Jokowi Perlu Jadi Ketum Parpol untuk Kuatkan Posisi Tawar di Pemerintahan Prabowo-Gibran

Kamis, 30 Mei 2024 - 15:04 WIB
Direktur Eksekutif Trust Indonesia Azhari Ardinal menilai Presiden Jokowi perlu menjadi ketua umum parpol untuk menjaga posisi tawarnya di pemerintahan Prabowo-Gibran periode 2024-2029. Foto: Ist
JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) perlu menjadi ketua umum partai untuk menjaga posisi tawarnya di pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka periode 2024-2029. Dengan begitu, Jokowi tidak ditinggalkan atau diabaikan.

“Secara historis, setelah selesai menjabat mayoritas Presiden Indonesia memimpin partai dan menjadi ketua umum partai. Ibu Megawati dan Pak SBY menjadi role model bagi siapa pun. Termasuk mungkin bagi Pak Jokowi,” ujar Direktur Eksekutif Trust Indonesia Azhari Ardinal, Rabu (29/5/2024).





Apalagi banyak program pemerintahan Jokowi yang belum terwujud hingga saat ini dan bakal dilanjutkan pada pemerintahan mendatang. Satu-satunya jalan untuk memastikan program tersebut dapat berjalan dengan ikut mengawal pemerintahan Prabowo-Gibran melalui pengaruh di parpol.

“Keberadaan Gibran (anak Jokowi) saja tidak cukup. Jokowi mesti punya partai politik agar bisa ikut mengontrol jalannya program-program pemerintahan. Tanpa partai politik tidak akan ada interaksi dan (pengaruh) partisipasi Jokowi. Jangan lupa partai politik adalah komponen penting dalam pemerintahan hasil Pemilu 2024 (Prabowo-Gibran),” ungkapnya.

Menurut Azhari, posisi PDIP yang akan menjadi oposisi pemerintahan Prabowo-Gibran akhirnya semakin membuat pentingnya kehadiran Jokowi sebagai ketua umum partai. Pasalnya, pemerintahan Prabowo-Gibran pasti sangat membutuhkan kemampuan politik Jokowi untuk menjaga dinamika politik.

“Ide Jokowi menjadi ketua umum partai semakin urgen lantaran PDIP bakal memilih jalan sebagai oposisi. Prabowo-Gibran butuh figur Jokowi untuk menjaga dinamika politik koalisi dan oposisi agar tidak mengganggu jalannya pemerintahan. Karena itu, Jokowi pasti akan mengambil posisi sebagai penjaga pemerintahan ketika PDIP menjadi oposisi,” ujar Azhari.

Sejauh ini, rumor berkembang memang menyebut Jokowi bakal menjadi ketua umum partai politik yang sudah eksisting selama ini antara lain Partai Golkar, Partai Gerindra, PAN, dan Partai NasDem.

Dia menilai besar kemungkinan Jokowi potensial hanya akan berlabuh di Gerindra dan PAN yang relatif tidak banyak memiliki resistensi terhadap dirinya. Kedua partai tersebut secara terbuka sudah menggelar karpet merah bagi keanggotaan Jokowi.

“Jokowi itu potensial jadi Ketum Gerindra karena setelah Prabowo jadi Presiden, Prabowo tak boleh merangkap sebagai ketum partai. Apalagi semua orang tahu Prabowo menang menjadi Presiden karena bantuan dukungan Jokowi. Ya ini semacam tukar guling, Prabowo jadi Presiden, Jokowi jadi Ketua Umum Partai Gerindra,” katanya.

“Sementara, kalau di PAN, Jokowi sangat dibutuhkan karena ketiadaan figur politik di partai ini selepas ditinggal Amien Rais. Sebagai Presiden 2 periode, PAN butuh pengalaman dan kemampuan Jokowi untuk memenangkan pemilu dan mengoptimalkan dukungan masyarakat. Jika Jokowi jadi Ketua Umum PAN atau Ketua Majelis Penasihat Partai, maka hal tersebut akan meningkatkan daya tarik PAN. Setidak-tidaknya bagi pendukung Jokowi yang nonpartisan,” tutur Azhari.
(jon)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More