Rentan Tularkan Wabah Corona, Mayoritas Kepala Desa Tolak Mudik

Rabu, 15 April 2020 - 07:03 WIB
Mayoritas kepala desa di Indonesia menolak warganya di perantauan untuk mudik pada Lebaran tahun ini. Foto: dok/SINDOphoto
JAKARTA - Mayoritas kepala desa di Indonesia menolak warganya di perantauan untuk mudik pada Lebaran tahun ini. Para kepala desa beralasan jika pemudik dari kota-kota besar rentan menularkan wabah corona (Covid-19) kepada saudara mereka di perdesaan.

Pandangan para kepala desa tersebut tercermin dari jajak pendapat yang dilakukan Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendesa PDTT). Dari 3.931 kepala desa yang menjadi objek survei, sebanyak 89,75% menyatakan tidak setuju warga di perantauan mudik dan 10,25% menyatakan setuju jika warga di perantauan mudik Lebaran. Sebanyak 3.931 kepala desa yang mengikuti jajak pendapat tersebar di 31 provinsi di seluruh Indonesia.

“Jadi 89,75% kepala desa tidak setuju warganya mudik pada tahun ini. Aspirasi kepala desa ini tentu saja perlu didengar, terutama oleh warga desa yang saat ini sedang ada di rantau bahwa yang dibutuhkan desa sebagaimana diwakili kepala desa adalah tidak mudik ke desa pada Lebaran 2020,” ujar Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) Ivanovich pada konferensi pers melalui aplikasi daring di Jakarta kemarin.



Dia menjelaskan, alasan kesehatan sama-sama menjadi dasar utama para kepala desa yang menolak ataupun yang setuju mudik. Para kepala desa yang menolak mudik menilai para perantau punya potensi besar dalam menularkan Covid-19 dari zona merah kepada warga desa. Sementara para kepala desa yang setuju mudik beralasan warga mereka di perantauan lebih baik mudik daripada tertular wabah di kota besar.

“Jadi ini merupakan temuan menarik. Baik kepala desa yang menolak mudik maupun yang setuju mudik sama-sama menggunakan alasan kesehatan sebagai dasar utama sikap mereka,” katanya.

Selain alasan kesehatan, lanjut Ivan, penolakan para kepala desa terhadap mudik juga didasari alasan ekonomi dan sosial. Alasan ekonomi bagi yang tidak setuju mudik 21% dan setuju mudik 43,18%. Alasan sosial bagi yang tidak setuju mudik 25,57% dan setuju mudik 45,41%. “Dan alasan keamanan bagi yang tidak setuju mudik 17,40% dan setuju mudik 22,58%,” katanya.

Selain itu, polling juga mendalami tentang apakah para kepala desa setuju dengan imbauan tidak mudik atau diperlukan larangan mudik. Ternyata muncul pendapat yang berimbang antara pilihan kebijakan berupa imbauan agar tidak mudik (49,86%) atau larangan mudik (50,14%).

Kondisi ini menggambarkan bahwa masih ada keraguan kepala desa untuk menentukan kebijakan apakah dengan mengeluarkan imbauan tidak mudik atau larangan mudik. “Untuk mengatasi keraguan kepala desa ini, maka diperlukan keputusan tegas dari pimpinan yang lebih tinggi,” tukas Ivan.

Pemerintah pusat, kata Ivan, harus mengeluarkan kebijakan yang mengandung larangan dan imbauan. Misalnya mudik memang dilarang dan kehidupan migran di kota nanti harus didukung oleh pemerintah kota. Kedua, yang terpaksa mudik harus memiliki alasan kuat karena dari sisi kesehatan membahayakan desa, dan di desa harus melapor kepada Relawan Desa Lawan Covid-19. Relawan ini dibentuk sebagai konsekuensi Surat Edaran Menteri Desa PDTT No 11/2020 yang terbit 24 Maret 2020. “Pada saat ini ada lebih dari 550.000 relawan di 4.500-an desa di seluruh Indonesia,” jelasnya.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More