Jumhur Hidayat Apresiasi Prabowo Tangani Potensi PHK Buruh Sritex
Kamis, 31 Oktober 2024 - 14:16 WIB
JAKARTA - Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Pembaruan Jumhur Hidayat mengapresiasi Presiden Prabowo Subianto yang dianggapnya gerak cepat (gercep) menangani potensi pemutusan hubungan kerja (PHK) buruh PT Sritex. Jumhur berpendapat, kadang untung besar, untung secukupnya atau bahkan rugi dalam suatu usaha adalah hal yang biasa.
Dia menuturkan, dimanika ini sangat bergantung pada manajemen perusahaan, dinamika permintaan pasar dan lain-lain. Dia melanjutkan, kejadian seperti ini akan bermasalah bila skala usahanya sangat besar yang mempekerjakan lebih 20 ribu buruh seperti di PT. Sritex. Dia melanjutkan, ini artinya hambir 100 ribu orang buruh dan keluarganya bisa terselamatkan dengan tindakan gercep (gerak cepat) Presiden Prabowo.
“Saya mengapresiasi gercep Presiden dengan memerintahkan empat menterinya untuk menangani kasus potensi PHK di PT. Sritex akibat dipailitkan. Kita tahu memang urusan tekstil dan produk tekstil (TPT) termasuk alas kaki ini tidak diperhatikan serius oleh pemerintah sebelumnya. Padahal industri ini telah menyerap banyak tenaga kerja,” kata Jumhur, Kamis (31/10/2024).
Jumhur mengatakan bahwa mudahnya impor pakaian dan alas kaki serta maraknya penyelundupan dari China menyebabkan industri TPT dalam negeri ambruk. Di tambah lagi, lanjut dia, dengan adanya aturan baru Permendag Nomor 8 Tahun 2024 yang memberi kemudahan impor termasuk untuk produk TPT.
“Sebelum ada Permendag Nomor 8/2024 saja kita sudah dibanjiri barang impor dan selundupan. Nah sudah jelas kalangan industriawan menjerit, sementara serikat buruh/serikat pekerja unjuk rasa berkali-kali ke Kantor Kementerian Perdagangan tapi dianggap angin lalu saja. Pemerintah saat itu memang buta dan tuli atas aspirasi rakyatnya,” kata Jumhur.
Jumhur berpendapat, bila mau pemerintah tidak sulit menyelamatkan industri PT Sritex itu. Dia menuturkan, periksa saja apa penyebabnya sehingga bisa patah cashflow (arus kas) dalam perusahaan. Dia melanjutkan, tentunya bukan hanya satu sebab, tapi bisa beragam sebab termasuk turunnya pesanan.
“Lihat aja di mana penyeab utama dari masalah ini. Kalau kesalahan manajemennya cukup besar, maka bridging (talangan) dana pemerintah untuk upah misalnya bisa dibayarkan kembali dalam rentang waktu yang cepat dan meminta agar manajemen diganti dengan yang lebih profesional,” imbuhnya.
Namun, sambung dia, bila masalah itu terjadi utamanya akibat penurunan drastis permintaan pasar akibat impor dan selundupan, maka dana talangan pemerintah itu bisa dikembalikan dalam kurun waktu lebih lama dan semuanya harus tanpa bunga. “Serta memastikan mencabut segala aturan yang memudahkan impor barang serupa dan memerangi penyelundupan dengan sangat serius termasuk dalam penegakan hukumnya,” pungkasnya.
Dia menuturkan, dimanika ini sangat bergantung pada manajemen perusahaan, dinamika permintaan pasar dan lain-lain. Dia melanjutkan, kejadian seperti ini akan bermasalah bila skala usahanya sangat besar yang mempekerjakan lebih 20 ribu buruh seperti di PT. Sritex. Dia melanjutkan, ini artinya hambir 100 ribu orang buruh dan keluarganya bisa terselamatkan dengan tindakan gercep (gerak cepat) Presiden Prabowo.
“Saya mengapresiasi gercep Presiden dengan memerintahkan empat menterinya untuk menangani kasus potensi PHK di PT. Sritex akibat dipailitkan. Kita tahu memang urusan tekstil dan produk tekstil (TPT) termasuk alas kaki ini tidak diperhatikan serius oleh pemerintah sebelumnya. Padahal industri ini telah menyerap banyak tenaga kerja,” kata Jumhur, Kamis (31/10/2024).
Jumhur mengatakan bahwa mudahnya impor pakaian dan alas kaki serta maraknya penyelundupan dari China menyebabkan industri TPT dalam negeri ambruk. Di tambah lagi, lanjut dia, dengan adanya aturan baru Permendag Nomor 8 Tahun 2024 yang memberi kemudahan impor termasuk untuk produk TPT.
“Sebelum ada Permendag Nomor 8/2024 saja kita sudah dibanjiri barang impor dan selundupan. Nah sudah jelas kalangan industriawan menjerit, sementara serikat buruh/serikat pekerja unjuk rasa berkali-kali ke Kantor Kementerian Perdagangan tapi dianggap angin lalu saja. Pemerintah saat itu memang buta dan tuli atas aspirasi rakyatnya,” kata Jumhur.
Jumhur berpendapat, bila mau pemerintah tidak sulit menyelamatkan industri PT Sritex itu. Dia menuturkan, periksa saja apa penyebabnya sehingga bisa patah cashflow (arus kas) dalam perusahaan. Dia melanjutkan, tentunya bukan hanya satu sebab, tapi bisa beragam sebab termasuk turunnya pesanan.
“Lihat aja di mana penyeab utama dari masalah ini. Kalau kesalahan manajemennya cukup besar, maka bridging (talangan) dana pemerintah untuk upah misalnya bisa dibayarkan kembali dalam rentang waktu yang cepat dan meminta agar manajemen diganti dengan yang lebih profesional,” imbuhnya.
Namun, sambung dia, bila masalah itu terjadi utamanya akibat penurunan drastis permintaan pasar akibat impor dan selundupan, maka dana talangan pemerintah itu bisa dikembalikan dalam kurun waktu lebih lama dan semuanya harus tanpa bunga. “Serta memastikan mencabut segala aturan yang memudahkan impor barang serupa dan memerangi penyelundupan dengan sangat serius termasuk dalam penegakan hukumnya,” pungkasnya.
(rca)
Lihat Juga :
tulis komentar anda