Pesawat Karya Habibie Dimuseumkan, Politikus PKS: Cukup Memilukan Hati

Minggu, 23 Agustus 2020 - 08:49 WIB
Setelah menempuh perjalanan panjang, pesawat N250 Gatot Kaca akhirnya tiba di Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala, Yogyakarta, Jumat pagi (21/8/2020). Foto/Dinas Penerangan TNI AU
JAKARTA - Pesawat N-250 karya Presiden ke-3 RI BJ Habibie dimuseumkan membuat anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi PKS Mulyanto prihatin. Sekadar diketahui, setelah 2 dekade tidak tersentuh, akhirnya PT Dirgantara Indonesia (PTDI) menghibahkan pesawat bernama Gatot Kaca itu kepada TNI-AU untuk dijadikan salah satu koleksi Museum Pusat Dirgantara Mandala (Pusdirla) Yogyakarta.

Secara resmi acara serah terima bakal dilakukan 25 Agustus 2020. "Padahal 10 Agustus lalu, insan iptek bersama Presiden Jokowi memperingati 25 tahun Hari Kebangkitan Teknologi Nasional (Hakteknas), yakni hari diterbangkan pertama kali N-250 si Gatot Kaca yang 100% made in Indonesia. Cukup memilukan hati," ujar Mulyanto dalam keterangan tertulisnya, Minggu (23/8/2020).

Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menilai keputusan memuseumkan pesawat N-250 adalah sebuah ironi dalam pencapaian ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) serta inovasi nasional. Pesawat N-250 yang semula digadang-gadang sebagai produk unggulan inovasi Indonesia kini ternyata berakhir tragis menjadi barang koleksi semata.

( ).



"Pemuseuman tersebut dapat dipandang sebagai ujung gelap dari dunia iptek dan inovasi. Seperti isyarat kepada masyarakat ilmiah, bahwa iptek dan inovasi itu bukanlah sesuatu yang penting. Produk yang dihasilkannya kelak hanya akan mengisi museum, yang indah dipandang mata. Bukan produk yang secara ekonomi, hankam dan sosial kemasyarakatan bermanfaat secara luas," kata Mulyanto.

Mulyanto melanjutkan, penilaian itu bukan tanpa alasan. "Sekarang coba tengok, apakah program pengembangan produksi pesawat sejenis ini masuk ke dalam Proyek Strategis Nasional (PSN)? Tidak kan?! Pesawat R-80 dan pesawat N-245 dicoret dari program PSN. Kemudian bandingkan antara anggaran riset vaksin corona dengan biaya jasa para buzzer dan influencer , tidak ada apa-apanya."

Apalagi, lanjut dia, kalau dibandingkan dengan APBN 2021 yang disiapkan untuk membeli vaksin impor sebesar Rp25 triliun. "Sangat jomplang. Kita masih senang menjadi bangsa pembeli, ketimbang menjadi bangsa pembuat," ujar Mulyanto.

( ).

Dirinya pun menyayangkan sikap lemerintah yang tidak fokus dalam pengembangan Iptek dan inovasi nasional, baik dari aspek kelembagaan maupun pendanaan. Pemerintah dinilai lebih senang pada program-program populis meskipun tidak strategis.

"Soal ESEMKA misalnya. Sampai sekarang kita belum pernah lihat wujudnya seperti apa. Padahal awalnya produk ini digadang-gadang akan menjadi mobil nasional,” kata Mulyanto.

Untuk itu, Mulyanto mendesak pemerintah membangun ekosistem pengembangan iptek dan inovasi nasional secara lebih serius, agar pembangunan iptek terintegrasi dengan pembangunan ekonomi. "Bikin pesawat itu susah. Tapi nyatanya kita mampu dan bisa. Sudah banyak tenaga-tenaga ahli yang kita miliki. Jadi soalnya bukan pada kemampuan SDM secara teknologis. N-250 si Gatot Kaca, kita buat dan terbang," katanya.

Dia berpendapat, persoalan utamanya terletak pada ekosistem inovasi kita yang belum terintegrasi dan utuh dari hulu ke hilir, dari ide, invensi, inovasi, sampai produk unggul ya g diserap pasar secara berkelanjutan. "Ekosistem pembangunan inovasi ini sangat penting, agar iptek yang dikembangkan di dalamnya tumbuh subur dan berbuah bagi kemanfaatan ekonomi, sosial kemasyarakatan dan hankam," pungkasnya.
(zik)
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More