Pendidikan Antiintoleransi, Kekerasan, dan Bullying Lahirkan Manusia Unggul Beradab
Senin, 06 Mei 2024 - 16:35 WIB
JAKARTA - Kasus-kasus kekerasan yang terjadi di dunia pendidikan harus menjadi perhatian bersama semua pihak. Pasalnya pendidikan adalah salah satu faktor penting untuk membangun peradaban Indonesia.
Dosen Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (Uhamka), Muhammad Abdullah Darraz mengatakan, maju tidaknya suatu bangsa akan sangat ditentukan oleh kualitas pendidikannya. Apakah proses pendidikan itu menghasilkan manusia-manusia yang beradab atau bahkan sebaliknya.
"Semua stakeholder pendidikan, baik itu pemegang kebijakan (baik pemerintah pusat maupun daerah), praktisi pendidikan, maupun masyarakat luas harus memberikan perhatian terhadap kasus-kasus yang terjadi di dunia pendidikan seperti intoleransi, kekerasan, dan juga perundungan (bullying)," kata Muhammad Abdullah Darraz di Jakarta, Senin (6/5/2024).
Darraz mengungkapkan kasus kekerasan dan lainnya yang selama ini terjadi tidak hanya pada sekolah-sekolah umum, tapi juga di institusi pendidikan berbasis keagamaan seperti pondok pesantren.
"Ini harus menjadi perhatian bersama, karena kasus-kasus kekerasan di pesantren telah mencoreng nama baik pesantren yang merupakan lembaga pendidikan Islam di Indonesia," kata kader muda Muhamamadiyah ini.
Selain kasus kekerasan, kata Darraz, kasus-kasus intoleransi di institusi pendidikan juga banyak disebabkan ulah oknum yang terlibat di dalamnya. Menurutnya, hal ini karena kurangnya penguatan nilai-nilai toleransi, terutama di sekolah-sekolah yang kutur sosialnya homogen.
Hal semacam ini telah menjadi perhatian utama pemerintah melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) melalui Pusat Kurikulum dan Pembelajaran (Puskurjar). Kemendikbud membuat program inisiasi untuk mengarusutamakan nilai-nilai toleransi dan perdamaian dalam Kurikulum Operasional Satuan Pendidikan (KOSP) di beberapa sekolah di daerah.
Selain itu, Darraz juga menerangkan bahwa pada prinsipnya tidak terjadi disparitas antara sekolah negeri maupun swasta dalam menekankan prinsip toleransi dan moderasi beragama. Meskipun di beberapa kasus, pemerintah kecolongan karena sekolah-sekolah tersebut dijadikan sasaran radikalisasi oleh kelompok radikal.
"Sekolah-sekolah negeri pada beberapa tahun yang lalu, sering dijadikan lahan penyemaian ideologi radikal, karena dianggap sebagai 'lahan tak bertuan' bagi kelompok-kelompok radikal," kata mantan Direktur Eksekutif Maarif Institute ini.
Dosen Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (Uhamka), Muhammad Abdullah Darraz mengatakan, maju tidaknya suatu bangsa akan sangat ditentukan oleh kualitas pendidikannya. Apakah proses pendidikan itu menghasilkan manusia-manusia yang beradab atau bahkan sebaliknya.
"Semua stakeholder pendidikan, baik itu pemegang kebijakan (baik pemerintah pusat maupun daerah), praktisi pendidikan, maupun masyarakat luas harus memberikan perhatian terhadap kasus-kasus yang terjadi di dunia pendidikan seperti intoleransi, kekerasan, dan juga perundungan (bullying)," kata Muhammad Abdullah Darraz di Jakarta, Senin (6/5/2024).
Darraz mengungkapkan kasus kekerasan dan lainnya yang selama ini terjadi tidak hanya pada sekolah-sekolah umum, tapi juga di institusi pendidikan berbasis keagamaan seperti pondok pesantren.
"Ini harus menjadi perhatian bersama, karena kasus-kasus kekerasan di pesantren telah mencoreng nama baik pesantren yang merupakan lembaga pendidikan Islam di Indonesia," kata kader muda Muhamamadiyah ini.
Selain kasus kekerasan, kata Darraz, kasus-kasus intoleransi di institusi pendidikan juga banyak disebabkan ulah oknum yang terlibat di dalamnya. Menurutnya, hal ini karena kurangnya penguatan nilai-nilai toleransi, terutama di sekolah-sekolah yang kutur sosialnya homogen.
Hal semacam ini telah menjadi perhatian utama pemerintah melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) melalui Pusat Kurikulum dan Pembelajaran (Puskurjar). Kemendikbud membuat program inisiasi untuk mengarusutamakan nilai-nilai toleransi dan perdamaian dalam Kurikulum Operasional Satuan Pendidikan (KOSP) di beberapa sekolah di daerah.
Selain itu, Darraz juga menerangkan bahwa pada prinsipnya tidak terjadi disparitas antara sekolah negeri maupun swasta dalam menekankan prinsip toleransi dan moderasi beragama. Meskipun di beberapa kasus, pemerintah kecolongan karena sekolah-sekolah tersebut dijadikan sasaran radikalisasi oleh kelompok radikal.
"Sekolah-sekolah negeri pada beberapa tahun yang lalu, sering dijadikan lahan penyemaian ideologi radikal, karena dianggap sebagai 'lahan tak bertuan' bagi kelompok-kelompok radikal," kata mantan Direktur Eksekutif Maarif Institute ini.
Lihat Juga :
tulis komentar anda