Giliran Para Akademisi Menolak Omnibus Law Cipta Kerja
Senin, 05 Oktober 2020 - 15:19 WIB
JAKARTA - Rencana pengesahan Rancangan Undang-undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja terus mendapatkan penolakan. Setelah buruh, penolakan kini datang dari para akademisi.
Para akademisi itu menilai rencana Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) dan DPR memaksakan pengesahan RUU Cipta Kerja memang di luar batas nalar yang wajar. RUU itu dianggap tidak hanya berisikan pasal-pasal bermasalah di mana nilai-nilai konstitusi (UUD NRI Tahun 1945) dan Pancasila dilanggar bersamaan, tetapi juga cacat dalam prosedur pembentukannya.
"Aspirasi publik pun kian tak didengar, bahkan terus dilakukan pembatasan, seakan tidak lagi mau dan mampu mendengar apa yang menjadi dampak bagi hak-hak dasar warga," kata Feri Amsari, dosen Fakultas Hukum Universitas Andalas dalam keterangan tertulis yang diterima SINDOnews, Senin (5/10/2020).
(Baca: RUU Cipta Kerja Berpeluang Bakal Disahkan Hari Ini)
Para akademisi itu menyatakan terdapat masalah mendasar materi muatan pasal-pasal dengan berlakunya UU Cipta Kerja. Pertama, Sentralistik rasa Orde Baru. "Terdapat hampir 400an pasal yang menarik kewenangan kepada Presiden melalui pembentukan peraturan presiden," ungkapnya.
Kedua, Anti lingkungan hidup. "Terdapat pasal-pasal yang mengabaikan semangat perlindungan lingkungan hidup, terutama terhadap pelaksanaan pendekatan berbasis resiko serta serta semakin terbatasnya partisipasi masyarakat," ujarnya.
Ketiga, Liberalisasi Pertanian. "Tidak akan ada lagi perlindungan petani ataupun sumberdaya domestik, semakin terbukanya komoditi pertanian impor, serta hapusnya perlindungan lahan-lahan pertanian produktif," imbuhnya.
Keempat, Abai terhadap Hak Asasi Manusia. "Pasal-pasal tertentu mengedepankan prinsip semata-mata keuntungan bagi pebisnis, sehingga abai terhadap nilai-nilai hak asasi manusia, terutama perlindungan dan pemenuhan hak pekerja, hak pekerja perempuan, hak warga dan lain lain," ujarnya.
(Baca: Ngotot Sahkan RUU Cipta Kerja, Pemerintah dan DPR Tak Peka terhadap Penderitaan Rakyat)
Para akademisi itu menilai rencana Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) dan DPR memaksakan pengesahan RUU Cipta Kerja memang di luar batas nalar yang wajar. RUU itu dianggap tidak hanya berisikan pasal-pasal bermasalah di mana nilai-nilai konstitusi (UUD NRI Tahun 1945) dan Pancasila dilanggar bersamaan, tetapi juga cacat dalam prosedur pembentukannya.
"Aspirasi publik pun kian tak didengar, bahkan terus dilakukan pembatasan, seakan tidak lagi mau dan mampu mendengar apa yang menjadi dampak bagi hak-hak dasar warga," kata Feri Amsari, dosen Fakultas Hukum Universitas Andalas dalam keterangan tertulis yang diterima SINDOnews, Senin (5/10/2020).
(Baca: RUU Cipta Kerja Berpeluang Bakal Disahkan Hari Ini)
Para akademisi itu menyatakan terdapat masalah mendasar materi muatan pasal-pasal dengan berlakunya UU Cipta Kerja. Pertama, Sentralistik rasa Orde Baru. "Terdapat hampir 400an pasal yang menarik kewenangan kepada Presiden melalui pembentukan peraturan presiden," ungkapnya.
Kedua, Anti lingkungan hidup. "Terdapat pasal-pasal yang mengabaikan semangat perlindungan lingkungan hidup, terutama terhadap pelaksanaan pendekatan berbasis resiko serta serta semakin terbatasnya partisipasi masyarakat," ujarnya.
Ketiga, Liberalisasi Pertanian. "Tidak akan ada lagi perlindungan petani ataupun sumberdaya domestik, semakin terbukanya komoditi pertanian impor, serta hapusnya perlindungan lahan-lahan pertanian produktif," imbuhnya.
Keempat, Abai terhadap Hak Asasi Manusia. "Pasal-pasal tertentu mengedepankan prinsip semata-mata keuntungan bagi pebisnis, sehingga abai terhadap nilai-nilai hak asasi manusia, terutama perlindungan dan pemenuhan hak pekerja, hak pekerja perempuan, hak warga dan lain lain," ujarnya.
(Baca: Ngotot Sahkan RUU Cipta Kerja, Pemerintah dan DPR Tak Peka terhadap Penderitaan Rakyat)
tulis komentar anda