Draf Revisi UU Penyiaran Dikritik, Pemerintah Dinilai Bakal Monopoli Informasi
Sabtu, 18 Mei 2024 - 13:37 WIB
JAKARTA - Polemik draf revisi Undang-Undang (UU) tentang Penyiaran terus bergulir. Dewan Pers dan lembaga pers lainnya mengkritik keras adanya sejumlah poin dalam draf revisi UU Penyiaran tersebut.
Kritikan lainnya datang dari Ketua Umum LSM Penjara 1, Teuku Z Arifin. Pihaknya menentang keras revisi UU Penyiaran yang melarang jurnalisme investigasi.
Menurutnya, larangan tersebut mencerminkan adanya upaya untuk mengontrol informasi yang dapat diakses oleh masyarakat. Ini merupakan langkah mundur dalam transparansi dan akuntabilitas pemerintahan.
"Menghalangi jurnalisme investigasi hanya akan mengukuhkan monopoli informasi oleh pemerintah dan mengurangi efektivitas media sebagai pengawas publik," kata Arifin, Sabtu (18/5/2024).
"Jurnalisme investigasi adalah tulang punggung demokrasi. Tanpa itu, pers hanya akan menjadi corong pemerintah. Ini adalah ancaman serius bagi hak publik untuk mendapatkan informasi yang akurat dan tidak bias," tegasnya.
Lebih lanjut kata dia, pihaknya juga menyoroti pasal lain dalam draf UU Penyiaran yang memberikan kewenangan kepada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk menyelesaikan sengketa pers.
Menurutnya, ini bertentangan dengan UU Pers yang ada, di mana mediasi harus dilakukan oleh Dewan Pers, bukan KPI. "Ini hanya akan menambah kebingungan dan konflik regulasi," ujarnya.
Karenanya, dia mendesak DPR untuk mengarahkan revisi UU Penyiaran ke arah yang mendukung independensi media, dengan mencegah monopoli kepemilikan media yang dapat menghambat kebebasan pers.
"Jika kita ingin mendukung demokrasi yang sehat, kita harus memastikan bahwa media kita bebas dari pengaruh pemerintah dan pihak berkepentingan," tegas Arifin.
Dalam menyikapi situasi ini, pihaknya akan terus mengadvokasi kebebasan pers dan mendorong transparansi dalam pembahasan revisi UU Penyiaran. "Serta memobilisasi dukungan publik untuk menjaga esensi jurnalisme sebagai pilar demokrasi," tutupnya.
Kritikan lainnya datang dari Ketua Umum LSM Penjara 1, Teuku Z Arifin. Pihaknya menentang keras revisi UU Penyiaran yang melarang jurnalisme investigasi.
Menurutnya, larangan tersebut mencerminkan adanya upaya untuk mengontrol informasi yang dapat diakses oleh masyarakat. Ini merupakan langkah mundur dalam transparansi dan akuntabilitas pemerintahan.
"Menghalangi jurnalisme investigasi hanya akan mengukuhkan monopoli informasi oleh pemerintah dan mengurangi efektivitas media sebagai pengawas publik," kata Arifin, Sabtu (18/5/2024).
"Jurnalisme investigasi adalah tulang punggung demokrasi. Tanpa itu, pers hanya akan menjadi corong pemerintah. Ini adalah ancaman serius bagi hak publik untuk mendapatkan informasi yang akurat dan tidak bias," tegasnya.
Lebih lanjut kata dia, pihaknya juga menyoroti pasal lain dalam draf UU Penyiaran yang memberikan kewenangan kepada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk menyelesaikan sengketa pers.
Menurutnya, ini bertentangan dengan UU Pers yang ada, di mana mediasi harus dilakukan oleh Dewan Pers, bukan KPI. "Ini hanya akan menambah kebingungan dan konflik regulasi," ujarnya.
Karenanya, dia mendesak DPR untuk mengarahkan revisi UU Penyiaran ke arah yang mendukung independensi media, dengan mencegah monopoli kepemilikan media yang dapat menghambat kebebasan pers.
"Jika kita ingin mendukung demokrasi yang sehat, kita harus memastikan bahwa media kita bebas dari pengaruh pemerintah dan pihak berkepentingan," tegas Arifin.
Dalam menyikapi situasi ini, pihaknya akan terus mengadvokasi kebebasan pers dan mendorong transparansi dalam pembahasan revisi UU Penyiaran. "Serta memobilisasi dukungan publik untuk menjaga esensi jurnalisme sebagai pilar demokrasi," tutupnya.
(maf)
tulis komentar anda