Soal Tudingan Hasto Adanya Pengusaha Hitam di Surabaya, Pengamat: Semua Partai Sama
Selasa, 01 September 2020 - 02:25 WIB
JAKARTA - Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP, Hasto Kristiyanto menuding lawan politiknya di Pilkada Surabaya didanai pengusaha-pengusaha yang ingin menguasai Surabaya. Dalam perkataannya, Hasto menggunakan istilah pengusaha hitam.
Menanggapi hal itu, pengamat politik Pangi Syarwi mengingatkan Hasto agar jangan sampai perkataannya menampuk air di dulang. Pangi mengingatkan semua parpol sama saja dalam soal pendanaan politik, tidak terkecuali PDIP.
“Hampir semua partai mengalami persoalan klasik yang sama (pendanaan), jangan sampai menampuk air di dulang, memercik muka sendiri,” ujar Pangi, Senin (31/8/2020).
“Saya pikir semua partai lagunya sama, butuh bandar/sponsor dari cukong untuk maju memenangkan pilkada. Karena pembiayaan pilkada kita itu tinggi,” sambung Pangi. (Baca juga: PDIP Maju-Mundur di Pilkada Surabaya)
Lebih lanjut, Pangi mengatakan realitas politik di Indonesia memang mamaksa calon kepala daerah harus mau mengeluarkan uang. Menurut Pangi seorang calon kepala daerah tak cukup hanya bermodal janji dan gagasan politik saja.
“Untuk rakyat memilih, butuh uang dan sembako. Kalau kita hanya jual gagasan dan ide, dibilang calon kepala daerah sinting, bahkan ditertawakan menjadi bahan ejekan dan lelucon politik. Itulah keadaan sekarang dan realitas politik,” kata Pangi.
Pangi menjelaskan jika pendanaan politik yang dari pemodal bisa saja dihentikan dari perpolitikan di Indonesia. Salah satu caranya adalah dengan negara memberikan dana untuk politisi dan melarang pembiayaan dari para cukong.
“Bisa diputus mata rantai soal bantuan cukong dan donatur politik dibatasi untuk pembiayaan pilkada. harus ada bantuan dari pemerintah atau negara sehingga memutus mata rantai cukong yang membiayai kepala daerah,” pungkas Pangi.
Menanggapi hal itu, pengamat politik Pangi Syarwi mengingatkan Hasto agar jangan sampai perkataannya menampuk air di dulang. Pangi mengingatkan semua parpol sama saja dalam soal pendanaan politik, tidak terkecuali PDIP.
“Hampir semua partai mengalami persoalan klasik yang sama (pendanaan), jangan sampai menampuk air di dulang, memercik muka sendiri,” ujar Pangi, Senin (31/8/2020).
“Saya pikir semua partai lagunya sama, butuh bandar/sponsor dari cukong untuk maju memenangkan pilkada. Karena pembiayaan pilkada kita itu tinggi,” sambung Pangi. (Baca juga: PDIP Maju-Mundur di Pilkada Surabaya)
Lebih lanjut, Pangi mengatakan realitas politik di Indonesia memang mamaksa calon kepala daerah harus mau mengeluarkan uang. Menurut Pangi seorang calon kepala daerah tak cukup hanya bermodal janji dan gagasan politik saja.
“Untuk rakyat memilih, butuh uang dan sembako. Kalau kita hanya jual gagasan dan ide, dibilang calon kepala daerah sinting, bahkan ditertawakan menjadi bahan ejekan dan lelucon politik. Itulah keadaan sekarang dan realitas politik,” kata Pangi.
Pangi menjelaskan jika pendanaan politik yang dari pemodal bisa saja dihentikan dari perpolitikan di Indonesia. Salah satu caranya adalah dengan negara memberikan dana untuk politisi dan melarang pembiayaan dari para cukong.
“Bisa diputus mata rantai soal bantuan cukong dan donatur politik dibatasi untuk pembiayaan pilkada. harus ada bantuan dari pemerintah atau negara sehingga memutus mata rantai cukong yang membiayai kepala daerah,” pungkas Pangi.
(thm)
tulis komentar anda