Perubahan Perilaku dan Imunisasi Jadi Kunci Tekan Covid-19
Jum'at, 06 November 2020 - 11:01 WIB
JAKARTA - Dunia belum menemukan obat spesifik yang dapat membunuh virus SARS-Cov. Namun pemerintah memastikan, hingga kini para pakar terus meneliti sifat dan karakteristik virus penyebab pandemi Covid-19 ini.
Untuk itu, upaya yang bisa dilakukan hanya mencegah tertular dan penularan yang dilakukan melalui intervensi perubahan perilaku dan imunisasi.
Tenaga Ahli Utama Kedeputian II Bidang Pembangunan Manusia Kantor Staf Presiden (KSP) Brian Sri Prahastuti mengungkapkan, imunisasi memberikan dampak langsung berupa perlindungan individu yang mendapatkan vaksin, dan jika berhasil mencakup minimal 75% dari populasi maka akan tercapai kekebalan kelompok (herd immunity).
"Dengan begitu, 25 persen populasi yang karena alasan tertentu tidak mendapatkan imunisasi, akan mendapatkan manfaat perlindungan juga karena virus yang beredar di masyarakat sudah sangat sedikit," ungkap Brian di Jakarta, Jumat (6/11/2020), seperti dalam siaran pers KSP.( )
Secara rinci, kata dia, program imunisasi dilakukan dengan dua tujuan utama, yaitu menurunkan angka kesakitan (morbiditas) dan menurunkan kematian (mortalitas). Merujuk pada tujuan tersebut, pengembangan vaksin dilakukan untuk menemukan vaksin yang paling efektif dan aman.
Prinsip yang sama dilakukan untuk vaksin Covid-19, sehingga setelah pengujian di ruang laboratorium, akan diikuti dengan uji klinis pada manusia. Vaksin yang lolos Uji klinis tahap dua sebetulnya sudah dapat memberikan gambaran awal bahwa vaksin tersebut adalah efektif dan aman.( )
Uji klinis tahap tiga dilakukan dengan jumlah sampel yang lebih besar antara kisaran 1.000-10.000 sehingga efek yang tidak diinginkan ataupun kejadian ikutan pasca imunisasi sekalipun kecil kemungkinannya, mungkin bisa terdeteksi.
"Pemahaman Indonesia memang lebih baik untuk vaksin produksi Sinovac karena Indonesia terlibat dalam uji klinis tahap tiga, serta PT Bio Farma (Persero) akan terlibat juga dalam proses produksinya pada tahapan tertentu. Dan kita ketahui bahwa Bio Farma dalam produksi vaksin dan Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) dalam uji klinis vaksin memiliki kredibilitas tinggi secara internasional," tutur Brian.
Dengan fakta tersebut, Brian menegaskan, masyarakat tidak perlu ragu atas kesimpulan dan rekomendasi akhir. Apalagi proses ini juga melibatkan Indonesia In Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI).
Prinsip keamanan menjadi pertimbangan utama dalam pelaksanaan vaksinasi COVID-19. Brian mengungkapkan, pemerintah melibatkan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sebagai lembaga resmi di Indonesia yang memberikan izin edar dan punya persetujuan penggunaan darurat (Emergency Use Authorization/EUA).
Saat ini BPOM bahkan tengah melakukan kunjungan ke Pabrik Sinovac di China untuk melakukan penilaian proses produksi, bersamaan dengan uji klinis tahap tiga yang sedang berlangsung.
"Tentunya persetujuan tetap akan diberikan ketika uji klinis tahap tiga telah selesai dilakukan, dan minimal interim report sudah diserahkan oleh lembaga yang melakukan uji klinis tersebut," kata Brian.
Untuk itu, upaya yang bisa dilakukan hanya mencegah tertular dan penularan yang dilakukan melalui intervensi perubahan perilaku dan imunisasi.
Tenaga Ahli Utama Kedeputian II Bidang Pembangunan Manusia Kantor Staf Presiden (KSP) Brian Sri Prahastuti mengungkapkan, imunisasi memberikan dampak langsung berupa perlindungan individu yang mendapatkan vaksin, dan jika berhasil mencakup minimal 75% dari populasi maka akan tercapai kekebalan kelompok (herd immunity).
"Dengan begitu, 25 persen populasi yang karena alasan tertentu tidak mendapatkan imunisasi, akan mendapatkan manfaat perlindungan juga karena virus yang beredar di masyarakat sudah sangat sedikit," ungkap Brian di Jakarta, Jumat (6/11/2020), seperti dalam siaran pers KSP.( )
Secara rinci, kata dia, program imunisasi dilakukan dengan dua tujuan utama, yaitu menurunkan angka kesakitan (morbiditas) dan menurunkan kematian (mortalitas). Merujuk pada tujuan tersebut, pengembangan vaksin dilakukan untuk menemukan vaksin yang paling efektif dan aman.
Prinsip yang sama dilakukan untuk vaksin Covid-19, sehingga setelah pengujian di ruang laboratorium, akan diikuti dengan uji klinis pada manusia. Vaksin yang lolos Uji klinis tahap dua sebetulnya sudah dapat memberikan gambaran awal bahwa vaksin tersebut adalah efektif dan aman.( )
Uji klinis tahap tiga dilakukan dengan jumlah sampel yang lebih besar antara kisaran 1.000-10.000 sehingga efek yang tidak diinginkan ataupun kejadian ikutan pasca imunisasi sekalipun kecil kemungkinannya, mungkin bisa terdeteksi.
"Pemahaman Indonesia memang lebih baik untuk vaksin produksi Sinovac karena Indonesia terlibat dalam uji klinis tahap tiga, serta PT Bio Farma (Persero) akan terlibat juga dalam proses produksinya pada tahapan tertentu. Dan kita ketahui bahwa Bio Farma dalam produksi vaksin dan Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) dalam uji klinis vaksin memiliki kredibilitas tinggi secara internasional," tutur Brian.
Dengan fakta tersebut, Brian menegaskan, masyarakat tidak perlu ragu atas kesimpulan dan rekomendasi akhir. Apalagi proses ini juga melibatkan Indonesia In Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI).
Prinsip keamanan menjadi pertimbangan utama dalam pelaksanaan vaksinasi COVID-19. Brian mengungkapkan, pemerintah melibatkan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sebagai lembaga resmi di Indonesia yang memberikan izin edar dan punya persetujuan penggunaan darurat (Emergency Use Authorization/EUA).
Saat ini BPOM bahkan tengah melakukan kunjungan ke Pabrik Sinovac di China untuk melakukan penilaian proses produksi, bersamaan dengan uji klinis tahap tiga yang sedang berlangsung.
"Tentunya persetujuan tetap akan diberikan ketika uji klinis tahap tiga telah selesai dilakukan, dan minimal interim report sudah diserahkan oleh lembaga yang melakukan uji klinis tersebut," kata Brian.
(dam)
tulis komentar anda