Hikmahanto Pertanyakan Pernyataan Prabowo dan Xi Jinping soal Laut China Selatan

Senin, 11 November 2024 - 12:28 WIB
Presiden Prabowo Subianto dan Presiden Republik Rakyat Tiongkok Xi Jinping secara bersama-sama menyaksikan penandatanganan MoU sejumlah kerja sama antara Indonesia-China yang dilakukan di Beijing, China, Sabtu (9/11/2024). Foto/Setpres
JAKARTA - Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana mempertanyakan joint development antara Indonesia - China yang dilakukan Presiden Prabowo Subianto dengan Presiden Xi Jinping pada 9 November 2024. Himahanto mengatakan, dalam butir sembilan dengan judul "The two sides will jointly create more bright spots in maritime cooperation" disebutkan bahwa "The two sides reached important common understanding on joint development in areas of overlapping claims".

"Menjadi pertanyaan mendasar apakah yang dimaksud dengan overlapping claims ini terkait klaim sepuluh garis putus oleh China yang bertumpang tindih dengan klaim Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia di Natuna Utara?" kata Hikmahanto kepada wartawan, Senin (11/11/2024).

Bila memang benar, kata Hikmahanto, berarti kebijakan Indonesia terkait klaim sepihak China atas sepuluh garis putus telah berubah secara drastis, dan merupakan perubahan yang sangat fundamental dan berdampak pada geopolitik di kawasan.





"Untuk diketahui hingga berakhirnya pemerintahan Jokowi, Indonesia memilki kebijakan untuk tidak mengakui klaim sepihak sepuluh (dahulu sembilan) garis putus dari China. Hal ini karena klaim sepuluh garis putus tidak dikenal dalam UNCLOS di mana Indonesia dan China adalah negara peserta," katanya.

"Terlebih lagi Permanent Court of Arbitration pada tahun 2016 telah menegaskan klaim sepihak China tersebut memang tidak dikenal dalam UNCLOS," sambungnya.

Namun dengan adanya joint statement 9 November lalu, kata Hikmahanto, berarti Indonesia telah mengakui klaim sepihak China atas Sepuluh Garis Putus. "Perlu dipahami Joint development hanya terjadi bila masing-masing negara saling mengakui adanya zona maritim yang saling berktumpang tindih," katanya.

Hikmahanto menilai, pengakuan klaim sepihak sepuluh garis putus jelas tidak sesuai dengan perundingan perbatasan zona maritim yang selama ini dilakukan oleh Indonesia dimana Indonesia tidak pernah melakukan perundingan maritim dengan China.

“Hal ini karena dalam peta Indonesia dan dalam Undang-undang Wilayah Negara tidak dikenal Sepuluh Garis Putus yang diklaim secara sepihak oleh China. Pemerintah pun selama ini konsisten untuk tidak mau melakukan perundingan terlebih lagi memunculkan ide joint development dengan China,” katanya.
Halaman :
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More