96 Tahun Sumpah Pemuda, Refleksi PKB sebagai Partai Anak Muda

Senin, 28 Oktober 2024 - 11:57 WIB
Muhammad Rodli Kaelani, Sekjen DKN Garda Bangsa, Waketum DPP Ikatan Pemuda Tionghoa Indonesia. Foto: Ist
Muhammad Rodli Kaelani

Sekretaris Jenderal DKN Garda Bangsa,

Wakil Ketua Umum DPP Ikatan Pemuda Tionghoa Indonesia

SETIAP tanggal 28 Oktober, kita selalu memperingati Hari Sumpah Pemuda . Sumpah Pemuda tahun 1928 merupakan tonggak penting dalam sejarah bangsa Indonesia, di mana semangat persatuan dan kebangsaan dipelopori oleh anak-anak muda. Momentum ini menjadi puncak dari gerakan-gerakan anak muda yang telah muncul sebelumnya, seperti kebangkitan nasional pada 1908, yang dipelopori oleh Budi Utomo.



Sejak itu, peran anak muda dalam pembaharuan sosial dan politik tidak dapat dipisahkan dari dinamika perubahan bangsa. Bahkan, di era reformasi, anak-anak muda (mahasiswa) kembali menjadi garda terdepan dalam menuntut perubahan rezim otoritarianisme menuju demokrasi yang lebih terbuka. Dengan kata lain, perjalanan bangsa Indonesia selama 79 tahun selalu diwarnai oleh spirit dan kepeloporan kaum pemuda.

Namun, 96 tahun setelah Sumpah Pemuda berlangsung, tantangan yang dihadapi generasi muda semakin kompleks. Fenomena bonus demografi yang sering dianggap sebagai “berkah” untuk bangsa, pada kenyataannya menyimpan berbagai paradoks. Generasi milenial dan Gen Z, yang menjadi tumpuan harapan bangsa, tidak hanya membawa potensi besar, tetapi juga dihadapkan pada tantangan-tantangan serius.

Paradoks Bonus Demografi

Bonus demografi yang dimaksud adalah lonjakan jumlah penduduk usia produktif, yang dianggap bisa mendorong pertumbuhan ekonomi. Dan ini memang merupakan momen langka, pasalnya tidak semua negara memiliki kesempatan emas ini. Dimana penduduk berusia produktif (15-65 tahun) jumlahnya lebih besar dibandingkan usia 0 - 14 tahun dan di atas 65 tahun. Namun, realitasnya, bonus demografi ini juga menyimpan sejumlah tantangan serius.

Tingkat pengangguran di kalangan anak muda cukup tinggi. Tahun 2023, data Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan jumlah pengangguran di kalangan anak muda tembus mencapai 22,25 persen dari total penduduk usia muda. Situasi ini diperparah dengan kerentanan psikologis akibat tekanan sosial, ekonomi, dan budaya digital yang semakin menguat.

Alih-alih menjadi kelas menengah yang kuat, banyak di antara mereka justru terjebak dalam kondisi ekonomi yang stagnan, di mana daya beli mereka menurun dan sikap individualistik semakin menguat bahkan aksi kriminalisme-kekerasan yang dilakukan usia mudah semakin parah.
Halaman :
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More