Lebih Efektif Mana Wantimpres atau DPA? Ini Kata Pakar Hukum
Minggu, 15 September 2024 - 15:30 WIB
JAKARTA - Upaya menghidupkan Dewan Pertimbangan Agung ( DPA ) sempat menjadi sorotan. Upaya itu dinilai sebagai kode untuk mengakomodasi kepentingan Presiden Joko Widodo (Jokowi) semata ketika sudah lengser.
Pakar hukum, Henry Indraguna mengatakan, jika merujuk pada latar belakang pembubaran DPA saat itu, terdapat beberapa faktor. Salah satunya karena dianggap sangat tidak efisien.
"Pembentukan lembaga-lembaga baru menyebabkan arah dan tujuan DPA menjadi tidak jelas. Sementara lembaga baru Watimpres memiliki fungsi, tugas, dan wewenang lebih jelas," katanya, Minggu (15/9/2024).
Menurut Henry, penghapusan lembaga DPA tentu tidak kemudian secara otomatis menghilangkan fungsi memberikan pertimbangan kepada presiden. Sebagai gantinya, amandemen keempat UUD 1945 mengubah Pasal 16 menjadi pembentukan "suatu dewan pertimbangan."
Ia menjelaskan, Pasal 16 UUD NRI 1945 mengatur, presiden membentuk suatu dewan pertimbangan yang bertugas memberikan nasihat dan pertimbangan kepada presiden, yang selanjutnya diatur dalam undang-undang.
"Jadi fungsi Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) lebih efesien secara teknis," katanya.
Henry Indraguna juga berpendapat DPA menjadi tidak efektif karena dalam praktiknya tidak lagi menjadi sejajar dengan lembaga presiden. DPA yang seharusnya menjadi salah satu alat kontrol kekuasaan justru menjadi subordinat presiden.
"Nah, ketika DPR sudah mampu mengembalikan marwahnya sebagai alat kontrol kekuasaan dengan tiga fungsi yang mereka miliki, maka DPA otomatis tak dibutuhkan kembali. Wantimpres menjadi lebih efisien karena secara berkala mengkaji, mengevaluasi kondisi sosial di masyarakat," paparnya.
Hasil kajian tersebut kemudian dijadikan masukan, pertimbangan dan evaluasi kebijakan yang diambil Presiden. Lebih Lanjut Henry menilai keputusan revisi UU Wantimpres yang batal mengubah nomenklatur Wantimpres menjadi DPA, patut diapresiasi.
"Perubahan nomenklatur kan harus dikembalikan juga pada filosofinya. Kalau menjadi DPA, harus dipahami tugas dan fungsi DPA sebagaimana filosofi pembentukannya dulu. Jika sekarang nomenklatur diubah menjadi Wantimpres RI, yakni dengan menambahkan RI di dalamnya, ini juga menegaskan bahwa Indonesia menganut sistem Presidensil," katanya.
Pakar hukum, Henry Indraguna mengatakan, jika merujuk pada latar belakang pembubaran DPA saat itu, terdapat beberapa faktor. Salah satunya karena dianggap sangat tidak efisien.
"Pembentukan lembaga-lembaga baru menyebabkan arah dan tujuan DPA menjadi tidak jelas. Sementara lembaga baru Watimpres memiliki fungsi, tugas, dan wewenang lebih jelas," katanya, Minggu (15/9/2024).
Menurut Henry, penghapusan lembaga DPA tentu tidak kemudian secara otomatis menghilangkan fungsi memberikan pertimbangan kepada presiden. Sebagai gantinya, amandemen keempat UUD 1945 mengubah Pasal 16 menjadi pembentukan "suatu dewan pertimbangan."
Ia menjelaskan, Pasal 16 UUD NRI 1945 mengatur, presiden membentuk suatu dewan pertimbangan yang bertugas memberikan nasihat dan pertimbangan kepada presiden, yang selanjutnya diatur dalam undang-undang.
"Jadi fungsi Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) lebih efesien secara teknis," katanya.
Henry Indraguna juga berpendapat DPA menjadi tidak efektif karena dalam praktiknya tidak lagi menjadi sejajar dengan lembaga presiden. DPA yang seharusnya menjadi salah satu alat kontrol kekuasaan justru menjadi subordinat presiden.
"Nah, ketika DPR sudah mampu mengembalikan marwahnya sebagai alat kontrol kekuasaan dengan tiga fungsi yang mereka miliki, maka DPA otomatis tak dibutuhkan kembali. Wantimpres menjadi lebih efisien karena secara berkala mengkaji, mengevaluasi kondisi sosial di masyarakat," paparnya.
Hasil kajian tersebut kemudian dijadikan masukan, pertimbangan dan evaluasi kebijakan yang diambil Presiden. Lebih Lanjut Henry menilai keputusan revisi UU Wantimpres yang batal mengubah nomenklatur Wantimpres menjadi DPA, patut diapresiasi.
"Perubahan nomenklatur kan harus dikembalikan juga pada filosofinya. Kalau menjadi DPA, harus dipahami tugas dan fungsi DPA sebagaimana filosofi pembentukannya dulu. Jika sekarang nomenklatur diubah menjadi Wantimpres RI, yakni dengan menambahkan RI di dalamnya, ini juga menegaskan bahwa Indonesia menganut sistem Presidensil," katanya.
(abd)
tulis komentar anda