapi hal itu harus dilakukan dengan protokol Kesehatan ketat karena saat ini penularan wabah Covid-19 masih terus berlangsung. Bahkan menunjukkan tren peningkatan dalam minggu-minggu terakhir ini,” ujar Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda, Jumat (20/11/2020).
Dia menjelaskan pembukaan sekolah tatap muka memang menjadi kebutuhan, utamanya di daerah-daerah. Hal ini terjadi karena pola pembelajaran jarak jauh (PJJ) tidak bisa berjalan efektif karena minimnya sarana prasarana pendukung seperti tidak adanya gawai dari siswa dan akses internet yang tidak merata. Padahal di satu sisi, para siswa harus tetap mendapatkan materi pembelajaran. “Di beberapa daerah siswa selama pandemic Covid-19 benar-benar tidak bisa belajar karena sekolah ditutup. Kondisi ini sesuai dengan laporan terbaru World Bank (WB) terkait dunia Pendidikan Indonesia akan memunculkan ancaman loss learning atau kehilangan masa pembelajaran bagi sebagian besar peserta didik di Indonesia,” katanya. (
Pembukaan sekolah dengan pola tatap muka, kata Huda akan mengembalikan ekosistem pembelajaran bagi para peserta didik. Hampir satu tahun ini, sebagian peserta didik tidak merasakan hawa dan nuansa sekolah tatap muka. “Kondisi ini membuat mereka seolah terlepas dari rutinas dan kedisplinan pembelajaran. Pembukaan kembali sekolah tatap muka akan membuat mereka kembali pada rutinitas dan mindset untuk kembali belajar,” katanya.
Kendati demikian, Huda menegaskan jika pemerintah harus memastikan syarat-syarat pembukaan sekolah tatap muka terpenuhi. Di antaranya ketersediaan bilik disinfektan, sabun dan westafel untuk cuci tangan, hingga pola pembelajaran yang fleksibel. Penyelenggara sekolah juga harus memastikan jika physical distancing benar-benar diterapkan dengan mengatur letak duduk siswa dalam kelas. “Waktu belajar juga harus fleksibel, misalnya siswa cukup datang sekolah 2-3 seminggu dengan lama belajar 3-4 jam saja,” katanya.(baca juga :Banyak Persoalan, MPR Minta Kemendikbud Evaluasi Pelaksanaan PJJ)
Pemerintah, lanjut Huda juga harus menyiapkan anggaran khusus untuk memastikan prasyarat-prasyarat protokol Kesehatan benar-benar tersedia di sekolah-sekolah. Sesuai laporan WB, disebutkan jika 40% sekolah di Indonesia masih belum mempunyai toilet. Sedangkan 50% sekolah di Indonesia belum mempunyai westafel dengan air mengalir yang diperlukan saat pandemic ini. “Kami berharap ada alokasi anggaran khusus untuk memastikan sarana penting tersebut tersedia sebelum sekolah benar-benar dibuka,” tukasnya.
Politikus PKB ini menegaskan jika Kemendikbud dan pemerintah daerah harus benar-benar intensif melakukan koordinasi terkait pembukaan sekolah untuk pembelajaran tatap muka ini. Koordinasi ini untuk memastikan jika pola pembelajaran tatap muka dilakukan dengan protokol Kesehatan yang ketat dan menghindari kemungkinan munculnya kluster baru penularan Covid-19 di sekolah. “Sesuai dengan SKB 4 menteri bahwa pemerintah daerah melalui Satgas Covid-19, sekolah, dan orang tua siswa memegang peranan yang sama-sama penting dalam proses pembelajaran tatap muka. Elemen-elemen ini harus selalu berkoordinasi untuk mengambil keputusan secara cepat sesuai dinamika di lapangan termasuk segera menghentikan pembelajaran tatap muka di sekolah jika ada satu saja siswa atau guru yang reaktif Covid-19,” pungkasnya.
(war)
tulis komentar anda