Pengamat Minta Usulan Nasi Jagung Jadi Opsi Menu Makan Gratis Dikaji Dulu
Selasa, 06 Agustus 2024 - 22:28 WIB
JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengusulkan nasi jagung bisa menjadi opsi menu dalam program makan gratis. Pengamat kebijakan Publik Bambang Haryo Soekartono menganggap usulan tersebut kurang tepat.
Bambang mengungkapkan, produksi jagung di Indonesia jumlahnya masih kurang untuk kebutuhan nasional, baik untuk konsumsi manusia maupun ternak ayam, dan lain-lain. Kebutuhan nasional jagung Indonesia sekitar 15,7 juta ton per tahun, sedangkan hasil produksi pertanian jagung sebesar 13,79 juta ton per tahun. Hal ini berarti Indonesia harus impor sekitar 1,2 juta ton Jagung setiap tahun.
Selain itu, kata Bambang, harga jagung di Indonesia adalah yang termahal di dunia yaitu sebesar Rp5.000-Rp8.000 kg. Angka itu lebih tinggi dari harga jagung di Ukraina sebesar USD270 per ton atau Rp4.372 per kg.
"Ini yang seharusnya diperjuangkan oleh Menko PMK bahwa harga pokok pangan seperti jagung ini harus murah. Apalagi Kementerian Pertanian kan sering mengadakan studi banding dan tentunya harusnya paham bahwa harga jagung internasional saat ini tidak lebih dari Rp2.000 atau tepatnya Rp1.760 per liter atau per kg, sesuai dengan data dari Website Business Insider. Tapi, harga jual di Indonesia, sangat mahal, bahkan ada yang di atas Rp8.000/kg," katanya.
Anggota DPR terpilih periode 2024-2029 mengatakan, bila harga jagung bisa diturunkan, maka makanan seperti ayam dan telur akan lebih murah.
"Seharusnya Menko PMK perlu melakukan kajian dengan turun ke Masyarakat, menanyakan kepada anak anak apakah anak anak itu familiar dan suka makan nasi jagung. Jangan sampai program makan gratis yang kita inginkan untuk makan dan nutrisi yang cukup untuk anak-anak, menjadi percuma karena tidak diminati oleh anak-anak sekolah. Yang saat ini mereka banyak makan dengan menggunakan nasi putih, bukan nasi jagung," kata Bambang.
Anggota Dewan Pakar DPP Partai Gerindra menilai perlu juga dikaji tentang kesulitan memproduksi bahkan memasak beras jagung. Menurut informasi, memasak beras jagung butuh kesabaran dan waktu yang cukup lama agar mendapatkan hasil tanakan yang sempurna. Prosesnya jauh lebih lama daripada menanak nasi putih. Selain itu, ada informasi bahwa nasi jagung tidak bisa bertahan lama, lebih mudah busuk daripada nasi putih biasa.
"Bila memang pemerintah ingin melakukan diversifikasi pangan dari beras ke jagung, dan hasil kajian anak-anak mau mengonsumsi nasi jagung, maka tugas pemerintah adalah memproduksi tambahan pertanian jagung di Indonesia, agar jumlah impor jagung kita tidak menjadi lebih banyak. Pemerintah juga harus mendorong harga pangan, terutama komoditas jagung agar bisa lebih murah, untuk yang dikonsumsi di Indonesia, khususnya untuk Program Makan Gratis untuk anak sekolah, untuk mendekati harga internasional yang saat ini jauh lebih rendah daripada harga jagung per kilogram yang ada di Indonesia," katanya.
Bambang mengungkapkan, produksi jagung di Indonesia jumlahnya masih kurang untuk kebutuhan nasional, baik untuk konsumsi manusia maupun ternak ayam, dan lain-lain. Kebutuhan nasional jagung Indonesia sekitar 15,7 juta ton per tahun, sedangkan hasil produksi pertanian jagung sebesar 13,79 juta ton per tahun. Hal ini berarti Indonesia harus impor sekitar 1,2 juta ton Jagung setiap tahun.
Selain itu, kata Bambang, harga jagung di Indonesia adalah yang termahal di dunia yaitu sebesar Rp5.000-Rp8.000 kg. Angka itu lebih tinggi dari harga jagung di Ukraina sebesar USD270 per ton atau Rp4.372 per kg.
"Ini yang seharusnya diperjuangkan oleh Menko PMK bahwa harga pokok pangan seperti jagung ini harus murah. Apalagi Kementerian Pertanian kan sering mengadakan studi banding dan tentunya harusnya paham bahwa harga jagung internasional saat ini tidak lebih dari Rp2.000 atau tepatnya Rp1.760 per liter atau per kg, sesuai dengan data dari Website Business Insider. Tapi, harga jual di Indonesia, sangat mahal, bahkan ada yang di atas Rp8.000/kg," katanya.
Anggota DPR terpilih periode 2024-2029 mengatakan, bila harga jagung bisa diturunkan, maka makanan seperti ayam dan telur akan lebih murah.
"Seharusnya Menko PMK perlu melakukan kajian dengan turun ke Masyarakat, menanyakan kepada anak anak apakah anak anak itu familiar dan suka makan nasi jagung. Jangan sampai program makan gratis yang kita inginkan untuk makan dan nutrisi yang cukup untuk anak-anak, menjadi percuma karena tidak diminati oleh anak-anak sekolah. Yang saat ini mereka banyak makan dengan menggunakan nasi putih, bukan nasi jagung," kata Bambang.
Anggota Dewan Pakar DPP Partai Gerindra menilai perlu juga dikaji tentang kesulitan memproduksi bahkan memasak beras jagung. Menurut informasi, memasak beras jagung butuh kesabaran dan waktu yang cukup lama agar mendapatkan hasil tanakan yang sempurna. Prosesnya jauh lebih lama daripada menanak nasi putih. Selain itu, ada informasi bahwa nasi jagung tidak bisa bertahan lama, lebih mudah busuk daripada nasi putih biasa.
"Bila memang pemerintah ingin melakukan diversifikasi pangan dari beras ke jagung, dan hasil kajian anak-anak mau mengonsumsi nasi jagung, maka tugas pemerintah adalah memproduksi tambahan pertanian jagung di Indonesia, agar jumlah impor jagung kita tidak menjadi lebih banyak. Pemerintah juga harus mendorong harga pangan, terutama komoditas jagung agar bisa lebih murah, untuk yang dikonsumsi di Indonesia, khususnya untuk Program Makan Gratis untuk anak sekolah, untuk mendekati harga internasional yang saat ini jauh lebih rendah daripada harga jagung per kilogram yang ada di Indonesia," katanya.
(abd)
tulis komentar anda