Boni Hargens Sebut KAMI Laskar Sakit Hati dan Oposisi Jalanan
Selasa, 18 Agustus 2020 - 15:02 WIB
JAKARTA - Pengamat politik, Boni Hargens mengkritik langkah sejumlah tokoh dan aktivis yang baru saja mendeklarasikan Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) di Tugu Proklamasi, Jakarta, Selasa (18/8/2020).
Menurut Boni, lemahnya oposisi parlemen terhadap pemerintahan Presiden Jokowi memungkinkan bangkitnya oposisi jalanan.
Dalam demokrasi yang sehat, kata dia, oposisi jalanan biasanya dimainkan oleh kekuatan civil society dan benar-benar mencerminkan aspirasi publik yang tak tersalurkan melalui mekanisme prosedural kekuasaan.
"Namun, KAMI ini oposisi jalanan yang terpisah dari masyarakat. Para pengusungnya adalah 'para bekas', yaitu bekas politisi, bekas birokrat, bekas tokoh agama, bekas akademisi kampus, dan bekas aktivis yang sempat menikmati kekuasaan pada periode pemerintahan sebelumnya," tutur Boni melalui keterangan tertulis, Selasa (18/8/2020).
Boni khawatir KAMI ihanya kelompok broker politik ataupun pemburu rente yang ingin mencari untung sesaat. Alasannya jelas, para deklarator dan momentum deklarasi adalah orang-orang yang dikenal publik karena kebiasaan mereka mencibir pemerintah di media.
"Meski demikian, gerakan mereka tetap kita hargai sebagai bagian dari kebebasan demokratik," tandasnya. ( )
Kendati demikian, dia menilai deklarasi KAMI tidak lebih dari sekedar oposisi jalanan. Pertimbangannya antara lain isu yang mereka usung semuanya isu lama, tidak ada yang baru.
"Mereka juga tidak mempunyai basis dukungan massa yang memadai, dan legitimasi moral mereka lemah di mata masyarakat," kata Boni.
Bomi menduga KAMI dibentuk hanya untuk membangun bargaining position yang strategis untuk target Pilpres 2024. Tentu ada salah satu dari tokoh-tokohnya yang berambisi menjadi calon presiden atau calon wakil presiden (capres-cawapres).
Menurut Boni, lemahnya oposisi parlemen terhadap pemerintahan Presiden Jokowi memungkinkan bangkitnya oposisi jalanan.
Dalam demokrasi yang sehat, kata dia, oposisi jalanan biasanya dimainkan oleh kekuatan civil society dan benar-benar mencerminkan aspirasi publik yang tak tersalurkan melalui mekanisme prosedural kekuasaan.
"Namun, KAMI ini oposisi jalanan yang terpisah dari masyarakat. Para pengusungnya adalah 'para bekas', yaitu bekas politisi, bekas birokrat, bekas tokoh agama, bekas akademisi kampus, dan bekas aktivis yang sempat menikmati kekuasaan pada periode pemerintahan sebelumnya," tutur Boni melalui keterangan tertulis, Selasa (18/8/2020).
Boni khawatir KAMI ihanya kelompok broker politik ataupun pemburu rente yang ingin mencari untung sesaat. Alasannya jelas, para deklarator dan momentum deklarasi adalah orang-orang yang dikenal publik karena kebiasaan mereka mencibir pemerintah di media.
"Meski demikian, gerakan mereka tetap kita hargai sebagai bagian dari kebebasan demokratik," tandasnya. ( )
Kendati demikian, dia menilai deklarasi KAMI tidak lebih dari sekedar oposisi jalanan. Pertimbangannya antara lain isu yang mereka usung semuanya isu lama, tidak ada yang baru.
"Mereka juga tidak mempunyai basis dukungan massa yang memadai, dan legitimasi moral mereka lemah di mata masyarakat," kata Boni.
Bomi menduga KAMI dibentuk hanya untuk membangun bargaining position yang strategis untuk target Pilpres 2024. Tentu ada salah satu dari tokoh-tokohnya yang berambisi menjadi calon presiden atau calon wakil presiden (capres-cawapres).
tulis komentar anda