Kontroversi Izin Tambang Ormas dan Energi sebagai Kekuatan Masa Depan

Sabtu, 03 Agustus 2024 - 08:17 WIB
Founder dan CEO CENITS, Soni Fahruri. FOTO/IST
Soni Fahruri

Founder dan CEO CENITS

MUHAMMADIYAH akhirnya resmi memutuskan menerima tawaran pemerintah untuk mengelola tambang batubara. Muhammadiyah menjadi organisasi kemasyarakatan (ormas) ketiga setelah Nahdlatul Ulama (NU) dan Persatuan Islam (Persis).



Seperti halnya NU beberapa waktu lalu, keputusan Muhammadiyah itu tidak lepas dari reaksi pro dan kontra. Media sosial riuh dan bising dengan percakapan mengenai sikap Muhammadiyah yang dianggap tidak konsisten, tunduk pada rezim, dan sebagainya, hingga menjurus pada hal-hal tak substansial kendati telah dibantah.

Tulisan ini mencoba untuk membawa perdebatan tersebut kembali pada jalur substansial dengan mengajukan pertanyaan: Kapan Indonesia menjadi negara maju? Pertanyaan ini sangat layak diajukan mengingat Indonesia yang tak pernah beranjak dari status negara berkembang. Status ini bahkan sudah dipahat dalam buku-buku ajar sekolah sejak tahun 1980-an. Dan memang benar, faktanya Indonesia terus berproses dari negara berkembang menjadi negara berkembang, lagi dan lagi.

Kesimpulannya, Indonesia pada dasarnya tak pernah berkembang walaupun sejumlah kemajuan telah dicapai. Kemajuan ekonomi dan teknologi yang dirasakan masyarakat Indonesia selalu saja tertinggal selangkah di belakang beberapa negara lain, dalam hal ini yang disebut sebagai negara maju. Kembali ke pertanyaan semula, lalu kapan Indonesia bisa menyamai negara-negara maju tersebut? Maju ekonominya, maju teknologinya, maju standar hidupnya, dan pada akhirnya maju peradabannya?

Indonesia memang telah dicoret Amerika Serikat dari daftar negara berkembang pada 2020 dan dimasukkan sebagai bagian dari negara G-20. Tetapi status Indonesia belum bisa disebut naik menjadi negara maju. Indonesia masih harus berjuang untuk keluar dari middle income trap atau negara dengan pendapatan menengah. Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang di atas 5% ternyata belum cukup membantu naik kelas. Upaya ekstra keras masih harus dilakukan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi sebesar 6-7% (Bappenas). Indonesia juga harus memacu sektor industri agar bisa berkontribusi sebesar 30% pada Produk Domestik Bruto (PDB). Indonesia juga masih harus memperbaiki Indeks Pembangunan Manusia serta pendapatan masyarakat.

Energi sebagai Kekuatan Masa Depan

Memerlukan lebih dari sekadar perbaikan strategi dan taktik untuk memenuhi indikator-indikator tersebut, apalagi untuk mencapai pertumbuhan hingga 8% yang diharapkan pemerintahan baru ke depan. Yang dibutuhkan Indonesia adalah perubahan paradigma pembangunan ekonomi. Upaya mensejahterakan masyarakat haruslah bertumpu pada kemampuan dan budaya bangsa dengan melibatkan peran masyarakat, tidak hanya menjadi membebankan tugas mulia tersebut pada segelintir elite. Dengan kata lain, pemerintah sebagai aktor utama dalam proses pembangunan tidak boleh memasung inisiatif dan kreativitas masyarakat.

Saat ini, usaha pertambangan masih didominasi asing, baik secara langsung maupun tak langsung, plus segelintir pengusaha lokal. Mereka menguasai jutaan hektar lahan melalui izin usaha pertambangan. Berkat mereka inilah pendapatan per kapita masyarakat Indonesia pada tahun 2023, sebagaimana data Badan Pusat Statistik (BPS), tercatat sebesar Rp75 juta atau USD4.919,7, naik 2,8% dari 4.783,9 pada 2022. Tetapi seperti kita ketahui, pendapatan per kapita tersebut adalah rata-rata dari PDB terhadap jumlah penduduk yang tidak mencerminkan pemerataan pendapatan seluruh penduduk.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More