Tom Lembong Tersangka, Refly Harun: Kebijakan Tak Boleh Dikriminalkan
Kamis, 07 November 2024 - 18:11 WIB
JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun menanggapi penetapan tersangka Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung. Menteri Perdagangan 2015-2016 itu dijadikan tersangka kasus dugaan korupsi impor gula tahun 2016.
Menurut Refly, ada tiga unsur utama yang harus dipenuhi agar seseorang dapat dinyatakan terlibat dalam tindak pidana korupsi. Unsur pertama di antaranya menyalahgunakan kewenangan, memperkaya diri sendiri atau orang lain, dan merugikan keuangan negara. Unsur kedua adalah melakukan perbuatan melawan hukum, memperkaya diri sendiri atau orang lain, dan merugikan keuangan negara.
"Nah, Tom dianggap memenuhi dua unsur, yaitu menyalahgunakan kewenangan atau unsur melawan hukum," kata Tom Lembong, Kamis (7/11/2024).
Namun, menurut Refly, persoalan utama dalam kasus korupsi adalah adanya unsur mens rea, yaitu niat jahat yang harus dapat dibuktikan oleh penyidik. "Penyidik harus bisa membuktikan bahwa perbuatan itu dilakukan dengan niat jahat dari Tom Lembong," kata Refly.
Refly menegaskan, pembuktian niat jahat ini menjadi sangat penting, dan salah satu cara untuk membuktikannya adalah dengan adanya aliran dana yang diterima oleh tersangka, baik secara langsung maupun tidak langsung.
"Kalau ada aliran dana ke dia, baik langsung maupun tidak langsung, itu adalah bukti paling gampang untuk membuktikan niat jahat," ujarnya.
Terkait kerugian negara, Refly berpendapat bahwa dalam kasus ini, kerugian negara yang dimaksud tidak terlihat jelas. Dia menilai peristiwa itu bukan merupakan kerugian negara melainkan kondisi negara yang tidak mendapatkan untung dalam proses impor.
"Negara kurang untung. Setelah swasta dapat untung Rp400 miliar, seharusnya untung itu buat BUMN, karena bukan BUMN yang mengimpor," jelasnya.
Refly juga mengomentari isu bahwa apa yang dilakukan Tom Lembong merupakan kesalahan kebijakan kementerian. Dia menilai jika benar apa yang dilakukan Tom Lembong merupakan kesalahan kebijakan hal itu tidak boleh dibawa ke ranah hukum pidana.
Sebagai contoh, Refly menyebutkan kebijakan-kebijakan lain yang dianggap merugikan keuangan negara, seperti pembangunan Ibu Kota Negara (IKN), Bandara Kertajati, dan proyek kereta cepat. "Kalau kebijakan, tidak boleh dikriminalkan kalau tidak ada niat jahatnya," katanya.
Lihat Juga: Kajari Bantu Perbaikan Sistem usai Penindakan Korupsi, Jaksa Agung: Kalau Tidak, Kalian yang Saya Tindak
Menurut Refly, ada tiga unsur utama yang harus dipenuhi agar seseorang dapat dinyatakan terlibat dalam tindak pidana korupsi. Unsur pertama di antaranya menyalahgunakan kewenangan, memperkaya diri sendiri atau orang lain, dan merugikan keuangan negara. Unsur kedua adalah melakukan perbuatan melawan hukum, memperkaya diri sendiri atau orang lain, dan merugikan keuangan negara.
"Nah, Tom dianggap memenuhi dua unsur, yaitu menyalahgunakan kewenangan atau unsur melawan hukum," kata Tom Lembong, Kamis (7/11/2024).
Namun, menurut Refly, persoalan utama dalam kasus korupsi adalah adanya unsur mens rea, yaitu niat jahat yang harus dapat dibuktikan oleh penyidik. "Penyidik harus bisa membuktikan bahwa perbuatan itu dilakukan dengan niat jahat dari Tom Lembong," kata Refly.
Refly menegaskan, pembuktian niat jahat ini menjadi sangat penting, dan salah satu cara untuk membuktikannya adalah dengan adanya aliran dana yang diterima oleh tersangka, baik secara langsung maupun tidak langsung.
"Kalau ada aliran dana ke dia, baik langsung maupun tidak langsung, itu adalah bukti paling gampang untuk membuktikan niat jahat," ujarnya.
Terkait kerugian negara, Refly berpendapat bahwa dalam kasus ini, kerugian negara yang dimaksud tidak terlihat jelas. Dia menilai peristiwa itu bukan merupakan kerugian negara melainkan kondisi negara yang tidak mendapatkan untung dalam proses impor.
"Negara kurang untung. Setelah swasta dapat untung Rp400 miliar, seharusnya untung itu buat BUMN, karena bukan BUMN yang mengimpor," jelasnya.
Refly juga mengomentari isu bahwa apa yang dilakukan Tom Lembong merupakan kesalahan kebijakan kementerian. Dia menilai jika benar apa yang dilakukan Tom Lembong merupakan kesalahan kebijakan hal itu tidak boleh dibawa ke ranah hukum pidana.
Sebagai contoh, Refly menyebutkan kebijakan-kebijakan lain yang dianggap merugikan keuangan negara, seperti pembangunan Ibu Kota Negara (IKN), Bandara Kertajati, dan proyek kereta cepat. "Kalau kebijakan, tidak boleh dikriminalkan kalau tidak ada niat jahatnya," katanya.
Lihat Juga: Kajari Bantu Perbaikan Sistem usai Penindakan Korupsi, Jaksa Agung: Kalau Tidak, Kalian yang Saya Tindak
(abd)
tulis komentar anda