JNPK-NU Minta PBNU Jaga Marwah dan Perhatikan Masalah Keumatan
Senin, 12 Agustus 2024 - 13:39 WIB
JAKARTA - Warga Nahdliyin yang tergabung komunitas Jaringan Nahdliyin Pengawal Khitthah Nahdlatul Ulama (JNPK-NU) mengaku meminta Pengurus Besar Nahdlatul Ulama ( PBNU ) menjaga marwah NU dan memperhatikan masalah keumatan. Hal itu merespons kisruh antara PBNU dengan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) baru-baru ini.
"Kami perlu untuk menyatakan sikap, yang didasari nilai-nilai dasar Qanun Asasi, Khitthah Nahdliyah dan AD/ART yang menjadi konstitusi Nahdlatul Ulama. Yang seharusnya fokus dan khidmah untuk kemaslahatan umat, baik di bidang sosial, ekonomi, budaya, dan terutama agama. Politik praktis adalah ranah partai politik yang seharusnya tidak dimasuki oleh PBNU, sebagaimana mandat Khittah NU hasil Muktamar 1984," tutur Koordinator JPNK NU Imam Baihaqi, Senin (12/8/2024).
Mencermati perkembangan terakhir atas apa yang dilakukan PBNU, ungkap Imam, dari mulai pembekuan, pemecatan, dan likuidasi struktur pengurus NU di bawah, pendiaman dalam menyikapi dan menangani isu-isu krusial nasional, seperti penerimaan konsesi tambang, serta hasratnya untuk mengambil alih parpol tertentu sehingga menimbulkan perselisihan, dan lain sebagainya. "Semuanya sering kali memancing kegaduhan dan konflik horizontal, kontroversi," tutur Imam.
Warga Nahdliyyin kultural yang tergabung dalam JNPK-NU mengeluarkan pernyataan sikap. Pertama, mengimbau semua pihak, terutama PBNU menjaga ukhuwah nahdliyah dan ukhuwah wathaniyah dalam menyelesaikan berbagai permasalahan yang dihadapi.
Kedua, meminta PBNU kembali meneguhkan khitthah dan menguatkan kembali posisinya sebagai kekuatan civil society yang independen. Ketiga, meminta PBNU segera menghentikan tindakan yang bisa menyulut konflik di antara sesama warga Nahdliyin;
"Keempat Mendorong PBNU mengevaluasi arah kepemimpinan dan kebijakan organisasi sehingga bisa sejalan mandat konstitusi Organisasi (qonun asasi dan AD/ART)," tuturnya.
Kelima, memohon PBNU meluruskan penyimpangan sejarah dan merawat makam-makam pendiri NU. Keenam, mempertanyakan kebijakan larangan menarik iuran warga ('ianah syahriah), karena telah diatur dalam AD/ART. Ketujuh, mendorong PBNU membangun ekonomi kerakyatan demi kemandirian ekonomi, tanpa bergantung pada politik ekonomi kekuasaan.
“Termasuk dengan menerima konsesi tambang batu bara, suatu industri ekstraktif yang merusak lingkungan dan berpotensi konflik social,” ucapnya.
Kedelapan, memohon kepada PBNU untuk mengedepankan sikap kenegarawanan, sesuai hukum perundang-undangan yang berlaku. Kesembilan, berharap PBNU lebih memperhatikan masalah-masalah keumatan daripada politik kekuasaan agar marwah ke-NU-an kembali terjaga sebagai Ormas sosial keagamaan.
"Kami perlu untuk menyatakan sikap, yang didasari nilai-nilai dasar Qanun Asasi, Khitthah Nahdliyah dan AD/ART yang menjadi konstitusi Nahdlatul Ulama. Yang seharusnya fokus dan khidmah untuk kemaslahatan umat, baik di bidang sosial, ekonomi, budaya, dan terutama agama. Politik praktis adalah ranah partai politik yang seharusnya tidak dimasuki oleh PBNU, sebagaimana mandat Khittah NU hasil Muktamar 1984," tutur Koordinator JPNK NU Imam Baihaqi, Senin (12/8/2024).
Mencermati perkembangan terakhir atas apa yang dilakukan PBNU, ungkap Imam, dari mulai pembekuan, pemecatan, dan likuidasi struktur pengurus NU di bawah, pendiaman dalam menyikapi dan menangani isu-isu krusial nasional, seperti penerimaan konsesi tambang, serta hasratnya untuk mengambil alih parpol tertentu sehingga menimbulkan perselisihan, dan lain sebagainya. "Semuanya sering kali memancing kegaduhan dan konflik horizontal, kontroversi," tutur Imam.
Warga Nahdliyyin kultural yang tergabung dalam JNPK-NU mengeluarkan pernyataan sikap. Pertama, mengimbau semua pihak, terutama PBNU menjaga ukhuwah nahdliyah dan ukhuwah wathaniyah dalam menyelesaikan berbagai permasalahan yang dihadapi.
Kedua, meminta PBNU kembali meneguhkan khitthah dan menguatkan kembali posisinya sebagai kekuatan civil society yang independen. Ketiga, meminta PBNU segera menghentikan tindakan yang bisa menyulut konflik di antara sesama warga Nahdliyin;
"Keempat Mendorong PBNU mengevaluasi arah kepemimpinan dan kebijakan organisasi sehingga bisa sejalan mandat konstitusi Organisasi (qonun asasi dan AD/ART)," tuturnya.
Kelima, memohon PBNU meluruskan penyimpangan sejarah dan merawat makam-makam pendiri NU. Keenam, mempertanyakan kebijakan larangan menarik iuran warga ('ianah syahriah), karena telah diatur dalam AD/ART. Ketujuh, mendorong PBNU membangun ekonomi kerakyatan demi kemandirian ekonomi, tanpa bergantung pada politik ekonomi kekuasaan.
“Termasuk dengan menerima konsesi tambang batu bara, suatu industri ekstraktif yang merusak lingkungan dan berpotensi konflik social,” ucapnya.
Kedelapan, memohon kepada PBNU untuk mengedepankan sikap kenegarawanan, sesuai hukum perundang-undangan yang berlaku. Kesembilan, berharap PBNU lebih memperhatikan masalah-masalah keumatan daripada politik kekuasaan agar marwah ke-NU-an kembali terjaga sebagai Ormas sosial keagamaan.
(cip)
tulis komentar anda